Seorang pria misterius menggunakan 2 sumber kehidupan untuk membentuk klon Dao yang sempurna. tapi tidak seperti klon pada umumnya, klon yang dia buat dari dua sumber kehidupan berubah menjadi bola cahaya bewarna biru yang isinya sebuah jiwa janin. apa yang akan dia lakukan dengan itu?
jika penasaran langsung saja baca novelnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemburuan!!
Pagi hari di gunung belakang Sekte Langit Cerah.
cahaya matahari menyapu lembut puncak bebatuan dan dedaunan. Kabut tipis mulai sirna, digantikan oleh hangatnya pagi.
Suara langkah ringan menggema dari dalam sebuah gua, dan Chen Yu akhirnya keluar setelah berhari-hari berlatih keras.
Di luar gua, dua sosok sudah menunggu Puyou, yang sedang menggigit camilan sambil bersandar di pohon, dan Xining, berdiri anggun dengan tangan menyilang di dada.
Xining: "Akhirnya kau keluar juga. Jadi, sampai mana tingkat kultivasimu sekarang, hm? Dan kenapa kau menyembunyikannya dariku?"
Puyou menimpali sambil mengunyah.
"Benar, sahabatku! Kau membuat kami penasaran selama ini. Untuk apa menyembunyikannya?"
Chen Yu mengangkat alis, bibirnya membentuk senyum mengejek. Ia menepuk-nepuk pakaiannya sambil menjawab dengan nada santai.
"Bukankah kalian juga begitu? Kakak Xining dan Puyou menyembunyikan kekuatan kalian dari semua orang. Jadi kupikir... adil kalau aku juga menyimpannya."
Xining mendengus kecil, lalu melirik ke arah Puyou yang hanya tertawa kecut sambil menepuk perutnya sendiri.
"Hmph. Lupakan saja. Yang penting sekarang, kita harus segera pergi ke lokasi Pertarungan Antar Sekte. Di perjalanan nanti, Ketua Sekte akan memberikan arahan."
Puyou langsung berseru riang.
“Akhirnya waktunya makan besar. eh maksudku, bertarung!”
Namun, sebelum mereka berangkat, Xining menatap Chen Yu dengan sedikit ragu dan bertanya:
"Chen Yu. Sekte Langit Cerah kita sangat bermusuhan dengan Sekte Langit Merah. Tempat MuWan berada. Bagaimana menurutmu? Apa kau tidak... keberatan?"
Chen Yu menatap ke langit sejenak, lalu menatap Xining dengan tatapan penuh keyakinan. Suaranya tenang namun tegas:
"Aku tidak peduli siapa lawan kita. Entah itu Sekte Langit Merah atau sekte mana pun. Yang aku tahu, aku harus menang."
Ia mengepalkan tangan di depan dadanya, matanya bersinar penuh tekad.
"Itu janji yang kubuat kepada MuWan. Aku akan berdiri di puncak. agar dunia tahu, bahwa suami MuWan bukan pria biasa."
Puyou berseru, “Wah! Lihat siapa yang jadi romantis pagi-pagi begini!”
Xining hanya tersenyum pelan, matanya menatap Chen Yu dengan campuran kagum dan geli.
"Kalau begitu, ayo kita buktikan. Pertarungan ini akan jadi panggungmu, Chen Yu."
Mereka bertiga pun melangkah menuju tempat berkumpul, di mana perahu terbang milik sekte sudah menunggu bersama para murid lainnya dan Ketua Sekte.
Langit pagi di atas Sekte Langit Cerah begitu jernih, ditembus cahaya keemasan matahari. Perahu terbang besar berukir awan dan petir perlahan mengambang dari dermaga langit, membawa rombongan murid terbaik menuju arena Pertarungan Antar Sekte.
Di atas dek utama, berkumpul para murid inti termasuk Chen Yu, Xining, dan Puyou, serta tujuh murid inti lainnya. Di depan mereka, berdiri seorang pria paruh baya berjanggut runcing dengan jubah putih bersulam awan merah. Ketua Sekte Langit Cerah, Master Hong Yanzhou.
Dengan tangan di pinggang dan dada membusung penuh percaya diri, beliau menyapu pandangannya ke seluruh murid, lalu berbicara dengan gaya teatrikal.
Ketua Sekte Hong Yanzhou.
"Murid-muridku! Pertarungan antar sekte bukanlah piknik. Ini adalah medan perang kehormatan! Di sana. kalian akan dihujani pukulan, tatapan sinis, dan mungkin, anggur basi dari sekte lain!"
Semua murid saling melirik, tak tahu harus tertawa atau serius.
Ketua Hong tiba-tiba menatap Chen Yu dengan serius. Lalu tangannya terangkat tinggi, jari telunjuknya menunjuk lurus ke arah Chen Yu.
"Chen Yu! Dengarkan baik-baik, anak muda! Kalau kau bertemu musuh JANGAN ragu! Jangan beri belas kasihan! Apa yang harus kau lakukan?"
Chen Yu mengernyit, mencoba menjawab serius, "Mengalahkannya, Ketua?"
Ketua Sekte mengepal tangan penuh semangat.
"SALAH!"
Semua murid terpaku. Lalu, dengan semangat membara, ketua sekte berteriak sambil menirukan gerakan aneh. satu kaki diangkat, tangan menekuk seperti hendak menendang, dan satu tangan seperti mencubit.
Ketua Sekte: "Pukullah bokongnya! Tendang dia sampai berputar-putar seperti belut di atas wajan panas! Jangan biarkan dia sadar siapa dirinya!"
"Dan setelah itu lempar satu lelucon, bikin mentalnya runtuh!"
Para murid kini tak bisa menahan tawa. Bahkan Xining menutup mulutnya, berusaha tetap tenang, sedangkan Puyou hampir tersedak anggur spiritual yang baru saja dia teguk.
Di belakang, Tetua Qingwei yang berdiri bersandar pada tiang kapal hanya menghela napas panjang, lalu bergumam setengah jengkel.
"Astaga. Kenapa dia malah ikut-ikutan konyol seperti Chen Yu. Padahal dulu dia itu sosok yang penuh wibawa."
Chen Yu hanya tersenyum santai sambil menggaruk kepala. Ia berbisik pada Puyou.
"Ketua sekte kita ternyata bisa juga jadi pendekar lawakan. Aku kira cuma kau yang seperti itu."
Puyou sambil nyengir lebar.
"Hahaha, aku punya saingan baru sekarang."
Lalu.
Perahu pun melaju semakin tinggi, menembus awan menuju tempat di mana para sekte besar akan berkumpul, dan perang kehormatan antar murid akan segera dimulai.
Chen Yu mengepalkan tinjunya. Wajahnya yang masih menyimpan tawa kini mulai berubah serius.
Chen Yu bergumam.
"MuWan. lihatlah. Aku akan menepati janjiku. Aku akan berdiri di puncak."
Langit di arena Pertarungan Antar Sekte tampak megah. Ribuan murid dari sekte-sekte besar berkumpul, memenuhi tribun yang mengelilingi arena batu putih berbentuk heksagonal. Spanduk-spanduk sekte berkibar, dan para tetua dari berbagai faksi duduk di kursi kehormatan.
Seketika, langkah-langkah anggun terdengar.
Dari arah barat arena, rombongan Sekte Langit Cerah tiba dengan perahu terbang mereka. Di depan barisan itu, berdiri seorang pemuda dengan baju biru sederhana yang berkibar ditiup angin. Chen Yu, dengan ekspresi tenang dan mata tajamnya, memancarkan aura yang tidak bisa diabaikan.
Para murid wanita dari sekte-sekte lain secara spontan membisikkan kekaguman.
"Siapa itu?"
"Pemuda dari sekte mana? Wajahnya tampan sekali. seperti pahlawan dari lukisan kuno."
Di antara kerumunan murid wanita Sekte Langit Merah, seorang gadis mengenakan jubah merah muda muda dengan pita di pinggang menatap Chen Yu tanpa berkedip.
Dia adalah Lingshi, sahabat dekat MuWan. Wajahnya merona, matanya berbinar seolah terpikat oleh pandangan pertama.
Lingshi berbisik pada MuWan dengan malu-malu.
"MuWan pria itu dia sangat tampan. Jika kau punya kesempatan, bantu aku mengenalnya, ya?"
MuWan, yang berdiri di sampingnya dengan jubah merah terang, mendadak membeku.
Senyum yang semula ia tunjukkan pada para murid di sekitarnya lenyap seketika. Matanya menatap lurus ke arah Chen Yu, lalu ke arah Lingshi. Hatinya terasa seperti ditusuk sesuatu.
MuWan bergumam.
Lingshi kau tidak tahu apa-apa.
