Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.
Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25
Amira dan suaminya tiba dirumah. Hari ini ibu yang memasak mereka berdua cepat-cepat mandi. Ternyata ibu sudah duluan membuat teh untuk minum teh dan ada kue bolu pisang buatannya ibu.
Ani nonton TV di ruang tamu sendirian. Amira duduk disamping Ani.
“Bagaimana hari pertama disekolah? Seneng?” pancingnya Amira agak heran adik iparnya akhir-akhir ini agak pendiam ga pernah heboh bercerita seperti biasanya.
“Lumayan” jawabnya pendek sambil matanya terus menatap drakor yang lagi trending.
“Kok lumayan? Ga ada seru-serunya gitu?” Desak Amira sambil mencomot kue bolu pisang buatan mertuanya.
“Ya gitu deh….nyaman kelasnya ber AC, pelajarannya cukup buat kepalaku mumet, PR nya lebih banyak dan les-les yang hampir tiap hari. Masih bisa bernafas sejenak sambil nonton drakor aja masih untung.” Jelasnya lebih panjang lebar.
“Syukurlah….mungkin kamu perlu adaptasi dengan sekolah barumu.” Kata Amira.
Dia menuang teh melati yang tumben diberi gula. Amira nyeletuk “ tumben teh nya manis?”
“Tadi ada tetangga bertamu dibuatkan teh melati sama ibu sekalian untuk minum teh. Kalau teh melati memang lebih enak pakai gula mbak.” Jawabnya.
Suami Amira ikut nimbrung, dia duduk di dekat Amira yang menuangkan teh manis untuknya. “Tadi sudah ngopi kan? Sekarang minum teh saja ya mas.”
“Iya ga apa-apa” sambil menerima teh yang disodorkan istrinya dan meneguknya. Lalu tangannya mencomot kue buatan ibunya dan melahapnya.
“Mas aku suka berada di sawah tadi, pemandangannya bagus ya. Seperti lukisan saja hamparan sawah dengan padi yang sudah menguning dengan latar belakang gunung yang berwarna biru di kejauhan. Lebih indah lagi kalau jalan setapak diberi pagar bunga jadi seperti obyek wisata deh.
Andai disitu ada cafe yang dibuat menghadap ke sawah pasti pengunjung kerasan berlama-lama nongkrong di cafe pemandangannya sangat estetik." kata Almira
Amira melamun dia sudah lama ingin memiliki cafe dengan view yang cantik. Cafe miliknya yang berada di tengah kota hanya menampilkan suasana romantis di dalam cafe.
“Mas sawah sebelah punya Agus apa tidak ada yang dijual?” Tanya Amira.
“Kenapa, siapa yang mau beli sawah?” suaminya balik bertanya…
“Aku lagi mikir andai ada cafe konsep makan ditengah sawah gimana ya?” Amira menjawab suaminya setengah berbicara dengan dirinya sendiri. Suaminya tidak menjawab dibiarkannya saja istrinya sibuk dengan khayalan nya sendiri.
“Ani kalau drakornya sudah selesai belajar lho.” Ibu mengingatkan dari dalam.
“Iya bu sebentar lagi…” jawab gadis itu.
Erna dan anaknya datang ke rumah untuk makan malam. Dia melihat adik-adiknya diruang tamu sambil minum teh.
“Kalian sedang apa?” tanyanya.
“Dah tahu kami lagi nonton drakor pake nanya lagi,” ketus adik perempuannya.
“Itu bolu pisang buatan ibu ya. Sisakan untukku dan anakku jangan dihabisin semua. Aku mau makan dulu.” Katanya sambil ngeloyor pergi.
“Bu aku mau makan. Ibu masak apa hari ini?” Dia langsung mengambil piring untuk dia dan anaknya.
“Masa cuma ini Bu? Suamiku kan sudah urunan uang makan” keluhnya.
“Itu kan makanan yang layak Erna mau minta yang bagaimana lagi? Itu ada telor Bali dengan tahu, sop ayam, ada tempe goreng.” Kata ibu.
“Pake tambahan ayam goreng kek” gerutunya.
