NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25. Permintaan Tolong

Nokiami membaca pesan itu sekali lagi. Kali ini ia tak bisa menahan senyum tipis yang geli. Reygan. Hanya dia yang bisa membuat permintaan maaf dengan kue red velvet terasa seperti drama yang konyol. Balasan singkat itu datang tak sampai sepuluh menit setelah ia melihat Reygan membawa pergi kotak kue dan kopinya, entah kenapa terasa menghangatkan. Bukan hanya karena Reygan tidak mengabaikannya tapi ada nada penerimaan di baliknya.

Sejak hari itu, percakapan mereka lewat fitur chat di aplikasi kurir jadi sedikit lebih sering. Bukan soal pesanan, melainkan obrolan remeh-temeh yang anehnya jadi semacam rutinitas baru. Reygan akan mengeluh tentang pelanggan yang rewel atau pesanan yang ribet, dan Nokiami akan membalas dengan sindiran tentang betapa "efisiennya" hidup Reygan tanpa gula dan drama.

“Barusan ada yang pesan iced caramel macchiato dengan extra whip jam dua pagi,” tulis Reygan suatu malam, sekitar pukul sebelas. “Aku mau mencalonkan diri jadi kurir terbaik bulan ini, tapi kayaknya aku harus pensiun dini kalau ketemu pelanggan macam itu terus.”

Nokiami tersenyum membaca itu. Ia sedang membalut kembali pergelangan kakinya yang kini sudah jauh lebih baik, tapi ia masih berhati-hati. “Memangnya kenapa? Itu kan rezeki. Toh, kau pasti butuh uang tunai, kan? Bukan gelar.”

Beberapa detik berlalu, lalu muncul balasan. “Kau masih ingat itu?”

“Tentu saja,” Nokiami mengetik. “Pukulan terakhirmu cukup berkesan.”

“Bagus. Artinya kau belajar sesuatu,” balas Reygan. “Jangan jadi drama queen di dunia nyata.”

“Dan kau jangan jadi kurir yang anti-sosial di dunia yang penuh manusia,” sahut Nokiami.

Reygan tidak membalas lagi malam itu, tapi Nokiami tahu, itu adalah caranya untuk mengatakan, “Oke, kita impas.” Pertengkaran kecil mereka, yang kini terjadi di balik layar ponsel, terasa lebih aman, lebih akrab.

Nokiami merasa sedikit lega. Kaki terkilirnya membaik, Leo tidak menunjukkan batang hidungnya secara langsung, dan ia punya Reygan, si kurir pemarah, sebagai sekutu dadakan. Setidaknya, itulah yang ia pikirkan.

Malam itu, setelah makan malam mie instan yang ia masak sendiri, Nokiami duduk di sofa, membalut pergelangan kakinya untuk terakhir kali sebelum tidur. Ia merasa sedikit bangga. Ia bisa bertahan. Ia bisa mengurus dirinya sendiri. Ia bahkan bisa membuat Reygan, si gunung es itu, mengiriminya pesan di luar konteks pekerjaan. Mungkin ia tidak seburuk yang Leo katakan. Mungkin ia tidak selembut yang ia kira.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja kopi. Setelah diperiksa ternyata sebuah notifikasi pesan baru. Namun bukan dari aplikasi kurir, melainkan dari nomor tak dikenal. Nokiami mengernyitkan dahi. Biasanya, ia akan mengabaikan nomor asing, tetapi entah kenapa, malam itu, ia punya firasat buruk.

Jari-jarinya gemetar saat ia menyentuh layar. Pesan itu berisi dua hal. Yang pertama, sebuah foto. Foto itu diambil dari jarak yang cukup jauh, tapi Nokiami langsung mengenali gedungnya. Itu adalah kantor tempat Rina bekerja. Sebuah gedung perkantoran mewah di pusat kota. Firasat buruk itu semakin kuat.

Nokiami menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu. Ia beralih ke pesan kedua.

”Wah, wah, wah. Nggak nyangka ya, kamu bisa sejauh ini. Aku kira kamu bakal nangis-nangis minta pulang setelah seminggu. Tapi ternyata kamu cukup pintar bersembunyi. Tapi nggak cukup pintar, Sayang.”

Nokiami menelan ludah. Suara Leo yang licin dan meremehkan seolah terdengar di telinganya, meskipun itu hanya teks.

