Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Istana Liu pada malam hari tampak seperti naga raksasa yang beristirahat. Lampu-lampu minyak bergantung di setiap sudut aula, cahayanya bergetar tertiup angin malam. Dinding-dinding batu putih berkilau, namun hawa yang menyelubunginya dingin dan penuh ketegangan.
Di dalam aula utama, duduklah Kaisar Liu Ming, pria muda yang wajahnya tampan namun licik, sorot matanya tajam seperti ular yang siap memangsa. Ia mengenakan jubah naga ungu emas, duduk di atas takhta tinggi, tangannya memainkan cawan perak berisi arak.
Di hadapannya, Menteri Cun berdiri dengan kepala menunduk, namun bibirnya menyunggingkan senyum licin. Keduanya bagai sepasang serigala yang sedang membagi mangsa.
---
“Jadi kau juga merasakan itu, Yang Mulia?” suara Menteri Cun rendah namun penuh keyakinan.
Liu Ming mengangkat kepalanya, tatapannya berkilat. “Tentu saja aku merasakannya. Getaran itu… seperti cahaya menembus dada. Pedang Langit. Sudah lama sekali aku menanti saat ini.”
Ia berdiri, berjalan pelan menuruni tangga takhta. Setiap langkahnya memantul di lantai batu, menghasilkan gema yang membuat para kasim di sekitarnya gemetar.
“Aku sudah menyingkirkan semua penghalang di istana ini. Kakakku, Liu Ning, kini hanyalah pelarian. Sudah mati semuanya. Aku adalah kaisar sejati. Dan dengan Pedang Langit di tanganku… dunia ini akan sujud.”
Menteri Cun menunduk lebih dalam. “Namun, Yang Mulia, kita tidak boleh lengah. Jika kabar benar, pewaris yang muncul itu bukan sembarangan. Ia mampu menumbangkan tiga puluh prajurit bayaran hanya dengan satu jurus.”
Liu Ming mendengus, matanya menyipit. “Seorang gadis kecil? Hah. Apa pun kekuatannya, pada akhirnya akan tunduk pada kekuasaan. Aku hanya butuh dia ditangkap hidup-hidup. Setelah itu, aku akan membuatnya menyerahkan Pedang Langit dengan tangannya sendiri.”
Senyumnya melebar, kejam. “Kalau tidak… aku akan mengikatnya di menara besi sampai dia menjerit minta mati.”
Menteri Cun tertawa lirih, lalu menyodorkan gulungan peta. “Hamba sudah menyebarkan mata-mata di jalur barat. Jika benar pewaris itu bergerak ke arah Gunung Qifeng, kita bisa memutus jalannya. Para pemburu bayaran hanya pembuka jalan. Yang sebenarnya akan bergerak… adalah pasukan rahasia istana.”
---
Liu Ming kembali ke takhtanya, duduk dengan anggun. Ia mengangkat cawan arak, lalu meneguknya dalam sekali teguk. “Bagus. Aku ingin kepalanya di hadapanku sebelum bulan purnama. Kalau gagal, kau tahu apa yang akan terjadi pada keluargamu, Cun.”
Menteri Cun menunduk lebih dalam, wajahnya pucat. “Hamba tidak akan mengecewakan Yang Mulia.”
Namun di balik sujudnya, ada rasa gentar. Ia tahu, Liu Ming jauh lebih kejam dari kakaknya. Kaisar muda ini tidak segan menghukum siapa pun dengan cara paling brutal hanya untuk mempertahankan kekuasaan.
---
Malam di Istana
Angin malam membawa suara lirih dari menara tahanan. Jeritan samar terdengar, membuat beberapa pelayan perempuan saling pandang dengan wajah pucat.
Di menara itu, tahanan-tahanan politik para pejabat yang setia pada Liu Ning dikurung. Banyak dari mereka yang disiksa tanpa pengadilan.
Di salah satu sel gelap, seorang pria tua berjanggut putih duduk bersandar pada dinding, tubuhnya penuh luka cambukan. Ia adalah Guru Han, bekas penasihat istana yang dulu membesarkan Liu Ning.
“Liu Ming…” gumamnya dengan suara parau. “Ambisimu akan menghancurkan negeri ini…”
Namun suaranya hanya bergema di ruang kosong, tenggelam oleh jeritan lain dari para tahanan.
---
Sementara itu, jauh dari istana, Lian dan rombongannya terus bergerak ke barat. Kabut tipis menutupi jalur sempit yang mereka lalui. Prajurit bayangan berjalan paling depan, mengawasi setiap sudut dengan mata waspada.
Chen Yun mendekati Lian, suaranya rendah. “Sejak malam itu, aku melihatmu sering melamun. Apa yang sebenarnya kau rasakan?”
Lian menoleh, tatapannya tenang namun dalam. “Ada seseorang… yang memanggilku. Aku tidak tahu siapa dia, tapi jiwaku merespons panggilannya. Seperti dua mata rantai yang akhirnya saling menemukan.”
