"aku...aku hamil Rayan !!" teriak frustasi seorang gadis
" bagaimana bisa laa" kaget pemuda di depannya.
Laluna putri 19 tahun gadis desa yatim piatu yang tinggal bersama neneknya sejak kecil.
Rayyan Aditya 22 tahun mahasiswa semester akhir anak orang berada asal kota.
Alvino Mahendra 30 tahun CEO perusahaan besar AM grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizkysonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
Pagi itu udara di rumah keluarga pak Robi terasa sejuk. Embun masih menempel di jendela kamar, sementara aroma teh hangat dari dapur perlahan menguar. Luna bangun lebih awal seperti biasa. Meski perutnya mulai membesar, ia tetap berusaha ringan tangan membantu di dapur.
" nduk kamu gak usah bantu-bantu, duduk aja sana" bi Ida mengingatkan
" aku bosan bi diem aja, kata Dokter juga Boleh kok asal gak yang berat-berat aja"
" ya udah,kamu bantuin potongin sayur nya sambil duduk aja ya" kemudian bi Ida menuntun Luna ke arah meja dan menyuruh Luna duduk
" terimakasih bi" Luna beruntung bertemu dengan bi ida yang baik, yang sudah menganggap nya anak.
" sama-sama nduk... Bibi senang melihat kamu bahagia" bi Ida memang yang paling tau bagaimana Luna di perlakukan di rumah ini.
" ouh ya.. Kemarin bagaimana periksa nya"
" semua baik-baik saja bi... Beby nya juga tumbuh dengan baik, dia juga aktif bi.. Sering banget nendang-nendang nya ." dengan antusias Luna menceritakan tentang pemeriksaan kemarin.
" syukurlah kalau begitu bibi seneng mendengar nya"
Mereka ngobrol layak nya ibu dan anak, memang bagian perdapuran juga tanggung jawab makanan, bi Ida yang di tugaskan.. Untuk dua bibi yang lain nya punya tugas masing-masing... Jadi Luna dan bi Ida bebas ngobrol apa saja karena sudah tidak canggung lagi.
...
“Luna, kamu nggak usah capek-capek, duduk aja sana" melihat Luna yang membantu menyiapkan makanan menegurnya dengan nada datar,
Luna tersenyum sopan.
“Gapapa, mah. Lumayan buat gerak dikit. Kalau diam terus malah pegal.”
" di bilangin juga... Ngeyel kamu ya.. Sudah duduk sarapan sana. Ada bibi juga yang nyiapin" gemas Bu Meri melihat Luna yang selalu ngeyel kalau di bilangin.
" sudahlah lun, kamu nurut saja pada mama mu itu, gak akan berhenti ngomel kalau kamu gak nurut hehe" pak Robi senang melihat istrinya yang bisa menerima menantu nya itu, walau masih galak tapi itu memang karakternya
Luna mengangguk patuh. Meskipun kadang ada rasa sesak canggung, ia tetap berusaha tersenyum
Tak lama kemudian, Novi datang berkunjung.
" selamat pagi semua" sapa Novi ceria
" pagi juga sayang... Tumben pagi-pagi sudah kesini" jawab Bu Meri
" ia nih bosen di rumah, mas Rendi sudah ke kantor pagi-pagi sekali" keluh Novi
“apa kabar bumilku sayang .” sapa nya pada Luna sambil mencium pipinya
Novi memang selalu tahu cara membuat suasana jadi lebih ringan.
" aku baik kak"
Ia memang memperlakukan Luna seperti adik sendiri.
“Terima kasih, Kak. kakak selalu aja bisa buat aku senyum.”
“Yah, namanya juga kita keluarga . Tapi kamu hebat, Lun. Nggak gampang lho, hamil besar seperti ini,” ucap Novi sambil tersenyum.
Di balik meja makan, Bu Meri melirik diam-diam, matanya menatap Luna yang tampak tenang. Mungkin di dalam hati kecilnya, ada sedikit rasa kagum, meski bibirnya masih sulit mengungkapkan.
" sudah jangan ngobrol aja, ayo sarapan dulu,"
" iya mahh .." serempak Novi dan Luna menjawab
Sementara pak Robi hanya terkekeh melihat nya.
....
Siang harinya, ketika yang lain sibuk, Luna duduk di teras sambil mengelus perutnya. Ia membatin,
“Hari ini Rayyan pasti sibuk lagi ya… tapi nggak apa-apa. Aku di sini baik-baik aja.”
