Apa jadinya jika seorang gadis kabur dari perjodohan orang tuanya dan berencana terlibat dalam permainan pernikahan gila dengan sahabatnya, tapi malah salah sasaran dan berakhir menikahi Paman dari sahabatnya.
"Kau sudah sah menjadi istriku, mulai sekarang bagaimanapun aku memperlakukanmu itu adalah hak-ku!" ujar Max Xavier, lalu memaksakan miliknya masuk ke dalam milik istrinya.
Lyra mulai menyesali ide gila dari sahabatnya, tapi sudah terlambat. Kini dirinya harus melayani nafsu gila dari suami salah sasarannya.
Akankah pernikahan itu bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alamat Lyra.
Lyra melepaskan genggamannya, "Jadi, ayo kita meeting kalau kau sudah tenang, hm?"
Mike mengehela nafas, ia segera bangun dari kursi, "Ya, ayo."
Mereka berdua kembali ke ruangan, semua orang saling memberi pengenalan dan memulai pembacaan skrip pertama. Setelah kurang lebih 3 jam pertemuan dibubarkan dan mereka akan segera melakukan adegan syuting pertama kali 4 hari lagi.
Diluar bangunan Lyra dan asistennya sudah bersiap masuk ke dalam mobil, ia menatap Mike. "Kau masih di Apartemen itu atau sudah pindah, Mike?" tanyanya.
"Sudah pindah, tapi sesekali aku masih datang ke Apartemen. Disana terlalu banyak kenangan kita," balas Mike.
"Baiklah, jika ingin mengobrol aku akan menghubungimu. Kita bisa sesekali ngobrol disana, aku pergi." Lyra masuk ke dalam mobil ia melambaikan tangan ke arah Mike.
Mike membalas lambaian tangan Lyra sampai mobil wanita itu sudah tak terlihat lagi.
"Tuan, apakah itu Nona Lyra yang sering anda ceritakan pada saya?" tanya sang asisten penasaran.
"Yup, legenda hidupku. Burung yang terbang entah kemana, sekarang dia sudah kembali. Entah dia akan terbang lagi atau tidak, tapi semasih kedua sayapnya utuh bukankah dia akan selalu terbang, Darren?"
"Hm, entahlah Tuan. Tapi bukankah terbang dengan sayapnya sendiri akan membuatnya bahagia daripada burung itu terkurung dalam sangkar, meskipun itu sangkar emas sekalipun?" jawab Darren.
Mike menghela nafas berat, ia akan menjaga burung itu agar tidak terluka meskipun burung itu akan terbang kembali. "Ayo, pergi."
***
Jovanca menunggu putranya berbicara dengannya, ia sedang duduk di sofa kantor Max. Tapi setelah setengah jam berlalu, putranya tak pernah meliriknya sedikit pun.
"Max, Mama datang kesini karena kamu semalam tidak pulang. Dimana kamu tidur semalam, apa di Mansion-mu?" akhirnya Jovanca bersuara.
Mike mengangkat kepalanya. " Tidur atau tinggal dimanapun, bukan urusan Mama. Katakan, ada urusan apa? Aku harus pergi meninjau beberapa bangunan."
"Semalam setelah pulang, Gabriela memintaku agar bicara padamu. Dia ingin secepatnya menikah, kapan kamu siap? Ini sudah 8 tahun Max! Apa kamu harus menunggu wanita yang sudah pergi meninggalkanmu?!" Jovanca maju mendekati meja Max.
Max menatap Ibunya tajam, "Dulu, aku bahkan tidak sadar sudah menandatangani surat perceraianku dengan Lyra, itu semua ulahmu. Saat kau bilang kau tau keberadaan Lyra dari para pengacara itu, kau bilang akan memberitahuku keberadaan Lyra dan Kakak perempuanku asalkan aku menerima Gabriela dan anaknya. Tapi Mah, aku juga membuat kesepakatan denganmu, bukan? Jika aku akan menikahi Gabriela kapanpun semau Mama, asalkan beritahu dulu aku keberadaan mereka berdua. Tapi sampai saat ini, Mama belum memberitahuku!"
"Baiklah, Mama akan beritahukan keberadaan Kakak perempuanmu dan Lyra. Tapi berjanji lah untuk segera menikah dengan Gabriela," akhirnya Jovanca mengalah, ia juga mendengar dari Gabriela semalam jika Gabriela melihat Lyra di Restoran. Dulu saat ia menyuruh salah satu staff nya mengikuti para pengacara yang datang, ia mengetahui Mansion tempat Lyra tinggal bahkan ia tau beberapa hari kemudian wanita itu pergi ke LN. Sekarang wanita itu sudah kembali, lambat laun Max pasti bisa menemukan keberadaan wanita itu. Lebih baik ia beritahu sekarang tapi Max bisa menikah dengan Gabriela. Ya, Betul!
"Ini alamat Mansion tempat Lyra 8 tahun lalu tinggal, entah wanita itu masih ada disana atau tidak. Sedangkan Kakak perempuanmu ada di LN, dia menjadi biarawati di salah satu gereja disana." Jovanca menulis 2 alamat di selembar kertas.
Max seketika merebut kertas dari tangan Ibunya. Ia segera berdiri tak ingin menunggu lebih lama lagi untuk memastikan perkataan Ibunya.
"Ingat, Max! Nikahi Gabriela! Kau sudah berjanji, tepati janjimu!" teriak Jovanca dari belakang Max saat putranya membuka pintu pergi keluar.