NovelToon NovelToon
Gadis Magang Milik Presdir

Gadis Magang Milik Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketergantungan

“Lo akhirnya ketergantungan sama seseorang,” ucap Gema tiba-tiba sambil menyandarkan badan ke kursi ruang rapat kecil itu.

Liam yang sedang sibuk memeriksa dokumen langsung mengangkat wajahnya, menatap temannya itu dengan dahi mengerut. “Maksud lo, Gem?”

Gema menatapnya lama sebelum akhirnya mengeluarkan napas panjang, seperti seseorang yang menahan sesuatu terlalu lama lalu meledak. “Gue cek di sistem HR. Anna ngajuin izin beberapa jam buat ujian kampus.”

Liam berhenti menulis.

“Hm. Terus?” tanyanya datar, seolah itu bukan sesuatu yang besar.

“Terus lo keliatan kayak… ya ampun Liam, gue ga tau harus bilang apa. Lihat diri lo.” Gema menunjuk kerah baju Liam. “Kerah lo lipetannya ga rata.”

“Itu—”

“Dan dasi lo,” lanjut Gema tanpa memberi jeda, “itu dasi lo miring. Miring, Li. Lima derajat ke kiri. Ini sejarah. Lo yang tiap pagi kalo dasi lo ga simetris satu milimeter aja bisa ngamuk setengah lantai—hari ini malah keluar ruangan kayak gini.”

Liam mengerut. Ia langsung menunduk, mengecek dasinya. Dan benar saja—itu miring. Tidak parah, tapi jelas tidak standar Liam.

Tapi ia tidak ingin memberi Gema kemenangan dulu.

“Ini karena gue sibuk,” jawab Liam ketus. “Anna lagi izin beberapa jam buat ujian, dan hari ini jadwal gue padat, banyak yang harus gue bereskan.”

Gema menunjukkan ekspresi yang sulit dijelaskan—campuran geli, paham, dan sengaja memancing. “Sibuk? Liam, lu selalu sibuk. Tapi selama ini lo ga pernah kayak gini.”

Liam membuka mulut, tapi tidak ada kata keluar.

Ia refleks merapikan kerah, membetulkan dasinya sendiri, tapi seolah malah makin berantakan. Sejak kapan ia kehilangan ritme bahkan untuk hal paling sederhana seperti ini?

Gema menyilangkan tangan di dada. “Padahal itu cuma beberapa jam loh, Li. Baru beberapa jam Anna ga ada di kantor… lo udah kayak kapal tanpa jangkar.”

Liam mendengus. “Jangan dramatis.”

“Gue serius.”

Liam kembali menumpuk dokumen. “Gue cuma ga terbiasa aja. Dia ngatur jadwal gue, dia yang atur dokumen rapat. Tadi gue harus nyari sendiri map warna oranye, dan entah kenapa gue ga nemu. Padahal harusnya ada di laci.”

Gema mengangkat alis, menunggu lebih banyak.

Liam akhirnya mengaku, “…Ternyata Anna mindahin ke rak tempat dokumen urgent. Dia bilang kemarin warnanya harus dibedakan biar lebih gampang diakses.”

Gema terkekeh. “Ya karena dia efektif. Makanya kerja lo jadi lebih rapi.”

“Terlalu rapi sampai gue ga tau dia mindahin apa ke mana,” balas Liam.

Gema mencondongkan tubuh ke depan, menatap Liam dengan ekspresi “gue sudah duga”. “Liam, lo sadar ga? Lo ngomong kayak orang yang… ya, kehilangan ritme karena satu orang.”

“Kehilangan ritme?” Liam mendengus lagi. “Anna cuma magang. Dia cuma di sini sementara.”

“Cuma magang, tapi lo kaya gini hari ini.”

Gema berdiri, berjalan memutari meja lalu menepuk pundak Liam. “Gue ga bilang ini soal perasaan. Tapi lo ga bisa bohong. Secara profesional aja—dia bikin kerjaan lo setengah beratnya. Dan lo mulai terbiasa punya orang kayak dia.”

Liam terdiam. Ia menatap meja, menempelkan kedua lekuk jarinya pada pinggiran kayu seolah mencoba menstabilkan pikirannya.

Dalam hati, ia tidak suka Gema benar.

Karena iya, ia memang kehilangan ritme.

Rapinya agenda kerja.

Alur dokumen yang lancar.

Cara Anna mengingatkan rapat sepuluh menit sebelum dimulai.

Cara ia selalu menyiapkan air hangat—bukan panas—karena kejadian waktu itu.

Cara ia muncul dengan timing pas untuk menyodorkan dokumen yang Liam butuh bahkan sebelum Liam meminta.

Hal-hal kecil yang selama beberapa minggu terakhir membuat hidupnya jauh lebih mudah… hilang begitu saja hanya karena Anna pergi beberapa jam.

Dan seluruh kantor terasa kacau.

“Lo tuh kayak CEO beneran hari ini,” gumam Gema. “Berantakan tapi sok stabil.”

Liam mengangkat kepala. “Gue stabil.”

“Sure.” Gema menepuk bahunya. “Kalau stabil, lo ga bakal narik-narik kerah baju tiap dua menit.”

Liam langsung berhenti menyentuh kerah, seolah tertangkap basah.

Gema melanjutkan sambil meraih botol air mineral di meja. “Jadi, lo tau Anna izin ujian sampai jam berapa?”

“Sampai jam dua belas,” jawab Liam pendek.

“Kalo begitu santai lah, itu cuma setengah hari.”

Liam melirik jam tangannya. Baru pukul sepuluh lewat delapan.

