Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahagia Mencari Angin
Kaos putih dengan celana biru tua senada dengan jaket levis, itu merupakan pakaian yang ku kenakan sekarang. Berusaha mengikuti ajakan Tio untuk jalan-jalan.
Dengan motor ninja nya yang berwarna hitam, Tio berusaha memboyongku ke sebuah tepat yang tak tahu dimana tempatnya? Seragam Tio sudah ditutupi oleh jaket hitam, yang senada dengan motornya, sehingga menampakkan betapa kerennya dia sekarang.
Setengah jam perjalanan dengan ngebut, akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Mata sudah takjub dengan pemandangan tempat yang ku injak sekarang yaitu sebuah taman. Penuh tanaman hijau, dengan kolam air berisikan oleh ikan hias penuh warna-warni. Bunga asli yang berjejer disepanjang jalan, tak luput manambah keelokan taman. Bunga sakura palsu buatan manusia 'pun, telah menambah nilai plus atas keindahan taman.
"Wah, wow. Aku kok ngak tahu ada taman seindah ini!
"Ngak nyesel aku ikut denganmu," ujarku terkagum-kagum.
Mata tak henti-hentinya takjub, atas keindahan taman yang telah berhasil menyejukkan pikiran.
"Siapa dulu dong yang membawa, Tio gitu loh!" kesombongannya berkata.
Tio mengikuti dari belakang. Mata terus menyapu seluruh taman nan indah.
"Iya, siapa dulu. Tio gitu, loh! Mana mungkin ngak tahu tempat hiburan kayak gini. 'Kan pastinya kamu sudah sering bawa cewek-cewek kamu ke sini 'kan?" tanyaku.
"Hahaha, tahu aja selera temenku ini! Aku tuh cowok terganteng di sekolahan, jadi ya harus banyak ceweknya," pamer.
"Ciiih, dasar! Kang narsis," decih ku tak suka.
"Kita duduk disana saja yuk!" tawarnya.
"Hm, ayuk." Bergegas ke tempat yang ditunjuk.
"Tapi kamu duluan saja kesana! Sebab ada yang ingin ku beli dulu," perintah Tio kepadaku.
"Siap."
"Entar aku nyusul ke sana saja."
"Hm, jangan lama-lama."
Mata tanpa henti-hentinya melihat keindahan taman, yang sudah memberi ketenangan, kenyamanan, dan tak lupa sangat memanjakan mata disepanjang netra memandang.
Kini aku duduk ditepian kolam ikan, sambil menunggu kedatangan Tio yang hilang entah kemana?.
"Pamit hanya sebentar, tapi tenyata lama sekali," gerutuku kesal.
Menatap ke seluruh sudut tapi tak nampak batang hidungnya jua.
"Ini, ambil 'lah!" sodoran nya.
Kuambil langsung.
"Makasih."
Sebuah kantong plastik putih diberikan Tio padaku, berisikan penuh oleh makanan ringan dan minuman kaleng.
"Maaf lama sebab antri waktu membelinya," Memberi penjelasan.
"I'st ok."
Memeriksa kembali apa yang dibeli.
"Kok, banyak banget belinya?" Keheranan ku.
"Santai saja, gak pa-pa banyak makanan, untuk menemani kejenuhan kita nanti."
"Tapi ini siapa yang mau habisin?"
"Ya kitalah. Memang siapa lagi."
"Tapi-?" Keraguan.
"Nanti ku bantu habiskan. Tenang saja, ok."
"Hadeh, dasar perut karet. Ngak takut melar apa?"
"Ngak 'lah. Harus diimbangi sama olahraga. Lihat, ototku yang berisi." tunjuk dengan menggulung lengan baju.
"Hadeh, pamer lagi."
"Hihi, harus itu. Biar kamu juga bisa ke semsem padaku juga."
"Ish .. Issh, apa-apaan sih kamu ngomong. Kang ngelantur dah."
"Hehe, harus dimaklumi sebab banyak cewek yang antri."
Membuka chiki. Kesukaanku adalah coklat, dan pas sekali snack yang termakan sekarang berisikan luberan coklat.
"Oh iya Mila, boleh ngak aku nanya sesuatu sama kamu?" Tio menampakkan keseriusan.
"Tanya saja!" jawabku santai.
"Beneran nanti kamu ngak akan marah."
"Iya Tio, tanya aja. Aku gak akan keberatan kok!" jawabku meyakinkannya.
Terus mengunyah sambil melihat ikan berlarian ke sana kemari.
"Kamu kenapa Mila? Ada masalah sama suami kamu? Kok sekarang kamu berada dirumah orang tua kamu juga?" tanyanya penasaran.
"Huuufff," aku menghela nafas panjang.
"Gak ada apa-apa, Tio." Masih berat untuk bercerita.
Tio menatap penuh kecurigaan.
"Ngak mungkin ngak ada apa-apa," Masih tidak percaya.
Dari tadi Tio hanya meneguk minuman kaleng.
"Serius." Tidak ingin orang lain tahu.
"Aah ... kamu pasti bohong. Aku sudah mengenal kamu sejak lama, jadi tahu betul sifat kamu itu kayak gimana. Bukankah sejak kelas 2 SMP kita sudah berteman," penjelasan Tio.
Mukanya sudah didekatkan ke wajahku, untuk mencari sebuah jawaban atas pertanyaannya. Bola mata sama-sama memancarkan desiran aneh. Kami berdua sampai tidak berkedip sama sekali.
"E heeem ... hem," Deheman kuat, karena tersadar atas tatapan Tio.
Muka sudah tersipu-sipu malu. Tak dapat terhindarkan muka kini telah kesemuan memerah.
"Jawab dong pertanyaanku" perintah Tio sudah memalingkan muka ke kanan.
Kami sama-sama tersadar, bahwa tanpa sengaja kami sedang beradu mata, sama-sama saling menatap tajam.
"Tapi janji jangan sampai ada orang lain yang tahu."
"Elah, kayak siapa saja. Mana pernah aku membocorkan sama orang lain."
"Hmm, percaya sih."
Kami bersikap normal kembali layaknya teman sejati. Tidak ada rasa canggung lagi.
"Kalau gitu cerita lah."
"Kak Ryan sudah berani mengkhianati dan kini telah tega berselingkuh dengan mantan pacarnya," penjelasanku yang tanpa sengaja bulir-bulir airmata mulai jatuh.
"Wah, brengs*k sekali tuh orang."
Muka Dio kini kembali melihatku ketika terisak dan tangan lembutnya kini berusaha menghapus airmata yang sudah mengalir di pipi.
"Kamu jangan bersedih, Mila. Tak pantas wanita secantik kamu menangisi pria br*ngs*k itu. Bukankah diluar sana masih banyak pria yang tulus mencintaimu seutuhnya, ya contohnya seperti aku ini," ujar Tio dengan serius, sambil menaik-naikan alisnya.
"Tio kamu ini!" ucapku tak senang, langsung mencubit lengannya.
Sudah serius-serius mendengarkan, malah dia asyik saja mengoda.
"Haha, serius amat mendengarkannya. Lagian aku tuh cuma bercanda."
"Minta ditabok beneran yak kamu ini!"
"Haha, tapi kalau kamu serius anggap diriku menjadi pacar kamu juga gak pa-pa, tapi ngantri dulu sama pacarku yang sekarang sudah ada tiga, hahaha!" ucap Tio yang telah berhasil mengerjai.
Cletakkk, langsung kujitak kepala Tio.
"Aaw ... aww, sakit Mila," tangan Tio sudah mengelus-elus kepalanya
"Wluek, rasain itu." Juluran lidahku berhasil membalas.
"Awas kamu, ya!" tangan Dio berusaha menggelitik.
Secepat kilat diri ini bisa menghindarinya dengan cara berlari, dan dia berusaha mengejar ku, untuk balas dendam mengerjai balik.
Tak terasa kumandang azan sholat ashar telah berbunyi, menandakan hari gelap sebentar lagi datang.
Pikiran kacau yang sempat membebani, alhamdulillah hilang seketika, akibat hiburan Dio yang notabenenya orangnya suka ngelucu. Kami terus seja tertawa riang. Beban hidup terasa hilang seketika.
"Kita pulang yuk, sudah sore nih!" ajak ku.
"Siap, Bos!" jawab Tio dengan hormat, tanda setuju atas ajakanku.
"Mila, kita mampir cari makanan dulu, mau ngak?" ujar Tio diatas motor, yang sedang membonceng ku untuk pulang menuju rumah.
Tangan terlingkar santai di pinggangnya. Sudah biasa dibonceng sepert ini kalau sopir datang telat menjemput.
"Iya gak pa-pa, sekalian buat bapak sama ibu."
Butuh waktu setengah jam berkeliling mencari makanan, disepanjang jalan menuju rumah., dan tangan sudah dipenuhi bungkusan plastik berupa nasi goreng, sate ayam, dan martabak.