Warning 21+
Aku masih suci sebelum kejadian itu. Aku masih ranum dan bersih seperti namaku, Ayu.
Semuanya berubah. Kebahagiaanku runtuh. Aku harus meninggalkan laki-laki yang mencintaiku demi laki-laki lain yang bahkan tidak kukenal.
Sanggupkah aku melewati kehidupan baruku. Kehidupan bak roller coaster yang kadang menjungkirbalikkan hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Aduh lagi apa nih? Mesra banget sampai cubit-cubitan segala?" Mama yang baru saja selesai memesan makanan langsung meledek ulahku yang sedang mencubit pinggang Dio.
"Ini Ma, Ayu agresif banget, suka gemes sama Dio. Bawaannya mau nyubit terus. Ha..ha..ha.." Dio malah tambah tertawa ngakak setelah mendapat teman satu kubunya.
"Bohong, Ma. Dio tuh rese. Jahilin Ayu terus!" aku langsung mengadu pada Mama Mertuaku tersebut.
"Kalian tuh ya kalau sudah bercanda suka lupa sama sekitar. Serasa dunia milik kalian berdua aja." Mama ikutan tersenyum melihatku dan Dio main cubit-cubitan.
"Yu, pause dulu sebentar."
Sesuai perintah Dio aku berhenti mencubitnya. "Awas kalo rese lagi!" ancamku.
"Peace. Damai dulu kita. Nanti kita main karambol ya. Dulu di rumah Pakde Ridho kayaknya ada karambol deh."
"Main karambol? Wah udah lama aku gak main tuh. Boleh-boleh. Tapi banyakkin bedaknya ya. Kalau kalah kena hukuman mukanya dikasih bedak, gimana?" sekarang aku yang semangat 45. Aku lumayan jago main karambol. Jari lentikku jago kalau sentil koinnya. Lihat saja aku akan membalasmu nanti.
"Boleh. Siapa takut?! Satu lagi, kalau menang bisa jitak kening lawannya ya. Berani gak?" tantang Dio padaku.
"Oke. Kita lihat saja nanti siapa pemenangnya!" kataku tak mau kalah.
"Sudah... sudah... ayo makan dulu. Seru sekali kalau kalian sudah kayak gini. Sampai lupa waktu. Ayo cepat makan nanti kita ketinggalan pesawat!"
"Iya, Ma." jawab aku dan Dio kompak.
Ternyata di meja sudah datang pesanan kami. Karena terlalu asyik berdebat kami sampai tidak menyadari kalau pelayan sudah menghidangkan makanan yang kami pesan.
Aku lalu menyantap nasi goreng kambing kesukaanku. Hmm... mantap.
"Sst.. Yu. Mau dong!" Dio memanggilku.
"Nih." Aku lalu memberikan piring berisi nasi goreng kambing pada Dio.
"Suapin." pinta Dio dengan manja.
"Ih tumben banget."
"Cepetan!" Dio mulai memaksa.
"Iya...iya..." aku lalu menyuapi Dio nasi goreng kambing yang langsung dimakan dengan lahap.
"Enak ternyata. Bolehlah kapan-kapan aku pesen menu ini."
"Gak usah kapan-kapan. Sini piring kamu, aku bagi sekarang." Dio menyerahkan piring miliknya dan aku lalu membagi setengah nasi goreng milikku untuknya.
"Nih, aku bagi chicken gordon bleunya setengah buat kamu. Oke?"
"Oke." Dio gantian memberikanku setengah makanannya.
Tanpa kami sadari sejak tadi Papa dan Mama memperhatikan perbuatan kami. Mama yang tak sabaran langsung komentar.
"Kalian biasa kayak gitu? Maksudnya kalau makan suka berbagi satu sama lain?"
"Iya, Ma. Kita biasa kayak gini. Kalau ada yang enak kita sharing. Lebih sering Ayu sih yang sharing makanannya karena takut gendut kebanyakan makan."
"Bohong, Ma. Dio yang suka mintain makanan Ayu. Kadang Dio suka kurang kalau makan satu porsi makanya punya Ayu dikasih ke Dio sebagian." aku membela diriku dari bibit-bibit kejahilan Dio.
Mama kembali tersenyum. "Mama suka loh ngeliat kalian kayak gini. Sharing is caring you know?"
"Kalau kita mah lebih mendekati istilah irit mah daripada sharing. Kan kalo kita berbagi begini kita berdua bisa menikmati dua menu berbeda."
"Betul itu." kataku mengamini perkataan Dio.
Kali ini Mama bukan hanya tersenyum, bahkan tertawa terbahak-bahak. Tunggu, berani sumpah tadi aku ngeliat senyum di wajah Papa deh. Walaupun sekilas tapi aku yakin tadi Papa tersenyum. Ya Tuhan ngeliat Papa senyum sama aku kayak dapet anugerah loh.
Kami lalu menghabiskan makanan kami kemudian langsung menuju boarding pass. Aku hanya mengikuti Dio karena yang tahu tempat duduk kami ya Dio. Ternyata Mama memesankan first class untuk kami semua. Aku pikir hanya untuk Mama dan Papa saja, mungkin ditambah Dio sedangkan aku dikasih kelas bisnis saja sudah bersyukur ternyata Mama memperlakukanku sama dengan yang lainnya. Ah makin lope lope aku sama Mama.
Aku yang norak baru pertama kali naik first class langsung mengambil foto sebanyak mungkin. Mama hanya tersenyum kecil melihat ulahku. Berbeda dengan Dio yang menggunakan momen ini untuk meledekku.
"Baru naik first class, Neng?"
"Iya. Kelihatan banget ya noraknya?"
