Maura terpaksa menyetujui ajakan Elvano yang memintanya untuk melakukan pernikahan palsu setelah mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri.
Elvano sendiri adalah seorang pengusaha sukses yang masih betah menyendiri karena sedang menunggu kekasihnya kembali. Tekanan dari keluarga membuat Elvano terpaksa harus mengikat perjanjian dengan seorang gadis yang baru saja dikenalnya.
Apakah mereka mampu menjaga rahasia pernikahan palsu mereka, ataukah cinta sejati akan mengubah rencana mereka?
Simak kisahnya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Perkara bra.
Rina terkejut saat hasil testpack yang dia coba menunjukkan hasil positif. Padahal selama ini dia dan Alex selalu menggunakan pengaman saat melakukannya, jadi bagaimana mungkin dia bisa kebobolan?
Sudah satu minggu ini Rina mengalami mual dan pusing, bahkan nafsu makannya berkurang karena setiap mencium aroma makanan perutnya langsung mual. Hingga sore tadi Rina kepikiran untuk membeli alat tes kehamilan dan mencobanya satu, besok pagi dia akan mencobanya lagi untuk hasil lebih meyakinkan.
"Bagaimana jika besok pagi hasilnya tetap garis dua?" masih dengan memandang alat tespack ditangannya Rina bergumam, suaranya sedikit bergetar karena perasaan takut yang tiba-tiba menghinggapi.
Mungkin dia harus memberitahu Alex tentang ini, meskipun hasilnya negatif dia tetap harus meminta pertanggungjawaban Alex karena Alex adalah orang pertama dan satu-satunya pria yang pernah memasukinya.
Rina melangkah keluar dari kamar mandi dengan gontai, alat tes kehamilan itu dia letakkan di atas nakas dan beralih mengambil handphonenya yang tergeletak disana. Perasaan ragu menyeruak memenuhi hati dan pikirannya, Alex masih sangat mencintai Maura, mungkinkah pria itu mau bertanggung jawab jika dia memang benar hamil?
...-----------...
"Kita akan menghabiskan waktu selama sepuluh hari ditempat ini, rugi kan kalau kita tidak ngapa-ngapain."
Kembali Elvano bersuara, dan kali ini sukses membuat Maura membalikkan badannya, menatapnya dengan tatapan tajam.
"Rugi apanya! Siapa suruh menyetujui permintaan Oma untuk pergi berbulan madu, padahal kita bisa tinggal di apartemen Kakak dan berpura-pura pergi berbulan madu." kedua tangannya menyentuh dada Elvano dan mendorongnya untuk mundur.
"Aku mau mandi, panggil aku kalau pak Hendi datang mengantarkan koper!" imbuhnya kemudian.
"Mau aku bantuin mandi?" tanya Elvano dengan satu alis terangkat, menahan tawanya melihat ekspresi Maura dimana sekarang wajah Maura terlihat merona.
"Tidak perlu!" jawab Maura cepat dengan nada meninggi. "Ya ampun, setan mana yang telah merasukinya, kenapa dia jadi mesum seperti ini?"
Brakkk...
Pintu kamar mandi tertutup keras, Elvano tertawa puas saat Maura sudah masuk ke dalam sana. Ternyata mengerjai Maura rasanya semenyenangkan ini, wajah gadis itu bahkan terlihat menggemaskan saat merona tadi.
Selang satu jam kemudian pak Hendi datang dengan membawakan koper milik mereka. Elvano menarik koper milik Maura sampai kedepan pintu kamar mandi lalu mengetuk pintunya dari luar.
"Maura, ini koper kamu. Mau aku ambilkan baju gantinya atau..."
Pintu kamar mandi terbuka sedikit sebelum Elvano menyelesaikan kalimatnya, Maura menunjukkan sedikit wajahnya dan melihat Elvano sedang berdiri di depannya dengan koper miliknya disampingnya.
"Tidak perlu, aku ambil sendiri saja!"
Maura mengulurkan satu tangannya untuk meraih gagang kopernya, berusaha untuk tidak terlalu banyak bergerak karena dia hanya menggunakan handuk yang melilit tubuhnya. Dengan hati-hati, dia berjongkok di depan koper yang terbuka setelah menutup pintu kamar mandi.
Tangan Maura mulai sibuk memilih pakaian yang akan dia kenakan, keningnya mengernyit dalam saat menyadari bahwa barang berharga miliknya tidak ada disana.
"Dimana? Kenapa bisa tidak ada?"
Tangannya sibuk mengobrak-abrik semua pakaian yang ada didalam koper, namun dia tetap tidak menemukan sesuatu yang dia cari. Maura kembali bangun dan membuka pintu kamar mandi dengan cepat.