" kenapa sih bumil kok melamun aja" tiba-tiba Novi ikut duduk
" enggak kak.. Cuma lagi ke inget kak Rayyan aja" Cicit Luna
" Ouh lagi kangen ayah.. ya Beby..." goda Novi
Luna tersenyum mendengar candaan Novi, mereka ngobrol banyak, sana sini di bahas nya.
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara Bu Meri,
“Luna! Novi! Jangan duduk lama-lama di situ, nanti masuk angin!”
Nada suaranya terdengar galak, tapi Luna tahu, di balik itu ada sedikit perhatian.
Keduanya saling pandang lalu terkekeh
Luna tersenyum pelan. “Iya, mah.. kita masuk sekarang.”
Dan untuk pertama kalinya hari itu, Bu Meri menatapnya tanpa sinis, hanya diam, tapi tidak dingin.
Hari-hari bersama keluarga besar Rayyan tak selalu mudah, tapi sedikit demi sedikit, Luna mulai diterima… meski tanpa perlu banyak kata.
....
Malam turun pelan. Hujan rintik-rintik membuat udara di rumah terasa lebih tenang dari biasanya. Dari dapur terdengar bunyi panci dan aroma sup ayam yang sedang dimasak bibi. Luna masuk ingin membantu, ia mengenakan daster panjang, rambutnya diikat seadanya, wajahnya tampak cerah tapi lembut.
Di ruang tamu, Pak Robi dan Tomi sedang menonton berita. Suara televisi samar-samar menyatu dengan dentingan sendok dari dapur.
Bu Meri muncul sambil membawa bantal kecil dan meletakkannya di kursi. Tatapannya tertuju ke arah Luna yang sibuk mencicipi masakan.
“Luna, kamu ngapain ikut masak ?” tanyanya dengan suara agak pelan.
“gak kok mah, Luna cuma lihatin aja,” jawab Luna cepat.
Bu Meri diam sejenak, matanya sedikit melunak.
“Hm... ya, bagus. Biar kamu pinter masak juga.. Tapi jangan sampai kecapean .”
Nada suaranya kali ini tak setegang biasanya.
Luna tersenyum kecil. “Iya, ma. Terima kasih.”
Tak lama kemudian, Tomi datang membawa piring dan mangkuk. “Ayo makan, semuanya. Luna masak apa wangi banget, nih!” katanya ceria.
Tomi mengambil nasi sambil tertawa, “Wah, kalau gini tiap hari aku bisa nambah terus!”
Makan malam berlangsung sederhana. Bu Meri sempat beberapa kali melirik Luna, memperhatikan cara menantunya menyendok makanan perlahan-lahan sambil sesekali menahan perut yang mulai berat.
Luna sempat terkejut ketika tiba-tiba Bu Meri berkata,
“Luna, nanti habis makan langsung Istirahat dulu. Kamu kan lagi isi.”
Suasana di meja seketika hening.
Luna menatap Bu Meri, kaget tapi juga terharu.
“Iya, mah... makasih ya.”
Pak Robi hanya tersenyum kecil, menatap istrinya seolah bangga karena akhirnya mau melunak.
Sementara tomi menahan senyum.
Setelah makan, Luna duduk di teras lagi. Kali ini, tanpa teguran.
Bu Meri bahkan diam-diam menaruh segelas susu hangat di meja kecil di sebelahnya.
“Minum dulu, biar tidurnya nyenyak,” katanya singkat.
Luna menunduk, menatap gelas itu lama-lama, lalu berbisik pelan,
“Terima kasih, mama…”
Dan malam itu terasa berbeda — tidak ada kata-kata tajam, tidak ada dinginnya tatapan, hanya keheningan yang pelan-pelan berubah menjadi kehangatan.
---
Hatinya Laluna sedang bahagia, ia seperti biasa memeluk kemeja Rayyan erat, bibirnya tersenyum, tapi matanya tetap mencari bayangan Rayyan di setiap sudut kamar ,Ia tahu, kebahagiaan ini belum lengkap tanpa lelaki itu di sisinya. Namun untuk sementara, Luna memilih menikmati hari dengan senyum dan rindu yang ia jaga baik-baik—sampai waktu mempertemukan mereka lagi.
.
.
.
hallo semua... Apa kabarnya hari ini...☺️
Terimakasih ya buat yang selalu nungguin cerita nya Laluna 😄😄
Jangan lupa untuk selalu dukung author dengan like and comen and vote ya🤗🤗
Love
You
😍