Apa jadinya jika impian mu hancur di tangan orang yang paling kamu benci, tapi juga tak bisa kamu hindari?
"Satu tesis gagal, Karena seorang dosen menyebalkan, Semua hidup ku jadi berantakan"
Tapi siapa sangka semuanya bisa jadi awal kisah cinta?
Renatta Zephyra punya rencana hidup yang rapi: lulus kuliah, kerja di perusahaan impian, beli rumah, dan angkat kaki dari rumah tantenya yang lebih mirip ibu tiri. Tapi semua rencana itu ambyar karena satu nama: Zavian Alaric, dosen killer dengan wajah ganteng tapi hati dingin kayak lemari es.
Tesisnya ditolak. Ijazahnya tertunda. Pekerjaannya melayang. Dan yang paling parah... dia harus sering ketemu sama si perfeksionis satu itu.
Tapi hidup memang suka ngelawak. Di balik sikap jutek dan aturan kaku Zavian, ternyata ada hal-hal yang bikin Renatta bertanya-tanya: Mengapa harus dia? Dan kenapa jantungnya mulai berdetak aneh tiap kali mereka bertengkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Suasana kelas pagi itu cukup ramai. Mahasiswa sudah duduk rapi, menunggu kehadiran dosen yang sangat mereka kenal, Pak Zavian.
Mahasiswa bernama Zaki berbisik ke temannya
"Pak Zavian biasanya tepat waktu banget, ini tumben belum masuk."
"Iya... biasanya juga udah nongol di depan pintu tepat waktu"
"Iya, tapi tadi pagi gue sama sekali nggak lihat beliau"
"Apa beliau sakit?"
"Mungkin aja, beliau juga manusia biasa kan?"
Beberapa detik kemudian, pintu kelas terbuka. Semua kepala menoleh, tapi yang masuk bukan Zavian, melainkan Pak Bayu.
"Hah... Pak Bayu?"
Pak Bayu tersenyum ramah.
"Selamat pagi semuanya. Maaf mengecewakan kalian, hari ini saya yang akan menggantikan Pak Zavian. Dan maaf ya saya telat"
"Pak Zavian kenapa, Pak? Beliau nggak biasanya bolos…"
Pak Bayu berkata sambil membuka laptop.
"Beliau sedang ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi beliau minta saya ambil alih kelas hari ini."
Suasana kelas sedikit kecewa. Meskipun Zavian terkenal kaku dan minim senyum, cara mengajarnya sangat terstruktur dan menyenangkan. Beberapa mahasiswa bahkan mengeluh pelan.
Renatta diam di kursinya, dan berpikir.
Urusan mendadak? Tapi tadi pagi gue liat dia bawa tas kerja… kelihatannya juga gak buru-buru. Apa ada yang terjadi ya? Gak mungkin kan dia gak masuk kelas hanya karena marah sama gue?
Renatta menatap jendela sebentar, kehilangan fokus. Tapi ketika Pak Bayu mulai menjelaskan materi, ia kembali membenarkan posisi duduk dan fokus.
***
Waktu istirahat, Renatta duduk di bangkunya sambil memainkan handphone. Chat dengan Zavian terbuka, tapi hanya sebatas pesan-pesan lama.
Renatta berpikir dalam hati
Apa Gue harus nanya? Cuma tanya beliau di mana… bukan maksud kepo juga. Tapi… nanti dikira lebay lagi. Atau malah ganggu…?
Jempolnya sempat menulis "Pak Zavian, apakah..." tapi kemudian dihapus lagi.
Renatta menghela napas dan menaruh ponselnya di atas meja.
Udahlah... kalau penting, pasti beliau sendiri yang ngomong. Gak usah sok peduli juga...
Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap ke depan dengan pikiran melayang.
Kantin kampus, suasana cukup ramai. Renatta duduk bersama Sela, Mira, dan Arya sambil menikmati makanan yang baru saja ia traktir. Tapi dari tadi, Renatta lebih banyak menunduk dan memandangi ponselnya.
Sela sambil mengunyah, "Ren, kenapa sih? Lo kayak kehilangan arah gitu. Berantem lagi ya sama si Bastian?"
Renatta terkejut lalu buru-buru senyum, "Ahh… nggak kok, enggak berantem."
Mira menyikut Renatta pelan, "Terus kenapa? Dari tadi manyun terus. Makan dong, rugi lo udah nraktir tapi gak dinikmatin."
Renatta belum sempat menjawab, Arya sudah lebih dulu nyeletuk sambil minum es tehnya.
"Eh iya, ngomong-ngomong… Lo udah ketemu Pak Zavian belum? Udah minta maaf belum lo?"
Renatta hanya menarik napas panjang, lalu mendesah pelan. Ia bersandar di sandaran kursi.
"Dia nggak masuk hari ini…"
"Hah? Kenapa emang?" tanya Sela.
"Ada urusan katanya… gitu sih info dari Pak Bayu."
"Kurang enak badan kali?"
Renatta geleng pelan.
"Enggak keliatan sakit… tadi pagi gue lihat dia berangkat, rapi banget. Bawa tas kerja juga."
Arya mengangkat alis iseng.
"Wah… jangan-jangan… mau ketemu pacarnya kali tuh."
