Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melakukannya
Azka merasa sakit di ulu hatinya semakin berkurang sedikit demi sedikit. Pria itu kemudian merubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk menyender di atas sofa.
"Bagaimana, Pak? Sudah mendingan?" tanya Nada yang sedari tadi matanya tak lepas dari Azka. Memastikan keadaan pria itu.
"Jangan duduk di bawah seperti itu, Nada," Azka memperhatikan Nada yang masih duduk di bawah dengan tangan yang memegangi kotak makanan berbentuk lingkaran itu. Karena sakitnya sudah berkurang, pria itu menarik tangan Nada agar bangkit dari posisinya. Hingga akhirnya wanita itu sekarang duduk persis di samping Azka
"Terima kasih. Berkat kamu, asam lambung saya perlahan mulai pulih," ucap Azka tulus dengan senyuman yang tercetak di wajahnya yang masih sedikit pucat.
"Alhamdulillah kalau Bapak sudah mendingan," balas Nada tersenyum lega. Ia kemudian melirik tempat makan yang ia bawa ditangannya.
"Bapak belum makan, kan? Maaf sebelumnya, ini bekal makan saya. Jika Bapak bersedia, Bapak bisa memakannya," ucap Nada sembari menyerahkan tempat makan berbentuk lingkaran itu.
"Terima kasih, Nada. Tapi ini bekal makan kamu buat nanti siang, kan? Masa saya makan?" tolak Azka halus. Sebenarnya perutnya perlu diisi makanan walaupun hanya sedikit. Tapi ia tak tega saja memakan makanan Nada.
"Tidak apa-apa, Pak. Saya nanti bisa makan di kantin bersama teman-teman saya. Bapak makan ini saja dulu biar perut Bapak terisi makanan walaupun cuma sedikit," jawab Nada.
"Yasudah kalau kamu memaksa," Azka menerima bekal makan tersebut lalu membukanya. Disana ada nasi, cap cay dan juga salah satu makanan kesukaannya yaitu cumi saus padang. Matanya berbinar melihat makanan di hadapannya itu.
"Saya makan, ya?" ujar Azka sebelum memasukkan makanan itu ke mulutnya dan dibalas anggukan oleh Nada.
Kening Nada mengernyit heran ketika melihat mata Azka mendadak memerah dan berkaca-berkaca ketika mengunyah makanan yang ia bawa tadi.
"Bapak kenapa, Pak? Ada yang sakit lagi? Kok Bapak menangis?" tanya Air bertubi-tubi dengan raut wajah khawatir.
Azka tersenyum menatap sekretarisnya itu lalu bertanya, "Ini masakan kamu sendiri?"
Nada menggeleng, "Bukan, Pak. Itu masakan Ibu saya."
"Rasanya sama persis dengan masakan Bunda saya. Apalagi cumi saus padangnya. Benar-benar tidak berbeda sedikitpun," sahut Azka. Kerinduannya kepada sang bunda membuatnya jadi terbawa perasaan seperti ini. Terakhir kali ia makan masakan bundanya pada malam itu, malam sebelum kecelakaan tragis yang menimpa bundanya, Amalia Wijaya.
Nada hanya bisa terdiam mematung mendengar ucapan Azka. Matanya melirik bekal makanan yang masih berada di pangkuan Azka. Nafasnya terasa tercekat di dada kala melihat wajah Azka yang menyimpan banyak kerinduan sebagai seorang anak.
"Nada?" panggil Azka membuat Nada tersentak.
"Iya, Pak?" jawab Nada.
"Boleh saya bertemu Ibu kamu?" tanya Azka.
"Bertemu Ibu saya? Bu-buat apa, Pak?" tanya Nada tergagap.
"Saya rindu sekali dengan bunda saya. Saya penasaran dengan Ibu kamu kenapa bisa membuat masakan yang rasanya sama persis dengan bunda."
Nada hanya diam tak menjawab permintaan Azka. Raut wajah wanita itu menegang seperti sedang memikirkan sesuatu. Sepertinya ia akan menyesali keputusannya karena telah memberikan bekal tersebut kepada pria dihadapannya ini.
-o0o-
"Bapak yakin bisa mengikuti rapat dadakan ini?" tanya Nada kepada Azka. Keduanya saat ini sedang berjalan beriringan menuju ruang rapat khusus dewan direksi. Tadi sebelum sempat menjawab pertanyaan Azka, tiba-tiba saja pria itu mendapat telepon bahwa 15 menit lagi akan ada rapat untuk para dewan direksi.