"Kak!"
Elvano yang sedang berdiri di samping ranjang menoleh, meletakkan handphonenya diatas kasur dan berjalan mendekat.
"Dimana kamu sembunyikan bra milikku?" todong Maura dengan pertanyaan.
"B-bra?" ulang Elvano pelan, ada rasa canggung saat dia menyebutkan nama benda yang dimaksud oleh Maura.
"Ya, aku tidak menemukan bra-ku didalam koper, Kakak pasti menyembunyikannya kan?" Maura kembali menuduh, sebelumnya Elvano berbicara tentang hubungan yang intim, jadi bisa saja pria itu yang menyembunyikan barang berharga miliknya.
"Astaga Maura, mungkin kamu lupa memasukkannya saat dirumah. Aku bahkan tidak membuka kopermu sama sekali," Elvano membela diri, memang dia tidak tahu-menahu dengan benda yang sedang dicari Maura.
"Tidak mungkin, aku ingat sekali sudah memasukkan sepuluh macam warna dengan motif yang berbeda. Tapi kenapa sekarang bisa tidak ada satupun." Maura hampir menangis karena putus asa, wajahnya tertunduk sedih.
"Mungkinkah ada yang mencurinya?" tanyanya kemudian.
"Tidak mungkin dicuri, Maura. Tadi pak Hendi sendiri yang mengantar koper itu sampai kemari, mungkin kamu yang lupa sudah menyiapkannya tapi tidak memasukkannya." suara Elvano terdengar lembut dan menenangkan.
"Sekarang kamu pakai baju saja dulu, habis ini nanti kita keluar untuk beli. Masih jam segini, pasti masih ada toko yang buka." Elvano melihat jam ditangannya yang baru menunjukkan pukul tujuh malam.
"Tapi..." Maura menggigit bibir bawahnya, merasa malu untuk mengatakannya. "Pakaianku pres body semua, pasti akan tercetak dengan jelas kalau aku tidak memakai bra."
Elvano menghela napas panjang, mengusap wajahnya sebentar sebelum dia menarik koper miliknya dan menaruhnya di atas ranjang. Begitu koper itu dibuka, Elvano mengambil sebuah sweater dari dalam sana.
"Pakai ini." ucapnya seraya mengulurkan sweater ditangannya. "Ini tebal dan longgar, harusnya bisa menutupi itu kan?"
Maura menatap sweater itu sebentar, lalu menatap wajah Elvano yang nampak biasanya saja seolah apa yang sedang mereka bahas sekarang bukanlah hal yang memalukan. Maura tidak tahu saja jika saat ini Elvano hanya berpura-pura bersikap biasa supaya Maura tidak sedih dan malu, padahal sebenarnya Elvano sendiri sedang menahan malu dan kesal, setiap bersama Maura pasti ada saja kejadian-kejadian yang tidak terduga.
Maura menerima sweater itu dengan wajah sedikit menunduk, "Tapi Kakak jangan ngintip,"
"Hem, tidak akan." jawab Elvano. "Tutup pintunya dan pakai baju, aku akan menunggu di sofa."
Pintu kamar mandi kembali tertutup dengan rapat, namun kali ini tidak menimbulkan suara berisik seperti sebelumnya karena Maura menutupnya dengan pelan. Lima belas menit kemudian pintu itu kembali terbuka, Maura keluar dengan langkah hati-hati menghampiri Elvano.
Sengaja Elvano tidak menoleh ke arah Maura, pria itu langsung berdiri dengan tegak saat menyadari Maura sudah dekat. "Ayo kita keluar untuk beli sebelum terlalu larut, sekalian kita makan malam."
"Sepertinya aku tidak bisa ikut pergi, Kak." ucap Maura dengan nada pelan.
Reflek Elvano menoleh cepat, menatap Maura dengan mata menyipit. "Maksud kamu?"
Maura menelan salivanya, menatap Elvano cukup lama sebelum menjawab, "Kakak yang akan pergi untuk membeli, aku akan menunggu disini."
...
...
...
Bersambung...
semua perbuatan yg dipilih ada yg harus dipertanggungjawabkan bukan?
itu jalan yg lu pilih
nikmati aja😏
..pertama dan terakhir😏😏😏
emang kenapa?
kepo deh🤣🤣
mau gak?
🤣🤣
up lagi Thor 😭😭
semangat Thor updatetan ya
selalu ditunggu
mudah mudahan terjadi yg diinginkan 🤣🤣
keguguran ni jgn jgn alesannya