"He eh. Beneran belum pernah naik first class?"
"Iya bener. Waktu tugas kantor keluar kota aja paling bagus kelas bisnis itu pun karena gak dapet tiket pulang." kataku jujur.
"Ka-si-han. Nanti kalau bisnis aku sukses kamu aku ajak jalan-jalan deh."
"Bener?"
"Iya. Janji."
"Asyik. Awas ya kalau bohong."
"Iya, bawel. Udah pakai seat beltnya belum?" Dio memeriksa seat beltku yang ternyata belum terpasang. Ia memakaikannya lalu duduk kembali di kursinya untuk memakai seat belt miliknya.
"Beda ya kalau masih pengantin baru. Pakai seat belt aja dipakein. Beda sama Mama yang sudah puluhan tahun berumah tangga, Papa mah cuek bebek jadi Mama yang harus lebih agresif duluan." curhat Mama.
"Apaan sih, Ma?!" Papa akhirnya buka suara.
"Emang bener kan? Dulu waktu pacaran padahal Papa yang agresif loh sama Mama tapi pas udah nikah jadi malah jaga image gitu. Aslinya Papa ini romantis loh orangnya." aku dan Dio mulai tertarik dengan cerita Mama namun suara deheman Papa membuat kami mundur perlahan.
"Ehem." Mama langsung diam, takut suaminya marah. Itu salah satu ciri kalau Papa tidak menyukai sesuatu.
Setelah perjalanan selama kurang lebih 1 jam akhirnya kami tiba di Semarang. Lebih lama perjalan dari kantorku ke bandara ternyata. Dio membantuku menurunkan koper dan membawakannya kalau aku kerepotan dengan tas tanganku dan isi di dalamnya.
Supir keluarga Tante Irma sudah stand by menunggu kedatangan kami. Mobil innova terbaru cukup untuk mengangkut kami sekeluarga. Jarak rumah Tante Irma dengan Bandara ternyata hanya setengah jam saja.
Mama bercerita kalau keluarga besar Mama membuat suatu komplek perumahan sendiri. Jadi tetangganya ya masih saudara semua. Dalam komplek tersebut terdapat lapangan bola dan kebetulan rumah Tante Irma memiliki halaman belakang yang banyak pohon buahnya seperti di perkebunan saja.
Aku tak henti-hentinya berdecak kagum namun dalam hati agar tidak terlihat norak. Ternyata keluarga Mama pun tak kalah kaya. Kupikir selama ink Papalah yang tajir melintir eh ternyata Mama juga. Bedanya ya Mama tidak terlalu memamerkan hartanya jadi kesannya Mama bersikap sederhana padahal kenyataannya tidak.
Sejak masuk dari gerbang depan, komplek perumahan bergaya tradisional namun tidak mengurangi kesan mewahnya dibangun dengan rapi dan sangat jelas ada hasil karya arsitek terkenal didalamnya.
Mama menyebutkan satu persatu pemilik rumah yang masih saudaranya tersebut. Kami pun sampai di rumah Tante Irma. Pemilik rumah langsung menyambut kedatangan kami.
"Mbak. Mas." sapa Tante Irma. Ia pun mencium tangan Mama dan Papa karena mereka jauh lebih tua dari dirinya.
"Tante." sapa Dio yang juga langsung mencium tangan Tante Irma.
"Wah kamu makin ganteng Mas. Ini Ayu ya? Tante mau kenal dong sama istri kamu."
"Ayu Tante." aku memperkenalkan diri dan mengikuti jejak Dio mencium tangan Tante Irma.
"Oalah cantik. Ayu tenan istrimu, Dio. Seperti namanya Ayu. Pintar kamu milih istri." puji Tante Irma.
"Iyalah Tante. Pilihan Dio mah gak pernah salah."
Tunggu. Kapan Dio pilih aku? kita kan menikah karena tragedi mengerikan malam itu. Aku harus menanyakan hal ini nanti sama Dio.
*******
Hi semua
Maaf baru Up sekarang. Bukan karena abis motong sapi ya tapi memang lagi nunggu karyanya bisa dikontrak mangatoon. Berhubung ada yg gak lulus review jadi gak bisa ngajuin kontrak. Sekrang udah bisa ngajuin lagi semoga lulus ya.
Kemarin aku liat banyak yang vote makasih banyak ya. Terus vote biar aku semangat nulisnya. luv u all 🥰🥰🥰
dr cerita ini qta belajar ikhlas menerima keadaan, belajar menekan ego demi kelangsungan hidup dn belajar kesetiaan....
benar2 nih cerita bagus pake bgt,,qta g d bikin emosi hanya karena kelakuan pelakor yg bikin naik darah, d sini hanya bercerita tentang perjuangan seorang anak yg mo merintis usaha nya tanpa mendompleng nama besar ayah nya,,,perjuangan seorang suami yg bekerja keras demi menghidupi kluarga nya tanpa meminta bantuan kluarga nya yg kaya raya,,perjuangan seorang pria utk selalu setia pada istrinya yg meninggalkan suami nya dn perjuangan seorang istri yg mo menerima suami nya apa ada nya bukan ada apa nya,,dengan segala kekurangan dn kelebihan nya....dn cerita nya g lebay kaya cerita2 pada umum nya,,aq benar2 speechless utk novel yg satu ini..
rasa nya bintang 5 dn 4 jempol rasa nya kurang utk cerita sebagus ini,,makasih banyak2 ka Author udh bikin cerita sebagus ini 👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Pilih mundur✊️
ntar papanya meninggal kan akhirnya warisan buat dia juga
Smoga Ceritanya Yg Bagus...😘👍🏻
Namanya Ayu 👍🏻👍🏻