”Aku tahu kamu tinggal di apartemen temanmu. Aku tahu di mana dia bekerja. Dan aku yakin, dia nggak mau karirnya hancur karena melindungi seorang buronan yang melarikan diri dari perjodohan keluarga. Apalagi kalau sampai rahasia keluargamu yang paling busuk itu bocor ke media. Ingat, Nokia? Rahasia kecil ayahmu yang suka main belakang? Kalau itu sampai ketahuan, reputasi perusahaan kita bisa hancur. Dan bukan cuma itu, keluarga besarmu juga bakal kena imbasnya.”

Dunia Nokiami serasa runtuh. Kaki yang baru saja terasa membaik, kini serasa lumpuh. Ini bukan hanya tentang dia lagi. Ini tentang Rina juga tentang keluarganya. Rahasia itu ... rahasia yang selama bertahun-tahun ia dan ibunya mati-matian tutupi. Rahasia tentang skandal keuangan kecil yang bisa menghancurkan nama baik ayahnya dan seluruh kerajaan bisnis mereka jika sampai terkuak ke publik. Leo tahu dan tidak akan ragu menggunakannya.

Nokiami merasa mual. Ia menjatuhkan ponselnya ke sofa seolah benda itu terbakar. Tangannya gemetar hebat. Udara di apartemen terasa menipis, menyesakkan. Ia mencoba berdiri, tetapi kakinya lemas. Ia ambruk kembali ke sofa, air mata mulai menggenang di matanya.

Ini terlalu jauh. Leo tidak hanya mengancamnya secara fisik atau emosional. Ia mengancam untuk menghancurkan segalanya yang Nokiami cintai dan lindungi. Rina, yang sudah cukup berbaik hati menampungnya. Keluarganya, yang meskipun kolot dan sering membuatnya kesal, tetaplah keluarganya.

Nokiami memutar otak, mencoba mencari solusi. Ia harus memberitahu Rina, tetapi bagaimana? Rina pasti akan panik dan Leo pasti akan tahu jika Rina bertindak. Orang tuanya? Tidak, mereka hanya akan memaksanya kembali, mungkin dengan dalih "menyelamatkan reputasi keluarga." Polisi? Leo punya terlalu banyak koneksi. Ia bisa memutarbalikkan fakta dengan mudah.

Ia sendirian. Benar-benar sendirian.

Pikirannya melayang pada sosok kurir yang sinis itu. Reygan. Pria yang membentaknya, mengejeknya, tapi juga yang membersihkan lukanya, yang menciumnya di lobi untuk melindunginya. Pria yang ia benci, tapi juga yang ia sandari secara emosional tanpa sadar. Dia memang kasar, tapi dia juga satu-satunya orang yang tahu sebagian besar masalahnya, dan entah kenapa, ia percaya Reygan akan membantunya. Bukan karena ia dibayar, bukan karena ia punya kewajiban, tapi karena pria itu peduli. Atau setidaknya, ia tidak akan membiarkan Leo menang.

Nokiami meraih ponselnya lagi, masih dengan tangan yang gemetar. Ia membuka aplikasi kurir. Tidak untuk memesan makanan. Ia mencari nama Reygan di riwayat obrolan mereka. Jantungnya berdebar kencang, kali ini bukan karena amarah atau geli, tapi karena ketakutan yang mencekam dan harapan tipis.

Ia mulai mengetik, jari-jarinya kaku dan lambat.

“Reygan, ini Nokia.”

Ia berhenti sejenak dan menelan ludah. Bagaimana ia harus mengatakannya? Bagaimana ia bisa membuat Reygan mengerti betapa gawatnya ini, tanpa membuatnya berpikir ia hanya drama queen lagi?

“Aku … aku butuh bantuanmu sekarang. Ini bukan soal makanan. Ini ... ini gawat. Aku nggak tahu harus menghubungi siapa lagi.”

Ia menekan tombol kirim. Lalu menunggu. Setiap detik terasa seperti satu jam. Ia terus menatap layar, berharap ada balasan secepat mungkin. Apa Reygan sedang bekerja? Apa dia sedang sibuk dengan pesanan lain? Apa dia akan mengabaikannya, seperti yang ia ancam akan lakukan di awal?