“Ayamnya kan sudah ada di dalam sop, sudahlah jangan cerewet makan seadanya. Tegur ibu kesal.
Erna makan sambil bersungut-sungut. Dia mengambilkan anaknya nasi, sop dan tempe.
Semua orang malas kalau makan bersama dengan Erna selalu ada saja yang dikeluhkan.
Setelah Erna dan anaknya selesai makan barulah semua makan malam bersama.
“Makanan yang tersedia cukup untuk semua orang kalau mbak Erna makan dirumah daripada dia membawa makanan ini ke rumah nya.” Kata Amira.
Mereka makan sambil berbincang santai. Amira mengatakan idenya untuk menanam bunga di sawah itu langsung mendapat cibiran dari semua orang.
“Kamu ini aneh-aneh saja to Mir. Kalau kamu menanam bunga di sawah memangnya siapa yang mau merawat bungamu? Para petani sudah disibukkan dengan pekerjaannya sendiri, belum lagi kalau waktunya musim paceklik air buat tanaman saja kurang sehingga banyak yang gagal panen boro-boro berbagi air dengan tanaman bunga.” Kata ibu.
Amira diam dia berpikir kata-kata mertuanya masuk akal juga.
“Sudahlah dek dihalaman rumah ini kan sudah banyak tanaman bunga” kata suaminya.
Ting….bunyi notifikasi pesan di hp Amira berbunyi, dia membukanya dan berseru girang.
“Bu aku dapat order kue kotak untuk acara pengajian minggu depan. Bu RT sudah mentransfer uang muka,” kata Amira.
“Bagus Mir bu RT minta kue apa saja?” tanya ibu.
“Kue love, donat ayam, dan pastel” kata Amira.
“Mbak Mira bisa bikin pizza tidak?” tanya Ani.
“Bisa dong, kenapa kamu kepingin pizza ya” Amira bertanya balik ke adik iparnya.
“Iya aku pernah makan kue itu di kantin sekolah. Jawab Ani.
“Kapan-kapan mbak buatin ya gampang kok.” Janji Amira.
Baru saja mereka selesai makan malam tiba-tiba Dinar anaknya Erna masuk dan minta tidur dengan neneknya.
“Nek hari ini Dinar tidur disini ya?” pintanya.
“Oh tentu saja, nenek juga kangen tidur sama Dinar. Kamu mau tidur sekarang nak?” tanya neneknya.
“Enggak nek Dinar belum ngantuk. Boleh nonton TV nek? tanya nya.
“Boleh tapi ga boleh nonton TV sampai malam ya jam 21.00 harus bobok. Buku untuk besok sudah disiapkan?” tanya nenek.
“Sudah nek.” Jawabnya sambil membawa tas sekolahnya ke dalam kamar neneknya.
Erna diam-diam menuntun scooter matic nya keluar dari halaman rumahnya kemudian baru menyetater scooter nya.
Hari ini dia ingin menemui kekasih gelapnya si mister yang lebih pantas jadi ayahnya.
Perkawinan Erna sebenarnya tidak ada masalah tapi karena seringnya suaminya dinas keluar kota dia jadi kesepian ditambah suaminya tidak perkasa diranjang.
Menjelang subuh Erna mengendap-endap masuk ke rumahnya. Dia melakukan hal ini cukup lama tanpa ketahuan.
Keesokan harinya rutinitas pagi seperti biasanya. Erna bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tetap mengantar anaknya ke sekolah dan sosialita dengan teman-temannya.
Sementara itu Ani yang sudah mulai bersekolah di sekolah barunya tidak menyangka bakal bertemu dengan teman SD nya. Hal ini menimbulkan iri dengki beberapa orang yang menyukai Yansen teman SD Ani.
Hari pertama Ani bersekolah dia belum memiliki teman. Saat pertamakali diperkenalkan di depan kelas oleh wali kelasnya teman-temannya bersikap cuek. Ani pun diam saja dan menyendiri.
Beberapa dari mereka menoleh kepo dan waktu istirahat tiba ada yang menghampirinya
“Hai anak baru kenalin aku Ida. Panggilan mu Ani?” dia membuka percakapan. Ani menyambut uluran tangan Ida sambil tersenyum.
