Seraphine Grey meminta ibu dari Damien Knox untuk menjodohkan mereka berdua karena ia tahu Damien tidak bisa menolak permintaan ibunya. Dari dulu Sera sudah mencintai Damien, namun bahkan hingga tiga tahun pernikahan mereka perasaannya tidak terbalas sedikitpun.
Damien hanya mencintai satu wanita. Saat wanita itu kembali, Damien dengan tega membawanya ke dalam rumah pernikahan mereka. Sera meninggal tragis saat mencoba menjauhkan wanita itu dari Damien.
Tuhan memberinya kesempatan kedua. Sera kembali ke malam pertama pernikahan mereka. Rasa sakit yang Sera dapatkan selama menikah dengan Damien membuat Sera tidak lagi mengemis cintanya. Sera ingin secepatnya pergi namun fakta baru yang didapatkan tentang benang kusut antara Sera, Damien, dan mantan kekasih Damien yang tak pernah terurai membuatnya ragu. Apakah Sera akan tetap pergi atau mengurai misteri yang ada bersama Damien?
✯
Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Dentuman musik berdetak keras, bercampur tawa, teriakan, dan aroma alkohol yang pekat. Lampu-lampu berwarna menyapu ruangan, membuat wajah-wajah asing tampak samar dan terdistorsi.
Sera melangkah masuk semakin jauh ke dalam, rahangnya mengeras. Tangannya masih menggenggam Laura, seakan takut terpisah di tengah keramaian. Matanya menyisir ruangan dengan cepat, meja bar, lantai dansa, sudut-sudut gelap, mencari satu sosok yang sangat ia kenal, sekaligus paling ia khawatirkan malam ini.
Laura mencondongkan tubuh, berusaha mendekat agar bisa berbicara, tapi suaranya tenggelam oleh musik. Ia hanya bisa mengikuti langkah cepat Sera, menyingkir di antara orang-orang yang menari tanpa peduli.
Saat akhirnya mereka melihatnya, Damien terduduk dengan kepala tertunduk, segelas minuman masih di tangannya. Langkah Sera terhenti sesaat. Menghela nafas lega karena akhirnya bisa menemukan Damien. Ia melangkah mendekat, sementara Laura berdiri di sisi lain, siap membantu.
“Damie,” Sera meraih lengan Damien, menopangnya dengan hati-hati saat pria itu berusaha bangkit dari kursi. Tubuhnya limbung, beratnya bertumpu tanpa sadar di bahu Sera. Aroma alkohol menyengat ketika ia mengangkat wajahnya, mata setengah terpejam, senyum samar tersungging entah karena apa.
“Hei… kamu datang,” gumamnya, suaranya tebal dan tak fokus. Tangannya terangkat, menunjuk entah ke mana. “Aku tadi… tadi mau cerita sesuatu, tapi musiknya… terlalu keras, ya?” Ia tertawa kecil sendiri, lalu hampir kehilangan keseimbangan lagi.
Astaga! Kenapa Damien jadi aneh begini? Kalau dalam keadaan sadar sepenuhnya, Sera tidak akan bisa melihat sisi Damien yang seperti ini. Sera menghela nafas, menahan kesal sekaligus lega.
“Pelan-pelan,” katanya, merapatkan pegangan. Laura segera membantu dari sisi lain, memastikan pria itu tidak jatuh di tengah kerumunan yang terus bergerak.
Seorang pria lain mendekat, wajah yang tidak asing untuk mereka berdua. Alan Guapo, pemilik salah satu perusahaan musik terbesar di Negara mereka. Sera mencoba untuk tetap tenang sambil mengamati pria itu dari ujung kaki hingga ujung rambut.
'Dia lebih pendek beberapa senti dari Damien, berarti bukan dia yang datang malam itu. Apa orang itu benar-benar Noah?’ Sera menganalisis dalam hati. Dalam sekali pandang jelas postur tubuh Alan tidak sama dengan Damien. Berarti informasi yang diberikan Albert salah.