Dua jam lagi.

Dua jam yang terasa seperti menunggu pesawat delay tujuh kali.

Gema mendesah sebal. “Gila, liat lo. Baru jam sepuluh lewat delapan loh. Lo bahkan inget menitnya.”

“Gue cuma… memastikan agenda hari ini tepat waktu.”

Gema mendekat, menatap wajah Liam dengan serius. “Li. Lo sadar ga? Lo selama ini mikir lo orang paling independen di kantor. Semuanya bisa lo handle sendiri. Semua orang harus ngikutin ritme lo. Lo pikir lo ga butuh siapa-siapa.”

Liam menegang.

“Terus datanglah Anna,” lanjut Gema. “Dan tiba-tiba rutinitas lo berubah. Lo punya seseorang yang ngebantu ngatur ritme kerja lo. Dan gue rasa… lo mulai nyaman.”

Kata “nyaman” membuat Liam refleks berpaling.

Bukan karena sentimental, tapi karena ia merasa itu benar sekaligus mengganggu.

Nyaman berarti bergantung.

Bergantung berarti rawan kehilangan kontrol.

Dan Liam membenci kehilangan kontrol.

“Aneh.”

“Kata siapa?” tanya Liam.

“Kata gue,” jawab Gema santai. “Dan gue kenal lo lebih lama dari siapa pun.”

Liam tidak menjawab. Ia membolak-balik halaman agenda rapat tanpa alasan.

Gema tersenyum lebar. “Gue liat lo tadi bongkar laci, meja, rak file, bahkan nyari binder ke pantry. Biasanya Anna yang ngurus itu kan?”

Liam menghela napas panjang akhirnya. “Iya. Dia… sangat efisien.”

Gema duduk lagi. “Bilang aja lo panik.”

“Gue ga panik.”

“Lo panik karena ga ada yang ngingetin lo meeting marketing maju lima belas menit kan?”

Liam terdiam.

Gema ngakak. “ASTAGA! Jadi bener?”

Liam menutup wajah sebentar. “Gue lupa cek email karena gue semalem kerja sampai subuh.”

“Dan biasanya Anna yang ngecek email pagi-pagi.”

“…iya.”

Gema menyandarkan tubuh. “Li, dunia bukan kiamat kalo Anna izin setengah hari. Tapi gila sih impact anak itu ke kerjaan lo.”

Liam tak membantah kali ini.

Ia hanya menatap meja. Lurus. Tanpa ekspresi.

Pukul dua belas lebih lima menit, pintu ruangannya diketuk.

Liam mendongak.

“Masuk,” katanya cepat. Terlalu cepat.

Anna masuk sambil membawa beberapa map. “Permisi, Pak. Saya sudah kembali.”

Liam otomatis berdiri sedikit, seolah refleks menyambut stabilitas hidupnya yang baru kembali.

“Ujian lancar?” tanyanya datar. Tapi suaranya terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya.

“Lancar, Pak. Terima kasih sudah mengizinkan.”

Anna meletakkan dokumen. “Ini agenda rapat sore yang sudah saya rapikan. Dan ini data revisi tender yang Bapak minta.”

Gema yang masih duduk di sofa hanya menyeringai lebar sambil melirik Liam.

Tatapannya berkata: Tuh kan, baru balik lima detik ruangan lo langsung hidup lagi.

Anna memandang keduanya bingung. “Ada yang salah, Pak?”

“Tidak,” jawab Liam cepat. “Semua sudah… baik.”

Lalu menambahkan, tercekat, “Terima kasih, Anna.”

Anna sedikit kaget karena jarang mendengar ucapan itu dari Liam. “Sama-sama, Pak.”

Begitu Anna keluar, ruangan itu kembali hening.

Gema langsung bersiul pelan. “Satu kata dari gue: ketergantungan. Dan itu bukan hal buruk, Li.”

Liam menatap pintu yang baru saja ditutup Anna.

Untuk pertama kalinya hari ini, ia tidak membantah.

1
Evi Lusiana
liam sm ana yg galau,aku yg baper thor,di tunggu up ny thor🙏
Evi Lusiana
ana gk peka dg perasaan liam
elistya suci
up lagi dong thor🙏🙏🙏
Evi Lusiana
gengsi lo gdein liam
Noer Edha
karya ini membuat kita masuk dalm arus ceritqnya...setiap kalimatx tersusun..dan memuaskan bagi sqya yang membacanya..
Evi Lusiana
sial bner nasib ana thor punya boss ky gk puny hati
Evi Lusiana
dasar boss aneh,msih mencari² titik lemah ny seseorang yg bnr² cerdas
Evi Lusiana
kesempatan datang bwt ana
Drezzlle
udah jatuh tertimpa tangga ya rasanya pasti
Evi Lusiana
betul kt lusi,ceo kok gk profesional
Evi Lusiana
egois gk sih si liam,jd bos besar hrsny profesional kko pun mo memberi hukuman sm ana y gpp tp jgn smp smua org jd mengucilkany krn kmarahan liam sm smuany
Evi Lusiana
bagus critany thor,perusahaan yg tdk hny mnilai fisik lbih k kmampuan calon karyawan ny
Evi Lusiana
percayalah ana tiada perjuangan gg sia2
Evi Lusiana
mewek bacany thor,bayangin hdp merantau sndr menanggung beban sndri
Evi Lusiana
semangat ana kebahagiaan menantimu
Valen Angelina
makanya Liam jgn jahat2 ..nnti jatuh cinta gmn wkwkwkw🤣
Valen Angelina
bagus ceritanya...moga lancar ya 💪💪💪
Valen Angelina
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!