Wajah MuWan memerah. Bukan karena malu, tapi karena amarah yang ia tekan dalam diam.
MuWan berpura-pura tersenyum, suaranya agak datar.
"Aku rasa dia sudah ada yang punya."
Lingshi mengerutkan alisnya, menatap MuWan heran.
"Sudah ada yang punya? Siapa? Apa dia murid Sekte Langit Cerah juga?"
MuWan menoleh, menatap arena, lalu bergumam.
"Nanti juga kau tahu."
Tatapannya kembali pada Chen Yu yang sedang berbicara santai dengan Puyou dan Xining. Tapi dari balik tatapan itu, ada perasaan khawatir, cemburu dan perasaan memilukan yang tak bisa ia ungkapkan.
MuWan bergumam.
Chen Yu kenapa kau begitu bersinar di depan semua wanita. tapi aku bahkan tak bisa memanggilmu dengan bebas di tempat ini.
Sementara itu, di tribun seberang, Chen Yu sedikit menoleh, seolah merasakan seseorang mengamatinya. Tapi dia tidak tahu. bahwa tatapan itu adalah milik wanita yang sangat ia cintai MuWan, yang saat ini menahan gelisah dalam diam.
Tapi tiba tiba.
Chen Yu yang berdiri di barisan Sekte Langit Cerah, tiba-tiba melihat sosok yang familiar. itu MuWan. Jubah merahnya berkibar, rambut panjangnya tergerai anggun, dan wajahnya tetap cantik seperti saat terakhir kali mereka bertemu.
Tanpa berpikir panjang, Chen Yu langsung melangkah cepat bahkan hampir seperti berlari menuju MuWan yang berada di antara kerumunan murid Sekte Langit Merah.
Chen Yu bergumam.
MuWan akhirnya aku melihatmu lagi.
Lingshi, yang berdiri di samping MuWan, memicingkan mata saat melihat Chen Yu mendekat.
Namun saat hanya tinggal beberapa langkah lagi.
MuWan tiba-tiba berbalik. Ia melangkah cepat ke arah seorang pria tinggi berambut perak. Jhisan murid senior sekaligus kebanggaan Sekte Langit Merah. Dengan angkuh dan percaya diri, Jhisan tersenyum menyambutnya.
Chen Yu berhenti mendadak, langkahnya tertahan.
MuWan tersenyum, matanya menatap tajam ke arah Chen Yu, tapi berpura-pura tidak melihat.
“Jhisan, kau harus menang, ya. Aku ingin melihatmu menang di final.”
Jhisan pun tertawa ringan, lalu menggenggam tangan MuWan.
“Tentu saja. Untukmu, MuWan-ku yang cantik, aku pasti akan menang.”
Dada Chen Yu terasa sesak. Tapi wajahnya tetap tenang, senyum tipis terlihat diwajahnya.
Chen Yu bergumam.
Apa ini? Perasaan seperti ditusuk, tapi tidak berdarah.
Ia membalikkan badan pelan, matanya kosong menatap langit yang berubah jingga.
“Sulit dimengerti.”
Lalu ia berjalan pergi, perlahan, tanpa menoleh lagi.
Lingshi yang menyaksikan kejadian itu menatap kepergian Chen Yu dengan rasa bingung dan heran.
Lingshi berbisik dalam hati.
Kenapa pria tampan itu datang dan pergi begitu saja?
Sementara itu, MuWan yang masih berdiri di samping Jhisan perlahan melepaskan tangannya.
Jhisan menatapnya bingung, tapi MuWan tidak berkata apa-apa. Dia hanya menunduk, lalu melirik ke arah tempat Chen Yu berdiri tadi. Tapi sosok itu sudah tidak ada.
MuWan berkata dalam hati.
Chen Yu. maaf aku hanya ingin melihat reaksi mu. Tapi kenapa aku malah menyakitimu.
Angin sore meniup halus rambut MuWan, membawa serta perasaan sesal yang menyelinap diam-diam ke dalam hatinya. Sementara dari kejauhan, Chen Yu menatap langit. namun pandangannya seperti menerobos awan dan kabut mencari jawaban atas perasaannya yang tiba-tiba kacau.
Chen Yu bergumam.
Kenapa hanya satu genggaman tangan membuatku terasa seperti ditinggalkan selamanya…?
dusah GHOBLOK lembek lagi,
mendingan gak usah di lanjutkan lagi ini alur ceritanya