Pikirannya kalut. Ia mulai membayangkan skenario terburuk. Leo membocorkan rahasia itu. Rina kehilangan pekerjaannya. Keluarganya hancur. Semua karena ia berusaha kabur. Ia terisak pelan.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Reygan.

”Ada apa? Kau pesan drama tengah malam?”

Nokiami hampir menangis lega. Ia mengetik lagi, kali ini lebih cepat, lebih putus asa.

“Bukan, Reygan, bukan drama. Ini Leo. Dia … dia tahu semuanya. Dia mengancam akan membocorkan rahasia keluarga. Dia tahu di mana Rina bekerja. Aku … aku takut.”

Ia mengirimkannya, lalu menunggu lagi. Kali ini, Reygan tidak membalas dengan teks. Ponsel Nokiami berdering. Itu sebuah panggilan dari Reygan.

Nokiami langsung mengangkatnya, tangannya masih gemetar. “Reygan?”

“Kau baik-baik saja?” Suara Reygan terdengar tegang, tidak seperti biasanya. Tidak ada nada sinis, hanya kekhawatiran yang samar.

“Tidak,” bisik Nokiami, air matanya mulai mengalir. “Aku tidak baik-baik saja. Dia … dia benar-benar akan melakukannya. Aku tidak tahu harus bagaimana.”

“Oke, oke. Tenang. Tarik napas,” perintah Reygan, suaranya sedikit lebih kaku sekarang, mungkin karena ia sedang berpikir. “Ceritakan padaku. Apa yang dia kirim?”

Nokiami menjelaskan, suaranya terputus-putus. Tentang foto kantor Rina. Tentang ancaman membocorkan rahasia keluarga. Tentang bagaimana ia merasa terjebak dan tidak punya jalan keluar.

Reygan mendengarkan dalam diam, hanya sesekali menghela napas. “Oke,” katanya akhirnya.

“Jangan panik. Jangan hubungi siapa pun. Jangan balas pesannya. Jangan lakukan apa pun.”

“Tapi—”

“Nokia, dengarkan aku,” potong Reygan, nadanya tegas, tak terbantahkan. “Aku akan ke sana. Sekarang. Kunci pintumu. Jangan buka untuk siapa pun sampai aku tiba.”

Nokiami merasa sedikit tenang mendengar suara Reygan yang memerintah. Ada sesuatu dalam nada suara pria itu yang membuatnya merasa bahwa, untuk pertama kalinya, ia tidak sendirian menghadapi semua ini.

“Kau … kau akan datang?”

“Tentu saja. Aku tidak mau dramamu membuatku repot di kemudian hari,” sahut Reygan, dan kali ini, ada sedikit nada sinis yang khas di sana, tapi itu justru menenangkan Nokiami.

“Tunggu saja. Jangan buka pintu untuk siapa pun.”

Sambungan terputus. Nokiami meletakkan ponselnya, lalu menatap kosong ke arah pintu. Ia tidak tahu berapa lama ia akan menunggu. Mungkin sepuluh menit, mungkin lima belas. Setiap suara di koridor membuat jantungnya berdebar.

Akhirnya, ia mendengar suara motor yang familiar. Kali ini, tidak ada deru khas yang menjauh, hanya suara mesin yang dimatikan. Lalu, langkah kaki yang berat mendekat ke pintu apartemennya.

Nokiami bergegas ke pintu, hampir terjatuh karena pergelangan kakinya. Ia melihat melalui lubang intip. Reygan berdiri di sana, tanpa helmnya yang biasa, rambutnya sedikit basah karena keringat atau embun malam. Ia hanya memakai kaus hitamnya dan jaket hijaunya yang ikonik. Di bahunya, tergantung tas selempang kecil. Wajahnya serius, rahangnya mengeras.

Nokiami membuka pintu dengan cepat, hatinya berdebar tak karuan.

Reygan melangkah masuk, tatapannya langsung menembus mata Nokiami seolah mencari tahu seberapa parah keadaan gadis itu. Tidak ada senyum sinis, tidak ada ejekan. Hanya ekspresi serius yang dingin. Ia menutup pintu di belakangnya, lalu menatap Nokiami lekat-lekat.

“Baiklah,” katanya, suaranya rendah dan berat, tanpa basa-basi. “Ceritakan padaku, apa yang bajingan itu lakukan sekarang?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!