“Iya panggilanku Ani,” jawabnya.
“Kau tidak ke kantin?” tanya Ida lagi.
“Mau sih tapi enggak tahu dimana kantinnya.” Ani berbohong, sebenarnya dia sudah tahu tapi segan karena tidak ada teman yang diajaknya.
“Ya udah ke kantin sama aku yuk?” Ajaknya.
“Ayuk, sebentar aku ambil dompet dulu.” Jawab Ani sambil merogoh tas nya dan mengeluarkan dompet kecilnya.
Ruang kantin sekolah itu cukup luas dan sudah terisi oleh siswa-siswi yang makan makanan yang mereka beli.
Ida membeli nasi goreng yang dibungkus plastik Mika dan teh kotak dingin. Ani membeli mini pizza dan air mineral dingin.
Ani baru pertama kali makan roti mini pizza yang dibelinya. Dia menyukai rasanya. Di Sekolah lamanya kantinnya sangat sederhana dan tidak ada bangku-bangku untuk makan. Makanannya pun makanan sederhana. Berbeda dengan sekolah di kota.
Saat asik menikmati rotinya ada yang menyapanya
“Kamu Ani bukan?” Suara bariton menyapanya.
Ani menoleh tertegun sejenak kemudian berseru “Yansen?”
“Ani, kok bisa ada disini” kata murid laki-laki itu sambil duduk disebelah Ani.
“Iya aku pindah sekolah disini,” Ani menjelaskan.
“Oh pantas aku baru melihatmu. Beruntung sekali kamu diterima disini biasanya susah lho apalagi pindahnya langsung kelas 12.” Kata Yansen.
“Apa rumahmu masih tetap desa Bagi?” Tanya nya.
“Ya masihlah mau pindah kemana memangnya.” kata Ani.
Yansen membuka ice cream cup yang dibelinya dan menyuapkan ke mulutnya.
“Kau tidak berubah Yansen dari dulu suka ice cream strawberry,” kata Ani.
“Hmm … ini jajan terenak tahu.” Kata Yansen.
Ani memandang Yansen sambil senyum-senyum.
“Ada apa” tanyanya.
“Aku jadi ingat kejadian di indo April saat kita rebutan ice cream. Kita sampai berkelahi gegara ice cream. Kamu nangis karena dipaksa mengalah padaku sama ibumu “ Ani mengingatkan kejadian yang sudah lama berlalu membuat tawa laki-laki muda itu meledak dan membuat semua orang melihat ke arah mereka.
Ani terkikik teringat betapa nakalnya dia meninju Yansen demi ice cream strawberry yang tinggal satu.
Tak terasa bel tanda istirahat usai berbunyi. Mereka bersiap-siap meninggalkan kantin itu.
Sebelum Ani masuk ke kelasnya Yansen merangkul pundaknya. “Nanti pulang sekolah tunggu aku. Kita pulangnya searah kan? Kita pulang sama-sama.” kata Yansen yang ditanggapi dengan anggukan kepala.
Pulang sekolah Ani menunggu Yansen tapi tiba-tiba pundaknya ditepuk keras. Dia menoleh.
“Anak baru sudah berani menggatal sama laki orang ya, dasar perempuan lacur.” Umpat seorang siswi yang diikuti oleh beberapa temannya.
“Dengar ya kalau masih ingin hidup aman dan tentram di sekolah ini kau harus menjauhi Yansen. Dia itu cowokku jangan coba-coba merebutnya.” Ancamnya.
“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Yansen dia itu temanku waktu masih SD.” Ani mencoba menjelaskan supaya tidak salah paham.
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus jauh-jauh dari pacarku.” Ancamnya.
“Ani ….” Panggilan dari jauh membuat semua orang menoleh. Ternyata Yansen sudah berada di kejauhan.
“Ayo pulang “ katanya tanpa memperdulikan rombongan cewek itu.
Ani menyetater motornya dan motornya berjalan ke arah jalanan. Yansen mengikutinya dari belakang.
Cewek yang mengancam Ani mengepalkan tinjunya sambil mulutnya mengumpat “awas kau perempuan jalang.”