Bayangkan, kedamaian dalam desa ternyata hanya di muka saja,
puluhan makhluk menyeramkan ternyata sedang menghantui mu.
itulah yang Danu rasakan, seorang laki-laki berusia 12 tahun bersama teman kecilnya yang lembut, Klara.
Dari manakah mereka?
kenapa ada di desa ini?
siapakah yang dapat memberi tahuku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mengare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Kambali
Suara derap Kaki kuda terdengar silih berganti. Tiga orang mengenakan jubah dengan penutup kepala, melewati bagian Utara hutan yang merupakan dataran tinggi dengan tanah yang landai. Rumput tumbuh dengan hijau, sementara tumbuhan di sekitar tumbuh bervariasi.
Cahaya matahari menembus sela-sela dedaunan dari pohon yang tumbuh rimbun. Tuan Daniel membawa sebuah benda panjang berbungkus kain pada punggungnya. Dia mengendarai kuda bersama Zen serta Sisil yang berjalan di depannya.
Mereka dapat melihat kilatan cahaya yang samar dari sisi timur hutan, entah apa yang terjadi di sana. Wajah Tuan Daniel tampak tegang, tidak ada senyuman di sana, hanya kerutan penuh kekhawatiran pada pelipis matanya.
Dia beberapa kali menoleh pada kabut hitam yang terus meluas dan hampir menyampai tempat pengungsian, tempat istri dan anaknya berada.
Zen melirik ke belakang, dia dapat mengetahui kecemasan Tuan Daniel meski hanya sekilas. "Sebentar lagi kita akan sampai pada tempat yang di maksudkan Nona Hayako, sebaiknya kita sedikit lebih cepat."
Sisil dan Tuan Daniel mengangguk, mereka bertiga segera memacu kuda mereka dan melaju dengan lebih cepat.
Angin menyapu helai rambut Sisil yang tergerai. Dia terus memantau sekitar dengan waspada, tidak ada yang menjamin mereka aman meski di luar kabut.
Mereka sampai pada hamparan terbuka yang menjulang. mereka dapat melihat dengan jelas kabut hitam dan desa dari sana.
Tuan Daniel turun lebih dulu dari kudanya. Dia berjalan di depan sambil melihat lekat pada kabut hitam yang agak terbuka, meski kabut perlahan-lahan menutupinya kembali.
Tuan Daniel mengingat kembali rapat saat itu,
#####
Hayako berkata kalau dia akan memberikan segel yang ia miliki kepada setiap orang yang hadir pada rapat malam itu -malam sebelum peperangan pecah.
Dia menunjukkan sebuah kotak berisikan butiran mutiara kuning yang terlapisi dengan energi sihir murni.
Namun, saat Bardur akan mendekat untuk melihat lebih jelas butiran itu, Hayako menutup kembali segel itu.
Dia menerangkan, "saya bisa saja memberikan segel ini saat ini juga, tapi sebelum kalian mengambilnya, bisakah kalian mempertimbangkan pendapat ku?"
Bardur memutar bola matanya, dia tampak kesal sementara yang lainnya hanya diam sebagai isyarat setuju.
Hayako menjelaskan dengan senyum datarnya, "segel ini akan segera aktif begitu menyentuh pusaran energi hitam, tapi butuh waktu sekitar 20 detik untuk mengaktifkannya secara penuh dan pada masa ini, mutiara ini tidak boleh terganggu oleh apapun.
Jika tidak, mutiara ini akan meledak dan hancur."
Tetua Jarwo melirik kotak berisi segel itu. "Lalu apa yang anda rencanakan?"
Hayako membalas, "saya mengusulkan untuk membaginya menjadi dua."
"Dua? Dengan mutiara sebanyak itu, akan lebih baik jika membaginya secara merata!" Protes Bardur -tidak terima.
Hayako menjelaskan dengan tenang, "kita tidak tahu apa yang ada di dalam sana ditambah kabut hitam adalah wilayah yang menguntungkan mereka, jadi saya ingin ada dua kelompok yang memancing mereka dari sisi timur dan barat hutan, mereka adalah Komandan Amel Ambler dan Veteran Perang -Tuan Thomas.
Sementara itu saya akan menyerang dari kejauhan dengan senjata ini."
Hayako bertepuk tangan, memberikan isyarat pada pengawal di luar tanda untuk membawakan dua senapan laras panjang di hadapan semua orang yang hadir.
Hayako menatap mereka dengan puas, melihat ekspresi kagum mereka.
Zen bertanya dengan heran, "bagaimana cara kerja senjata ini? Dan kenapa senjatanya ada dua?"
Hayako menjawab, "fungsi senjata ini kurang lebih sama dengan panah, hanya saja daya tembakan nya lebih besar dengan jarak jangkauan yang lebih jauh dan akurasi yang lebih baik.