"Dih… masa iya sih dia rela bolos ngajar demi ketemu pacar? Bukannya dia tipe orang yang profesional gitu. Kayak bukan pak Zavian banget sih kalau gitu. Soalnya dia itu tipe orang yang lebih prioritasin tanggung jawab nya sebagai seorang dosen. Jadi ya... Gak mungkin aja ketemu pacarnya"
Mereka saling berpandangan, lalu tersenyum geli.
"Hmm… jadi ceritanya nih ya… Lo sedih karena Pak Zavian gak dateng hari ini?"
Renatta langsung menoleh cepat ke arah Sela.
"Hah? Nggak… bukan gitu… cuma aneh aja. Dia gak biasanya kayak gitu."
Mira menyeringai, "Ngaku aja kali Ren… ada yang ngerasa bersalah tuh, terus gak enak hati karena gak bisa ketemu langsung."
Arya menimpali sambil mengangkat sendok
"Ngomong-ngomong soal prioritas ya, semalam siapa tuh yang lebih milih pacarnya daripada kita, sahabatnya sendiri?"
Renatta tertawa malu, lalu menunduk.
"Ya ampun… Di ungkit lagi... Tapi gue bener-bener nyesel deh… Maaf ya, serius. Bener-bener khilaf banget kemarin."
Mira menggeleng tapi tersenyum.
"Udah lah, yang penting hari ini lo udah nraktir. Dimaafin deh… asal minggu depan gantian lo yang traktir lagi."
"Betul. Tapi kalo Pak Zavian masih ngambek, siap-siap aja tuh, minggu depan disuruh presentasi dadakan!"
Mereka tertawa bersama. Hanya Renatta yang masih menyimpan sedikit resah, pikirannya tetap melayang pada pria dingin yang hari ini tidak muncul di kelas.
***
Halaman depan kampus, suasana mulai ramai oleh mahasiswa yang pulang. Sebuah mobil mewah berhenti di depan gerbang. Dari dalam, Bastian keluar mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku, rambutnya disisir rapi. Aura cool dan percaya dirinya memikat perhatian.
Mira membelalak.
"Itu… mobil siapa anjir?"
Sela mengangguk ke arah mobil.
"Fix itu Bastian. Liat tuh, cowok-cowok aja sampe pada ngelirik."
"Bastian ini mobilnya ada berapa sih? Tiap hari ganti mulu perasaan"
Bastian berjalan santai ke arah Renatta, lalu membuka pintu mobil untuknya dan tersenyum manis.
"Udah nungguin, sayang? Ayo, hari ini khusus buat kamu."
Renatta tersenyum malu.
"Iya… makasih udah jemput. Guys, gue duluan ya."
"Woooooo romantis banget!" seru Mira dan Sela.
Arya senyum jail.
"Hati-hati ya calon ibu negara!!"
Renatta melambaikan tangan lalu masuk ke mobil. Bastian menutup pintunya lalu masuk ke sisi kemudi. Mobil perlahan melaju, dan semua mata tertuju pada mereka.
Tak jauh dari situ, beberapa mahasiswi sedang membicarakan mereka dengan nada tak mengenakkan.
"Itu cowoknya Renatta ya? Bastian? Yang punya startup gede itu?"
"Iya, keluarganya kaya banget. Gila sih… hoki banget tuh cewek."
"Eh tapi… Renatta tuh biasa aja gak sih? Cantik juga enggak banget, pinter juga ya… standar lah. Kok bisa dapetin Bastian?"
"Jangan-jangan dia yang ngejar-ngejar duluan tuh. Cari perhatian. Kan banyak tuh cewek kayak gitu."
Mira dan Sela yang mendengar itu langsung mendelik. Mira maju duluan, wajahnya jelas kesal.
"Eh, kalian ngomongin temen gue ya? Ngaca dulu deh, Renatta mungkin gak sempurna, tapi dia gak pernah nginjek orang buat dapetin sesuatu."
Sela menimpali.
"Dan Bastian pacaran sama Renatta karena mereka saling suka, bukan karena dia harus jadi sempurna di mata kalian. Gak usah sirik deh!"
"Ya ampun, baper banget. Kita cuma ngobrol biasa aja kok."
Mira semakin naik nada suaranya.
"Ngobrolnya jelek-jelekin orang itu bukan biasa, itu namanya nyinyir!"
Situasi mulai panas. Beberapa mahasiswa sudah mulai melirik ke arah mereka. Arya buru-buru maju dan berdiri di tengah-tengah.
"Udah udah, jangan bikin drama di depan kampus. Gak worth it ribut sama orang yang cuma bisa komen dari pinggir."
Sela masih mendelik ke arah mereka, tapi Mira akhirnya mundur setelah Arya menepuk pelan pundaknya. Mereka bertiga pun pergi menjauh sambil mendengus kesal.
Sela sangat kesal.
"Mulut orang emang lebih tajam dari silet."
"Tapi gue gak nyesel udah ngomelin mereka." ucap Mira.
Arya cengengesan.
"Kalian yang ngomel, gue yang deg-degan. Kirain bakal adu jambak tadi."
"Lo gak asik banget Arya!!! Harusnya Lo tuh tadi juga ikutan adu mulut"
"Tau tuh, sohib kita dihina anjir... Lo malah santai"
"Eh... Ini tuh masih wilayah kampus ege... emang Lo berdua mau dihukum lagi? Kali ini bukan bersihin area kampus tapi daerah kali Ciliwung gue rasa"
Ketiganya tertawa kecil, meskipun masih ada sisa kesal di wajah mereka.