Pernikahan Emelia dengan Duke Gideon adalah sebuah transaksi dingin: cara ayah Emelia melunasi hutangnya yang besar kepada Adipati yang kuat dan dingin itu. Emelia, yang awalnya hanya dianggap sebagai jaminan bisu dan Nyonya Adipati yang mengurus rumah tangga, menemukan dunianya terbalik ketika Duke membawanya dalam perjalanan administrasi ke wilayah terpencil.
Di sana, kenyataan pahit menanti. Mereka terseret ke dalam jaringan korupsi, penggelapan pajak, dan rencana pemberontakan yang mengakar kuat. Dalam baku tembak dan intrik politik, Emelia menemukan keberanian yang tersembunyi, dan Duke Gideon dipaksa melihat istrinya bukan lagi sebagai "barang jaminan", melainkan sebagai rekan yang cerdas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hutan terbakar
Gideon menghela napas panjang, menarik Emelia ke dalam pelukannya. "Seorang Duke tidak akan bertahan lama jika dia tidak tahu siapa saja ular yang merayap di halaman belakangnya, sayang. Aku memasang mata-mata untuk mengawasi Anna, dan mereka jugalah yang mengawasimu sejak hari pertama kau masuk kastil."
Emelia merasa lega, namun kekhawatiran baru muncul. "Tapi Gerya sudah kabur. Dan ada agen-agen lain di luar sana yang dikirim oleh Raja."
"Jangan khawatir," kata Gideon, mencium puncak kepala Emelia. "Aku sudah memanggil pasukan elitku. Mereka akan membereskan para agen Raja itu tanpa meninggalkan jejak."
Saat Emelia bersandar di dada Gideon, mencoba menenangkan diri dari rentetan pengkhianatan dan rahasia yang terungkap hari ini, sebuah pertanyaan mengusik pikirannya.
"Gideon," bisik Emelia, "Tadi kau bilang 'Agen Gerya'. Kau juga tahu soal 'dua pihak'. Siapa sebenarnya pihak lain yang mempekerjakan Gerya? Dan apa hubungannya dengan kalung ibu yang dilihat Nyonya Bernie?"
Gideon mempererat pelukannya, membiarkan bahunya menjadi tempat Emelia menumpahkan segala sesak dan kecewa. Isak tangis Emelia terdengar menyayat hati di tengah sunyinya pondok perburuan itu. Bagi Emelia, kehilangan Gerya terasa seperti kehilangan kepingan terakhir dari rumahnya di desa.
"Menangislah, Emelia. Tumpahkan semuanya," bisik Gideon lembut, tangannya mengusap punggung istrinya dengan protektif.
"Aku membagikan semua rahasiaku padanya, Gideon," isak Emelia di sela tangisnya. "Aku menceritakan betapa aku merindukan ibuku, betapa takutnya aku saat pertama kali datang ke kastil ini... Aku menyayanginya dengan tulus, tapi baginya, aku hanyalah alat untuk menjangkaumu."
Gideon terdiam sejenak, matanya menatap tajam ke arah pintu tempat Gerya menghilang. "Ular yang paling berbahaya adalah yang tumbuh di bawah kehangatan tangan kita sendiri, sayang. Dia memanfaatkan ketulusanmu karena dia tahu itulah kelemahan terbesar sekaligus kekuatan terindahmu."
Setelah tangis Emelia mulai mereda, Gideon membimbingnya duduk di depan perapian yang apinya masih berkobar hangat. Ia memberikan segelas air hangat dan menatap Emelia dengan serius.
"Kau bertanya tentang pihak lain dan kalung itu, bukan?" Gideon membuka suara dengan nada rendah. "Gerya bukan hanya bekerja untuk Raja. Dia juga menerima bayaran dari organisasi rahasia yang mengincar silsilah keluargamu. Mereka menyebut diri mereka 'Darah Biru Sejati'."
Emelia mendongak, matanya yang sembab menyiratkan kebingungan. "Apa hubungannya denganku? Aku hanya gadis desa."
Gideon mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Sebuah potret kecil yang sudah agak kusam. Di sana, terdapat lukisan seorang wanita yang sangat mirip dengan Emelia, mengenakan kalung yang sama dengan yang dilingkarkan Nyonya Bernie di lehernya secara sembunyi-sembunyi beberapa waktu lalu.
"Ibumu bukan meninggal karena sakit biasa, Emelia. Dan dia bukan guru musik biasa," lanjut Gideon. "Dia adalah putri bungsu dari kerajaan tetangga yang melarikan diri saat kudeta berdarah dua puluh tahun lalu. Kalung itu adalah segel kerajaan yang bisa membuka brankas penyimpanan harta dan dokumen rahasia negara. Nyonya Bernie mengetahuinya karena suaminya dulu adalah pengawal yang membantu ibumu melarikan diri, namun ia memilih untuk berkhianat demi emas."
Emelia terpaku, tangannya gemetar hebat. "Jadi... Gerya mendekatiku untuk mencari kalung itu? Dan Nyonya Bernie..."
"Nyonya Bernie ingin menyerahkan kalung itu kepada Raja untuk mendapatkan kembali posisinya di istana. Itulah sebabnya dia sangat ketakutan saat aku mengusir Anna; dia tahu waktunya sudah habis."
Tiba-tiba, terdengar suara siulan burung elang dari luar—tanda dari pasukan elit Gideon bahwa area sudah dibersihkan dari para agen Raja. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Dari arah kegelapan hutan, api mulai terlihat menyala.
"Gideon! Lihat!" Emelia menunjuk ke luar jendela.
Hutan di sekitar pondok mulai dibakar secara sengaja. Gerya, dalam keputusasaannya dan kebencian yang mendalam, ternyata tidak benar-benar pergi. Dia memilih untuk membakar semuanya jika dia tidak bisa mendapatkan balas dendamnya.
"Jika aku tidak bisa membunuhmu dengan tanganku, maka biarkan hutan ini menjadi makammu, Duke Jasper!" teriakan Gerya terdengar menggema dari balik pepohonan yang mulai dilalap api.
Gideon langsung berdiri, menyambar pedangnya dan menarik tangan Emelia. "Rencana berlibur kita berubah menjadi pelarian maut, Emelia. Pegang tanganku erat-erat, kita harus menembus api ini sekarang!"