Chen Yun terdiam, dadanya terasa sesak. Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi menahan diri.
Yuyan yang berjalan di belakang ikut menyahut dengan nada cemas, “Nona, apakah orang itu berbahaya?”
Lian tersenyum samar. “Aku tidak tahu. Tapi aku yakin… dia bukan musuh.”
Liu Ning yang mendengar percakapan itu hanya menatap Lian tajam. Dalam hatinya, ada rasa khawatir. Kalau benar ada pewaris lain Pedang Langit, apakah aku akan kehilangan tempat di sisinya?
---
Bukit Langit Abadi
Di tempat lain, Feng Xuan masih berdiri di puncak bukit. Angin meniup rambutnya, pedang naga di pundaknya bergetar lirih.
Penjaga Bai mendekat, wajahnya penuh kerut cemas. “Tuan Muda, apa yang akan kau lakukan?”
Feng Xuan menatap langit. “Aku akan turun gunung. Sudah saatnya Klan Langit Abadi tidak lagi bersembunyi. Jika benar pewaris satunya adalah seorang gadis, maka aku harus menjaganya sebelum tangan kotor istana mencapainya.”
Bai terperanjat. “Tapi… bukankah kita sudah bersumpah tidak mencampuri urusan dunia?”
Feng Xuan tersenyum tipis. “Janji itu dibuat oleh leluhur kita, tapi dunia saat ini berbeda. Jika aku tetap berdiam, maka Pedang Langit akan jatuh ke tangan orang-orang yang salah. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.”
Suara pedangnya berdengung, seolah menyetujui.
---
Di aula rahasia bawah tanah, Liu Ming berdiri di depan altar batu hitam. Api biru menyala di mangkuk perunggu, asapnya mengepul pekat.
Di sekelilingnya, beberapa pendeta hitam membacakan mantra kuno. Simbol-simbol merah terukir di lantai, bercahaya samar.
Menteri Cun berdiri di sampingnya, wajahnya tegang. “Yang Mulia, apakah benar-benar perlu memanggil kekuatan ini? Bukankah leluhur kita sudah melarang?”
Liu Ming menoleh, matanya berkilat ganas. “Larangan? Hah. Leluhur hanya pengecut yang takut pada kekuatan sejati. Jika Pedang Langit muncul, aku tidak akan hanya mengandalkan pedang itu. Aku akan menyatukan kekuatan manusia dan iblis.”
Ia mengangkat tangannya, darah segar menetes dari telapak tangannya ke dalam api biru. Api itu langsung membara, mengeluarkan suara mengerikan seperti jeritan.
Menteri Cun mundur setapak, wajahnya pucat. Kaisar muda ini… dia bukan hanya ambisius. Dia gila.
---
Di hutan, Lian tiba-tiba berhenti melangkah. Tubuhnya bergetar, matanya terpejam.
Chen Yun langsung panik. “Ada apa?!”
Lian menekan dadanya. “Aku… merasakan sesuatu. Ada aura gelap… dari arah timur. Kuat sekali, seperti racun yang menyebar.”
Liu Ning mendekat, wajahnya muram. “Itu pasti ulah Liu Ming. Adikku memang tidak akan berhenti sebelum mendapat apa yang dia mau.”
Lian membuka mata, sorotnya tajam. “Kalau begitu, kita harus bersiap. Pertarungan besar tidak bisa dihindari.”
Dalam hati, ia mendengar bisikan samar dari Pedang Langit, Kau tidak sendirian. Pewaris satumu mendekat.
Dadanya berdesir hangat. “Dia… semakin dekat.”
---
Malam berikutnya, di puncak gunung kecil, Lian duduk bersila, mencoba menenangkan pikiran. Bintang-bintang bersinar terang, seakan menjadi saksi.
Di saat yang sama, Feng Xuan berdiri di tepi sungai besar, menatap bayangan bulan di permukaan air. Pedangnya bergetar, auranya bersinar lembut.
Keduanya, meski terpisah jauh, merasakan hal yang sama. Jiwanya saling memanggil.
“Pewaris satuku…” bisik Feng Xuan.
“Siapa kau…?” bisik Lian.
Dan di kejauhan, bayangan Liu Ming perlahan menutup jarak, dengan tangan-tangan gelap yang siap meraih keduanya.
---
Istana Liu dipenuhi intrik dan darah. Hutan barat penuh rahasia dan pertemuan takdir. Di tengah dua dunia itu, Lian dan Feng Xuan semakin ditarik oleh garis nasib yang sama.
Sementara itu, Kaisar Liu Ming hanya menunggu saat yang tepat untuk menjebak mereka, menggunakan kegelapan yang bahkan leluhurnya takut untuk sentuh.
Pertarungan Pedang Kembar, cahaya melawan kegelapan, baru saja dimulai.
Bersambung…
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian