NovelToon NovelToon
Lelaki Yang Kutemui Di Koridor Takdir

Lelaki Yang Kutemui Di Koridor Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Dijodohkan Orang Tua / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:314
Nilai: 5
Nama Author: chayra

zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.

Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.

Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 25

Albian membeku di tempatnya. Bahkan hanya membayangkan reaksi ziara setelah tahu kalau ternyata ia yang membuat Tantenya meninggal saja albian tak sanggup. Akan sekecewa apa ziaar padanya nanti? Mungkin gadis itu akan membencinya seumur hidup dan seketika itu pergi meninggalkannya.

Mungkin kalau dulu, albian akan senang kalau ziara pergi meninggalkannya. Karena dengan begitu ia akan bebas dari kekangan gadis yang dibencinya sejak lama. Tapi tidak untuk saat ini.

Albian begitu takut membayangkan hal itu terjadi. Apalagi ada vino yang sepertinya menaruh hati pada ziara. Bisa jadi musuhnya itu akan mengambil kesempatan itu untuk mendapatkan hati istrinya.

"Lo ngancem gue, Git?" tanya albian pada akhirnya setelah cukup lama terdiam.

Brigita menaikan satu alisnya dengan senyuman miring yang masih terpatri di wajah. "Menurut lo itu tadi ancaman? Padahal gue cuma mau bantu lo inget soal kejadian malam itu aja loh, bian, sebagai salah satu orang yang ada di tempat kejadian saat lo kecelakaan dan nabrak orang." Kedua tangan gadis itu dilipat di depan dada. "Gue juga penasaran sih, gimana reaksinya ziara kalo sampe tau soal ini."

Mata Brigita mendadak membulat sempurna. Kedua tangannya kompak membekap mulutnya yang hampir berteriak kencang. "Atau jangan-jangan lo nikahin dia karena masalah ini, bian? Ini rencananya Tante diana kan? Makanya lo disuruh nikah sama ziara waktu itu biar kasus ini bisa dia tutup diam-diam."

Rahang albian mengeras. Brigita seolah tengah menabuh genderang perang padanya saat ini. Tatapannya menajam penuh amarah yang nampak tertahan pada gadis yang tengah berdiri di depannya itu. Kalau saja bukan seorang gadis, mungkin albian tak akan ragu menghantamkan pukulan.

"Tutup mulut lo, Git! Gue paling gak suka sama orang yang sok tau, paham! Atau mungkin lo udah bosen jadi temen gue lagi," ucap albian penuh penekanan.

Bukannya takut, Brigita justru tersenyum. Gadis itu meraih tangan kanan albian dan menggenggamnya erat.

"Siapa sih yang bosen temenan sama lo, bian?"

Dengan kasar albian menghempaskan tangan Brigita hingga genggaman gadis itu terlepas. "Gue bilang, jangan asal sentuh gue sembarangan!"

"Gue cuma pengen gandengan tangan sama lo aja, bian. Masa gitu aja gak boleh sih? Se-posesif itu ya ziara sampe-sampe lo gak diizinin deket sama gue yang udah temenan sama lo dari lama?"

"Ziara gak pernah ngelarang gue. Tapi, gue sendiri yang gak suka lo sentuh! Lo bilang kita temen bukan? Dan harusnya sebagai temen, lo tau batasan!" Albian menunjuk wajah Brigita geram. Dadanya naik turun menahan amarahnya.

"Dan harusnya sebagai temen, lo mau bantuin gue yang lagi kesulitan." Brigita mendorong dada albian dengan telunjuknya. "Gue cuma minta lo bantu gue bawa Nyokap ke rumah sakit, bukan minta lo tidur sama gue. Apa susahnya sih? Padahal gue udah sebaik itu sama lo. Gue pegang rahasia besar lo dari istri lo yang sok alim itu."

Albian tak tahan lagi dengan semua ucapan pedas yang dilontarkan Brigita padanya. Terlebih gadis itu juga dengan sengaja menyebut ziara sok alim. Tangan albian terulur pada dagu Brigita, lantas ia cengkeram kasar.

"Jangan pernah lo sebut istri gue sok alim lagi di depan gue kalo lo gak mau mulut ini gue bungkam," ucapnya penuh penekanan. "Kalo lo emang mau kasih tau kejadian itu sama ziara, silahkan aja. Gue gak takut sama ancaman lo. Lagipula ziarq gak akan percaya sama lo."

Albian melepaskan dagu Brigita dan memilih keluar dari dalam lift. Tapi, gadis itu seolah tak mau menyerah. Ia menyusul albian dengan langkah lebar.

"Tunggu, bian!" Brigita menarik lengan albian tapi segera ditepis oleh pemuda itu.

"Apalagi? Gue mau pulang sekarang."

"Lo mau liat kan reaksinya ziara?

Gimana kalo gitu biar kita pastikan sendiri sekarang? Gue akan kasih tau ziara soal kejadian malam itu sekarang juga," ucap Brigita sebelum akhirnya berlari melewati albian.

Rasa panik membuat albian reflek mengejar Brigita sebelum gadis itu menemui ziara di area parkir. Ia belum siap jika ziara tahu soal kenyataan ini sekarang. Ucapannya tadi hanya angin lalu agar Brigita tak terus mengancamnya. Ternyata gadis itu malah berbuat makin gila.

Albian berlari menyusul Brigita dan menghadang gadis itu menuju parkiran. Ia menarik tangan Brigita menjauh dari keramaian. Albian tak ingin jika ziara melihatnya dan salah paham.

"Lo mau apa sekarang? Gue akan ikuti kemauan lo," ucap albian begitu sampai di dekat taman dan melepaskan pegangannya pada tangan Brigita.

Brigita tersenyum puas. Rencananya sukses besar. "Gue kan udah bilang tadi. Gue cuma minta lo bantu gue bawa Nyokap ke rumah sakit. Gue juga lagi gak bawa mobil hari ini. Makanya gue mau nebeng sama lo."

"Enggak! Lo naik taksi aja," tolak albian keberatan.

"Ziara yang harus naik taksi. Biar dia pulang sendiri. Lagian dia gak akan diculik orang kok. Pasti dia bisa jaga diri." Brigita menaikan suaranya. Ia tak ingin berada satu mobil dengan ziara.

"Gak bisa! Gue akan anter ziara pulang dulu baru gue-"

"Kalo gitu kita tanya langsung aja sama dia. Dia maunya naik taksi atau ikut sama lo," potong Brigita sebelum albian menyelesaikan ucapannya.

***

Di dalam mobil, ziara tengah gelisah menunggu albian. Ia duduk di tepian kursi sambil berpegangan pada dashboard. Sejak tadi ia mengedarkan pandangan ke sekitar, berharap albian segera datang.

"Kenapa aku bisa ceroboh banget sih? Hp ku baterai lagi habis juga. Gimana caranya telpon albian kalo begini?" gumamnya.

Tak lama kemudian, nampak albian berjalan menuju mobil. Ziara seketika tersenyum lega melihatnya. Tapi, senyuman itu mendadak luntur begitu ia melihat Brigita berjalan di belakang suaminya.

"Mau apa dia ngikutin albian?" ucapnya dengan tatapan tak suka.

Gadis bercadar itu menurunkan kaса jendela dan mengeluarkan kepalanya dari sana.

"Bian... Ayo kita pulang," ajak ziara begitu albian berjalan semakin mendekat.

Belum sempat albian menjawab, Brigita menarik lengan akbian.

"Gak bisa, zia. Bian masih harus bantuin gue dulu. Lo yang harusnya turun dan pulang pake taksi," sahut gadis berambut sebahu itu.

Mata ziara membulat. Ia langsung memberi tatapan heran pada albian. "Kamu mau minta aku naik taksi, bian?"

“Iya, zia! Udah gue bilang tadi bukan?

Kenapa masih mau nanya sama albian sih?” timpal Brigita lagi.

Akbian menghempaskan tangan Brigita yang seenaknya menggandengnya. “Lo gak bisa dibilangin pake mulut kayaknya ya?!” Tatapannya tajam pada gadis di sampingnya. “Gue akan pulang bareng ziara kalo dia keberatan naik taksi. Lo sendiri kan yang minta gue tanya langsung sama dia.”

Ziara tetap berada di dalam mobil. Enggan turun dari mobil. “Emangnya kamu sama Brigita mau ke mana sampe aku diminta naik taksi?” tanyanya penasaran.

“Gue lagi minta bantuannya bian nganterin Nyokap ke rumah sakit, zia. Nyokap gue lagi sakit keras. Gue gak bisa bawa sendirian. Apalagi kamar Nyokap di lantai 2. Bisa-bisa nanti gue sama Nyokap malah jatuh waktu jalan di tangga.” Wajah Brigita memelas. Gadis itu yakin kalau ziara tak akan tega menolak permintaannya, apalagi berhubungan dengan orang tua.

Tebakan Brigita benar adanya. Ziara yang sudah tak memiliki orang tua terketuk hatinya mendengar ucapan Brigita barusan. Gadis bercadar itu pun perlahan turun dari dalam mobil. Tasnya di letakkan di belakang tubuhnya seolah tengah menutupi sesuatu di belakang sana.

"Ya udah gapapa. Kamu bantu Brigita aja dulu nganterin Mamanya ke rumah sakit. Aku naik taksi aja. Tapi, tolong pesenin taksinya ya. Hp ku baterainya lagi habis," pinta ziara.

Albian mengusap wajahnya kasar. Ia ingin menolak permintaan Brigita, tapi ia takut kalau gadis itu nekad memberitahu ziara soal kejadian malam nahas itu.

"Iya. Gue pesenin taksi dulu. Gue tunggu di sini sampe taksinya datang, baru gue jalan ke rumahnya Brigita," balas albian seraya mengambil Hp nya dari dalam saku celana. Pandangannya tertuju pada kedua tangan ziara yang tengah memegang tasnya di belakang tubuhnya.

"Lo kenapa kok bawa tasnya begitu?" tanya albian penasaran.