“Maaf, ya. Aku yang tadi nelpon. Dia udah mulai nggak karuan, aku pikir lebih aman kalau kamu yang jemput.” kata Alan agak keras agar terdengar di tengah musik. Dia terlihat canggung.
Damien menoleh ke arah Alan, alisnya berkerut. “Kamu… kamu siapa, ya?” katanya polos, lalu tertawa lagi. “Eh, jangan bilang-bilang, nanti rahasianya bocor.”
Sera memejamkan mata sesaat, lalu membuka kembali dengan tekad yang jelas. “Ayo pulang,” ujarnya tegas menarik suaminya menjauh dari meja. Di balik celoteh ngelantur pria itu dan dentuman musik yang tak peduli, ia hanya ingin satu hal yaitu membawanya keluar dari klub malam ini.
“Serius deh Damien yang menyebalkan bisa seperti ini? Aku harus merekamnya.” Kata Laura tiba-tiba, ia mengeluarkan ponsel dan mengarahkan kamera ke Damien. Ia sudah lama kesal dengan Damien, rekaman ini akan ia gunakan nanti untuk membalas Damien.
Setelah susah payah menerobos kerumunan, mereka akhirnya bisa bernafas lega setelah sampai di parkiran.
“Berhenti merekam, Lau. Bantu aku membuka pintu mobil.” Ujar Sera yang sudah keberatan menahan berat badan Damien. Menyeret pria setinggi dan sekekar Damien dari dalam klub ke parkiran cukup melelahkan.
“Iyaa…” Laura menyimpan ponselnya lalu dengan cepat membukakan kursi belakang, Sera memasukkan Damien dengan hati-hati.
“Kamu cantik,” mata biru Damien mengamati wajah Sera yang terkena cahaya lampu dari klub. Itu hanya pujian yang diucapkan oleh orang mabuk, tapi karena yang mengatakan Damien, Sera tetap merona.
“Diam, Damien!” Sera dengan agak tergesa-gesa mencondongkan tubuhnya dan tangannya sibuk menarik sabuk pengaman yang terjepit di sisi kursi. Damien duduk miring, kepala bersandar ke sandaran dengan mata setengah terpejam, nafasnya masih berbau alkohol.
“Duduk yang benar,” ucap Sera pelan, berusaha mengaitkan pengunci sabuk ke tempatnya. Belum sempat ia menyelesaikannya, tangan Damien tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Gerakannya kikuk, berat, namun penuh dorongan impulsif. Pria itu menariknya lebih dekat, wajahnya mendongak dengan senyum mabuk yang tak fokus.
“Kamu wangi,” gumamnya, suara serak bercampur tawa kecil, lalu kepalanya condong ke depan, hendak mencium. Sera terkejut, refleks menahan bahunya.
“Hei, jangan,” katanya lirih, menahan tubuh pria itu agar tetap di kursi. Ia memalingkan wajahnya, menjaga jarak sambil tetap menopang agar Damien tidak terjatuh.
“Damien mabuk benar-benar menghibur,” Celetuk Laura sambil tertawa puas dari kursi depan. Ia sudah duduk di belakang kemudi seraya mengamati Sera dari kaca.
“Diam, Lau.” Sera menyempatkan diri untuk menoleh ke Laura dan mendelik kesal. Laura mengangkat bahu lalu lanjut tertawa, kemudian kembali mengarahkan kamera ponsel ke Damien.
Damien mengerjap, kebingungan sesaat karena Sera menjauhkan wajahnya. “Kok… menjauh?” katanya polos, dahi berkerut seolah dunia tak bekerja sebagaimana mestinya.
Dengan nafas ditahan, Sera akhirnya berhasil mengklik sabuk pengaman. Bunyi klik terdengar jelas di dalam mobil. Ia meluruskan tubuh, menatapnya sebentar lalu menutup pintu dengan hati-hati. Laura menyalakan mesin, meninggalkan klub beserta kekacauan yang barusan mereka jemput.
...✯✯✯...
...like, komen dan vote 💗...
kyanya Sera dijebak..😩