Takdir hidup memang pilihan, lalu bagaimana kalau takdir itu yang memilihmu?
"Disaat takdir sudah memilih mu, aku sudah siap dengan segala resikonya!"
Bekerja sebagai pengasuh anak berkebutuhan khusus, membuat Mia harus memiliki jiwa penyabar yang amat besar.
Bagaimana reaksi Mia, saat anak yang diasuhnya ternyata pria berusia 25 tahun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SA BAB 27 Mia Harus Ikut!
Sepasang mata terus saja memperhatikan gerak gerik Mia, yang sedari tadi tidak mau diam.
Saat ini Mia tengah mencarikan pakaian yang pas untuk Januar malam ini. Kedua mata serta tangannya tidak bisa diam- mata Mia menatap liar ke setiap deretan kemeja dan jas mahal yang ada di dalam lemari.
"Warna hitam kayaknya keren," gumamnya pelan.
Mia meraih satu kemeja dan jas hitam, sudut matanya melirik pada celana bahan dengan warna senada.
Mia menghela napas pelan, dengan hati hati dia kembali menutup lemari besar yang menyimpan perlengkapan Januar.
Bahkan tanpa risih Mia meraih celana da*lam Januar dari salah satu laci. Sepertinya Mia sudah pro, jangankan hanya casingnya- onderdil dalamnya saja mereka sudah bersahabat baik.
"Ayo Janu pakai bajunya dulu! pasti Eyang Nyonya sama Nyonya Arista udah nunggu!"
Januar yang sedari tadi hanya diam, bersila diatas tempat tidur sembari memainkan rubik- bahkan Januar masih menggunakan handuk.
"Janu enggak mau ikut sama Mama!" lirihnya.
Pria bertubuh tinggi itu menunduk, kedua matanya sendu membuat Mia menghela napas- bahkan Sang Pengasuh menghentikan gerakan tangannya sejenak, saat Mia hendak membuka handuk yang membelit pinggang Januar.
Namun beberapa detik kemudian, Mia kembali membuka kain putih itu tanpa ragu. Masalah seperti ini sudah menjadi santapannya setiap hari. Bahkan dia dan onderdil original Januar sudah pro.
"Janu harus ikut. Nanti kalau Janu enggak ikut, Nyonya Arista bisa marah," bujuknya.
Dada Januar naik turun, pria berwajah tampan manis gemesin plus lugu itu menggeleng yakin. Gerakan tangannya di rubik nya semakin cepat, seakan tengah melampiaskan rasa yang membelenggu hatinya.
Sedangkan Mia, gadis berpiyama maroon itu terlihat cekatan saat memakaikan pakaian da*lam Januar, celana dan kemeja hitamnya. Rasa risih dan gugup Mia hilang begitu saja, dia juga tidak tahu kenapa.
Rasanya setelah beberapa kali melakukan hal ini, Mia semakin terbiasa dan tidak ingin melewatkannya.
"Janu enggak mau ikut Mama, kalau Mia enggak ikut!" pekiknya keras.
Mia bahkan terperanjat, tangannya hampir saja meleset memegang sesuatu yang tidak boleh dia pegang- selain istrinya Januar nanti.
"Astaga hampir saja," gumamnya pelan.
"MIA DENGAR JANU ENGGAK SIH!"
Mia kembali menyentuh dadanya dramatis. Bayi kecil kesayangannya tengah mengamuk, mengamuk karena sesuatu hal yang tidak mungkin dapat dia wujudkan.
"Janu, cakep, ganteng, manis, kesayangan Mia. Dengerin ya, inikan makan malam keluarga Janu sama rekan bisnis Nyonya, jadi Mia enggak mungkin ikut. Besok aja gimana, kita ke taman- nanti Mia beliin Janu es krim. Tapi sekarang Janu harus jadi anak baik oke!" bujuknya.
Januar tidak menjawab, dia malah melengoskan wajahnya ke arah lain, persis seperti anak kecil yang sedang merajuk. Bahkan Januar melipat kedua tangannya di dada, kedua matanya diam diam melirik pada Mia- yang saat ini tengah mengancingkan kemejanya.
"Pokoknya Janu enggak mau! Mia harus ikut titik!"
Mia menghela napas kasar, gadis berpiyama maroon itu mendongak- kedua mata bulat Mia menatap lembut pada Januar. Kedua tangan Mia reflek menangkub kedua sisi wajah Januar, menekannya sedikit membuat bibir pria itu mengerucut bagai ikan mas.
"Utu utu utu utu gemesnya. Janu mau Mia ikut?"
Januar mengangguk, kedua matanya berbinar- bahkan sepertinya Januar ingin berbicara namun Mia cepat menyelanya.
"Tapi Mia enggak bisa ikut, Janu pasti ngerti kenapa Mia enggak bisa ikut Janu ke acara itu. Mia cuma penga-,
"Mia itu milik Janu! jadi apa pun yang jadi milik Janu harus ikut kemana pun Janu pergi!" tukas Januar.
Pria itu menatap penuh arti pada Mia, bahkan Januar masih membiarkan Mia mengapit kedua pipinya.
Mia terlihat bimbang, dia tidak yakin kalau Nyonya Arista akan mengizinkannya ikut. Karena ini bukan bagian dari tugasnya.
"Mia harus ikut titik!"
"Enggak bisa Janu. Aduh aduh kepala Mia pusing,"
Rintihan bohong Mia membuat Januar panik, pria yang masih memakai boxer itu terlihat menangkub wajah Mia, lalu memberikan usapan di kening pengasuhnya.
"Sini Janu usapin, biar kepala Mia enggak sakit lagi,"
ADUH ADUH DEDE JANU, AKU TREMOR LIHAT KAMU
**HOLLA MET MALAM EPRIBADEH
JANGAN LUPA LIKE VOTE KOMEN HADIAH DAN FAVORITNYA
SEE YOU NEXT PART MUUUAAACCHH😘😘**
jadi pengasuh malah 🤗