Ziara menggeleng cepat. "Gapapa, bian. Lagi pengen aja megang tas kayak gini," jawabnya. "Ohh ya, nanti aku masih harus ngajar Dara. Niatnya mau pulang dulu ganti baju."

Dahi albian mengerut mendengarnya. Itu artinya ziara akan pergi lagi ke rumahnya vino.

"Gak bisa libur dulu ya? Gue kayaknya gak bisa nemenin lo hari ini."

"Gak bisa, bian. Aku baru mulai ngajar lagi kemarin setelah libur lama karena Tanteku meninggal," balas ziara dengan gelengan kepala samar.

Mendengar ucapan ziara barusan, Brigita yang tak diajak bicara mendadak menimpali. Seolah sengaja ingin menakut-nakuti albian.

"Ohh... Tante lo yang meninggal karena ketabrak itu bukan sih?" Wajahnya terlihat prihatin. "Terus gimana kemajuan kasusnya? Udah ketemu belum pelaku tabrak larinya?" tanyanya seraya melirik albian dengan senyuman tipis.

Albian mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang bergejolak di dada.

"Belum, Git. Aku masih minta tolong Mama Diana untuk mencari tahu pelakunya. Aku juga berharap semoga pelakunya segera ditemukan. Dia udah bikin aku kehilangan satu-satunya orang yang berharga dalam hidupku. Aku belum tau bisa maafin dia apa enggak. Aku juga manusia biasa yang bisa marah dan kesal," ucap ziara dengan mata berkaca-kaca. Setiap teringat almarhumah tika, air matanya luruh begitu saja.

Brigita tersenyum miring. Gadis itu begitu senang mendengar tegang.ziara barusan. Diliriknya albian yang wajahnya mendadak pucat dan nampak tegang.

"Gue dukung. Semoga lo bisa segera ketemu sama pelakunya," ucap Brigita dengan sengaja.

Albian menoleh cepat ke arahnya. "Udah diem lo!" sahutnya kesal.

Tak lama kemudian taksi yang dipesan albian untuk ziara pun tiba. Mobil avanza putih itu menunggu di depan pintu parkiran.

"Taksinya udah di depan. Ayo gue anterin," ajak albian pada ziara. Suaranya mengalun lembut. "Lo tunggu sini aja. Jangan masuk dulu ke mobil," sambungnya dengan ketus pada Brigita.

Ziara berjalan di samping albian masih dengan kedua tangan yang memegang tas di belakang tubuhnya.

Begitu sampai di dekat mobil avanza itu, akbian bergegas menghampiri driver taksi online yang terlihat masih muda itu.

"Tolong anterin istri saya sampe rumah dengan selamat. Jangan sampe ada yang kurang sedikit pun, kalo enggak saya cari anda," ucapnya lirih agar tak terdengar oleh ziara. "Nanti saya kasih tip kalo udah sampe tujuan," sambungnya.

"Si-siap, Mas," balas driver itu terbata-bata melihat wajah garang albian.

Pemuda itu kembali menghampiri ziara yang masih belum masuk ke dalam mobil.

"Buka jendelanya ya. Kalo dia macem-macem, kamu teriak yang keras. Atau bawa aja Hp aku, biar kamu bisa telepon polisi." Albian mengulurkan Hp nya pada ziara.

"Gak usah, bian. Driver itu kelihatan baik kok. Kamu gak usah kuatir. Aku bisa jaga diri. Kalo gitu aku masuk ya. Kamu hati-hati nyetirnya. Jangan lama-lama di rumahnya Brigita. Inget, bukan mahram," ucap ziara sebelum akhirnya berjalan menuju pintu mobil.

Pandangan albian teralihkan pada rok dusty pink yang dipakai ziara. Di bagian belakang nampak bercak merah yang terlihat jelas saat tas yang digunakan menutupinya bergoyang.

"Tunggu, zia!" Albian kembali menghampiri ziara yang sudah menarik handle pintu mobil. Gadis itu kembali berbalik badan ke arah albian.

Tanpa ragu, albian melepaskan kemeja kotak-kotak yang dipakainya, menyisakan kaos hitam di tubuhnya. Lalu, mengikat lengan kemeja itu di pinggang ziara, menutupi bercak merah yang terlihat jelas di bagian rok istrinya.

"Kenapa gak bilang kalo lo lagi-"

"Aku malu," potong ziara sebelum albian menyelesaikan kalimatnya.

Albian mengulas senyuman. "Gue ini bukan orang lain kan?" Ia menatap ziara yang menundukkan wajahnya yang tertutup cadar. Bisa dipastikan wajah gadis itu tengah memerah sekarang.

Albian membuka pintu mobil. "Ayo masuk. Cepet pulang terus mandi setelah sampe rumah."

Ziaar mengangguk. Lalu bergegas masuk ke dalam mobil. "Assalamualaikum, bian," ucapnya sebelum albian menutup pintu mobilnya.

"Waalaikumsalam, istriku ziara," balas albian, dengan suara lirih di akhir kalimat.

1
shora_ryuuka shoyo
Wow, luar biasa!
Raquel Leal Sánchez
Membuat saya terharu
y0urdr3amb0y
Ayo thor, jangan bikin pembaca kecewa, update sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!