Menjadi sekertaris seorang Bos yang tengah patah hati membuat hidup Arumi yang semula lurus dan mulus menjadi berkelok-kelok. Hidup dan perasaannya dibuat seperti sedang menaiki sebuah roller coaster.
Sang Boss yang menjadikan Arumi tak hanya sebagai sekertarisnya, tapi juga menjadikan Arumi sebagai teman curhatnya. Lambat laun Arumi menjadi kenal dengan bagaimana kepribadian sang Boss dari curhatan Boss-nya itu kepada dirinya. Kekaguman dan benih-benih cinta pun tumbuh di hati Arumi.
Terlebih Boss yang tiap kali membuat keonaran selalu melibatkan Arumi untuk membantunya. Arumi yang sudah terpikat akan pesona sang Boss pun selalu berusaha mengimbangi perasaan sang Boss. Hingga sang Boss terbiasa bergantung pada diri Arumi.
Akankah sang Boss menyadari perasaan Arumi padanya?
Simak cerita ini selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saputri90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Alex
Arumi yang baru bangun dari tidur dalamnya, tak bisa lagi memejamkan matanya. Sedangkan Barra sudah tertidur dengan nyenyak memeluk tubuh Arumi.
Barra nampak seperti seorang suami yang takut ditinggal pergi oleh istri tercintanya. Maaf diralat, mungkin lebih tepatnya seperti seekor anak ayam yang takut ditinggal oleh induknya pergi. Barra sangat cocok dengan perumpamaan ini, karena Barra adalah sosok suami yang tak bisa mencintai istrinya, tapi ia membutuhkan sosok istri seperti Arumi dalam hidupnya.
Bagi Barra hubungan dirinya dan Arumi hanya sebuah take and give. Dimana Barra membutuhkan diri Arumi sebagai obat tidurnya dari penyakit insomia yang dideritanya. Barra akan memberikan apa yang Arumi butuhkan. Barra akan memberikan apa saja yang ia miliki untuk Arumi, hanya dua hal yang tak mungkin dan tak mampu Barra berikan pada istrinya itu, yaitu hati dan cintanya.
Malam itu Arumi habiskan waktunya untuk merenungkan nasibnya. Tak hanya nasib dirinya yang ia renungankan, tapi juga nasib pernikahannya. Semula ia begitu terkejut dengan penuturan Dokter, jika ia sudah tak sadarkan diri hingga satu bulan lamanya. Padahal ia hanya merasa baru tidur beberapa jam saja. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian yang menimpa dirinya sebelum ia sadar berada di rumah sakit kini.
Arumi menitikan air matanya, saat dia berhasil mengingat perlakuan Barra dan kata-kata Barra yang menyakiti hatinya, dan mengetahui sebab apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit sampai saat ini.
"Tuhan, kenapa Engkau bangunkan aku dari tidur panjangku? Kenapa Kau tak membawa ku pergi saja? Tak ada tempat ku bersadar di dunia ini, aku tak sanggup hidup dengan menahan beban hidupku seorang diri. Hatiku telah remuk dengan kenyataan hidup yang mendera diriku. Seandainya pun Kau membawa ku pergi, tak akan ada satu pun orang yang merasa kehilanganku, sungguh aku telah lelah berjuang, ini sangat menyiksa diriku. Hidupku terlalu gelap untuk ku tapaki. Aku menyerah... aku menyerah Tuhan." Gumam Arumi di dalam hatinya sembari menatap langit-langit ruang rawatnya. Kembali wanita malang ini menitikan air matanya dalam tatapan mata yang kosong.
Pagi harinya, Bi Ijah datang seperti biasanya, membawa sarapan pagi untuk Barra dan pakaian ganti. Setelah menghabiskan sarapannya, Barra segera berangkat ke perusahaan dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Tanpa di supiri oleh supir kantor, sekertarisnya yang lain, yaitu Indri atau pun asistennya, Kevin. Ia melakukannya semata-mata ingin menutupi pernikahannya dengan Arumi dari semua orang. Tidak ada yang mengetahui jika Barra selama sebulan ini menghabiskan waktu malamnya untuk menunggui Arumi di rumah sakit.
Rupanya Barra, tak mengingat jika dirinya semalam keceplosan mengakui Arumi sebagai istrinya, saat ia mengetahui jika Arumi telah sadar. Ia juga tidak menyadari jika asisten dan sekertarisnya yang sedang mengajukan pengunduran diri, sudah mengetahui rahasia yang sedang ia tutup-tutupi, karena faktor ketidak sengajaan.
Saat Barra ingin berangkat ke perusahaan. Ia melihat Arumi tengah tertidur dengan begitu pulas. Barra yang tak ingin mengganggu tidur Arumi pun, mengurungkan niatnya untuk membangunkan Arumi, hanya untuk pamit pergi kerja dengan istrinya ini.
Namun hatinya yang sudah terkena magnet hati Arumi tanpa ia sadari. Membuatnya mendekati tubuh Arumi yang berbaring di atas ranjang, dengan rasa ragu Barra mendekatkan dirinya pada ranjang Arumi. Ia tatap istrinya yang ia lihat sedang tertidur. Ia pandangi wajah istrinya lebih dalam dari biasanya.
Ada secuil rasa yang aneh dan asing dihatinya untuk Arumi. Rasa yang tak bisa Barra mengerti dan jabarkan. Hanya rasa tak ingin kehilangan dan ditinggalkan Arumi begitu besar ia rasakan. Ya. Hanya rasa takut kehilangan yang baru bisa Barra jabarkan, dan untuk secuil rasa yang mengganjal di hati Barra ini, sepertinya Barra butuh waktu untuk memahaminya dan menjabarkannya.
Cup! [Barra mendaratkan bibirnya ke bibir Arumi].
"Cepatlah sembuh! Cepatlah pulang bersama ku!" Ucap Barra yang kemudian pergi meninggalkan Arumi.
Arumi yang tak bisa tidur sejak semalam, sebanarnya hanya pura-pura tidur. Ia mulai pura-pura tidur, saat Barra mulai bergerak diatas ranjangnya, Barra terbangun dari tidurnya karena mendengar suara kedatangan Bi Ijah.
Arumi baru mau membuka matanya, saat ia mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Ia memastikan Barra benar-benar sudah pergi baru ia membuka matanya.
"Non, apa sudah diperbolehkan makan?" Tanya Bi Ijah yang mengetahui jika Arumi tidak benar-benar tertidur sejak kedatangannya tadi.
Bi Ijah sempat terkejut melihat mata Arumi yang terbuka dan tengah menatap kosong langit-langit ruang rawatnya. Wanita paruh baya ini ingin sekali mendekat dan menanyakan kabar Nona mudanya yang ramah dan baik hati ini, namun saat Barra terbangun, ia melihat dengan jelas, Nona mudanya ini langsung menutup rapat matanya. Seolah menghindar dari Tuan Mudanya.
"Saya baru boleh minum air putih Bi," jawab Arumi pada Bi Ijah dengan senyum manisnya.
"Apa sekarang Non, mau minum?" Tawar Bi Ijah yang dijawab anggukan kepala dari Arumi. Bi Ijah pun membantu Arumi untuk minum menggunakan sendok makan.
Bi Ijah melihat Arumi seperti sedang menahan sakit dengan mengerutkan kedua matanya.
"Ada yang sakit Non?" Tanya Bi Ijah khawatir.
"Sedikit pusing, mungkin karena terlalu lama tidur Bi," jawab Arumi yang kembali tersenyum pada Bi Ijah.
Senyum terus Arumi berikan pada Bi Ijah, saat wanita paruh baya ini terus menunjukkan perhatiannya pada Arumi. Orang pertama yang mengkhawatirkan dirinya, yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
Di sisi lain, seorang Dokter muda yang memiliki paras yang tampan baru saja tiba di rumah sakit Sejahtera, setelah hampir satu bulan ia menerima tugas keluar kota untuk menjadi perwakilan rumah sakit Sejahtera dalam kegaiatan aksi sosialnya.
Sampainya di rumah sakit tempatnya bekerja ini, Dokter tampan yang bernama Alex ini langsung mendatangi ruang pusat informasi. Ia ingin menanyakan keberadaan Arumi. Setelah mengantongi informasi jika Arumi masih berada di rumah sakit ini dan sudah sadar. Alex melangkahkan kakinya dengan bersemangat menuju ruang rawat Arumi.
Tok...tok...tok [Suara ketukan pintu].
"Masuk," suara Bi Ijah yang mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.
Alex membuka pintu dan masuk ke dalam ruang rawat Arumi. Betapa terkejutnya Arumi, melihat sosok Alex, temannya sewaktu SMA datang dengan membawa setangkai bunga mawar putih kesukaannya.
"Alex," cicit Arumi yang terkejut, ia hingga menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Iya ini aku, Alex. Teman sebangku mu waktu di SMA dulu, apa kamu masih ingat?" Tanya Alex sekedar berbasa-basi.
Alex berjalan menghampiri Arumi dengan menggoyangkan buket bunga mawar putih di tangannya, tak lupa ia memberikan senyum terbaiknya pada wanita yang sangat spesial di hatinya itu.
Barra tidak ada harganya lagi, semua di ambil alih Mommy & Daddy
kak Andan lebay feh