"Saya sudah sembuh, Nada. Jangan khawatir. Lagipula rapat ini pasti penting karena mendadak sekali," jawab Azka dengan tetap melanjutkan langkahnya. Perasaannya menjadi tidak enak. Pasti ada sesuatu yang salah.
"Kamu dampingi saya, ya?" imbuh Azka. Kali ini ia menunduk menatap wajah Nada yang sedang berjalan di sebelahnya.
Nada tertegun sesaat. Namun dengan cepat ia mengangguk.
Setelah beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah berdiri di hadapan pintu ruang rapat. Tanpa ragu, Azka membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam diikuti oleh Nada. Beberapa pasang mata menatap ke arah Azka dan juga Nada yang telah ditunggu sedari tadi. Azka merasa ada yang aneh dengan tatapan mereka kepadanya. Apalagi tatapan sang kakak.
Sedangkan Nada berusaha menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat sosok wanita yang sangat dikenalinya sedang duduk di salah satu kursi di sana.
Naiya? batin Nada.
Tak berbeda jauh, sosok wanita yang tersebut yang ternyata adalah Naiya juga sama-sama terkejut melihat Nada serta Azka yang masuk berdampingan ke dalam ruangan ini. Ia memang mengetahui bahwa Nada bekerja di perusahaan ini. Namun ia tak pernah bertanya kepada sahabatnya itu tentang posisinya.
Mereka berdua masih terpaku dengan tatapan masing-masing. Beberapa hari ini memang mereka jarang berhubungan dan bertemu karena keadaan yang tidak memungkinkan. Karena tidak ingin ada yang curiga, Naiya dan Anira mencoba untuk menetralkan ekspresi mereka dalam sekejap.
"Maaf, kami terlambat," ucap Azka kemudian menduduki salah satu kursi yang masih kosong di sana. Diikuti Nada yang duduk di sebelahnya.
Tatapan Azka bertemu dengan Naiya yang kebetulan berada tepat di hadapannya. Pria itu sempat heran dan terkejut beberapa saat sebelum teringat percakapannya dengan Shaka kemarin. Jika Naiya telah menjadi sekretaris dari kakaknya itu.
"Baik, karena sudah lengkap. Rapat dapat kita mulai sekarang," kata Regan yang akan memimpin jalannya rapat tersebut sebagai asisten Shaka. Pria itu menunjuk layar proyektor yang telah menayangkan laporan data progres proyek besar perusahaan.
"Di sebelah kiri adalah laporan yang dibuat oleh divisi operasional dan yang kanan adalah laporan yang dibuat oleh divisi keuangan. Dapat kalian lihat, keduanya tidak sinkron sama sekali di bagian anggaran bahan dan peralatan," jelas Regan panjang lebar mewakili Shaka.
Sedangkan Shaka sedari tadi hanya diam dengan wajah yang tidak bersahabat sama sekali. Pria itu duduk menyilangkan kedua tangannya di dada tanpa mengeluarkan satu patah kata pun.
"Dan setelah saya konfirmasi pada divisi keuangan, mereka mengatakan bahwa laporan yang mereka buat telah mereka teliti dengan benar sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja yang telah dibuat sebelumnya," imbuh Regan kemudian.
"Jadi, besar kemungkinan, kesalahan ini terletak pada laporan yang dibuat oleh divisi operasional perusahaan. Untuk Pak Azka? Apakah anda dapat mengkonfirmasi kesalahan ini?" tanya Regan kepada Azka yang tengah memasang wajah terkejut.
Azka merasa telah melakukan peninjauan ulang terhadap laporan itu dan tidak ada yang salah sebelumnya. Bahkan laporan yang sedang ditayangkan di depan adalah laporan pertama yang ia cek. Dan pria itu sangat yakin bahwa seluruhnya telah sesuai dengan apa yang diminta. Tapi mengapa tiba-tiba laporan tersebut menjadi kacau seperti ini?
Nada yang berada di sebelah Azka merasakan jantungnya berdetak kencang. Laporan itu, laporan yang telah ia rubah sedemikian rupa ketika Azka menyuruhnya untuk membawa laptop pria tersebut ke ruangannya. Ia yang telah menukar beberapa format laporan tersebut hingga menjadi masalah seperti ini.