Rencananya akan dia orang yang akan menembak dari Utara dan Selatan hutan, memanfaatkan penjagaan yang telah terpencar.
sayangnya bawahan saya tewas sebelum sampai di sini, jadi kita butuh penggantinya."
Diskusi panjang terjadi setelahnya dan menyepakati Tuan Daniel sebagai penggantinya karena pengungkapan bahwa dia perna memegang senjata itu sebelumnya.
#####
Kembali pada masa sekarang
Tuan Daniel menghela nafas meski dia sendiri yang mengajukan diri karena keadaan yang genting tapi dia tetap merasa terbebani.
Hanya ada 4 kali kesempatan tembakan yang dia miliki atau semuanya akan berakhir tapi dia tidak punya waktu untuk ragu, meski hanya dengan melihat kabut berwarna hitam itu saja sudah menakutkan.
Sisil berjalan di sampingnya, dia mengambil sebuah teleskop dari tasnya, memantau keadaan pada pusat kabut dan benteng utama.
Sisil menoleh pada Zen dengan wajah cemas. Zen segera mendekat dan meraih teleskop dari tangan Sisil.
Zen tampak gelisah. Dia menyerahkan teleskop itu pada Tuan Daniel. "Kamu harus lihat ini!"
Tuan Daniel menerima teleskop itu dan melihat keadaan kacau dari benteng pertama meski tidak ada tanda-tanda kerusakan di sana.
#####
Pada benteng sederhana yang terdiri dari dinding-dinding dari karung tanah dan bangunan bekas tempat tinggal warga, kepulan tipis kabut hitam masuk perlahan.
Banyak pasukan yang terduduk lemas setelah dampak serangan mental serigala mata enam bahkan beberapa mereka sampai kehilangan kesadaran.
Tembakan fatal Hayako tidak mengubah situasi menguntungkan mereka sepenuhnya. Hampir separuh dari mereka yang tidak bisa melanjutkan peperangan. Hayako melihat pasukannya dengan prihatin, kerugian mereka jelas lebih banyak dari pada pihak musuh.
Bardur berteriak-teriak dengan lantang pada bawahannya, memberikan instruksi kepada mereka untuk memindahkan orang-orang yang tidak bisa bertarung lagi.
Dia menarik seseorang yang duduk di pojokan benteng, dia menghadapkan wajah orang itu pada wajahnya.
"Hei lihat aku! apakah kamu masih bisa bertarung?" tanya Bardur pada orang itu yang di jawab dengan anggukan setelah diam sesaat.
Bardur menampar dengan keras kedua pipi orang itu hingga bengkak dan kembali bertanya, "apakah kamu bisa bertarung?"
Dia kembali mengangguk lambat, Bardur tersenyum licik kemudian menendangnya ke arah pasukan yang pingsan.
Sambil memberi perintah, "bagus, kalau begitu bawa orang-orang tidak berguna itu ke tempat pengungsian. Menjawab pertanyaan sederhana saja selambat itu, masih berani bilang mampu bertarung? Cih.."
Orang itu tampak kesal dengan perilaku semena-mena Bardur tapi hanya berani memakai dalam hati.
Bardur pergi ke sisi lain dan melakukan hal yang sama sampai terkumpul sekitar 12 orang yang menatapnya dengan penuh Ceci maki.
Bardur menoleh ke arah mereka dan mereka segera berganti wajah layaknya orang lemah. Bardur merasa ada yang salah tapi dia tidak peduli.
Bardur menghampiri sekretarisnya yang sedang menghitung kerugian mereka di tengah benteng. Dia berkata dengan lantang padanya, "hitung yang benar, kita akan menagih dua kali lipat harga pengobatan mereka."
Sekretarisnya terdiam, dia benar-benar kehabisan kata-kata, manusia berakal mana yang mengatakan hal tidak tahu malu itu dengan lantang di depan para korban.
Perkataan Bardur itu membuat sebagian mereka bangkit dan berdiri dengan tegap.
"Lebih baik kesakitan dari pada membayar bajingan itu." begitulah kiranya yang mereka pikirkan.
"Cih.. Tidak tahu malu" ejek Bardur pada mereka.
Sekretarisnya menoleh pada Bardur lalu menatap kasihan orang-orang yang bangun itu. Dia bergumam, "penghinaan terburuk itu di saat di hina tidak tahu malu oleh orang yang tidak punya urat kemaluan."
Hayako berusaha mengabaikan perilaku Bardur meski Bardur beberapa kali menghina kuil setelah melihat salah seorang anggota kuil yang lemas akibat tekanan sebelumnya.
"Hahaha.. Apa benar kamu anggota kuil? Lemah sekali," hina Bardur sambil berjalan pergi mencari orang lain untuk di ejek.
Tetua Jaka hanya menyaksikan dan diam-diam tertawa karenanya.