Kisah Cinta Arka

Tengah malam ketika Tia sadar, ia merasa bingung karena berada di dalam sebuah mobil. Ia menoleh ke samping dan melihat Reyhan yang tengah duduk sambil memegangi poselnya. Tia mengerutkan dahinya karena merasa kepalanya masih sakit.

“Akhirnya kamu bangun juga,” ucap Reyhan sambil memasukkan ponselnya ke dalam sakunya.

“Saya tidak tidur, tapi pingsan,” jawab Tia sedikit ketus lalu bangkit dari berbaringnya.

“Ya sudah, kembalilah ke kamarmu kalau begitu. Oh iya, bulan depan kita akan menikah, jadi bersiaplah,” ujar Reyhan tiba-tiba.

“Apa? Menikah? Pak Rey bercanda?” tanya Tia dengan terkejut dan melotot pada Reyhan.

“Tidak, saya serius. Gara-gara kejadian tadi, saya sudah terlanjur bilang pada beberapa dosen tadi kalau saya akan menikahi kamu,” jawab Reyhan sambil menatap Tia.

Tia pun segera membuka pintu mobil di sampingnya lalu keluar dan menutupnya dengan sedikit keras. Ia mendengus kesal dengan keputusan Reyhan yang tidak meminta persetujuanny terlebih dahulu.

“Benar-benar tidak lucu,” gumam Tia sambil melangkahkan kakinya menjauhi mobil Reyhan.

Reyhan keluar dari dalam mobilnya lalu mengejar Tia. Setelah itu ia menarik tangan Tia untuk menghentikan langkah kaki Tia.

“Apa sih mau Pak Rey?” tanya Tia dengan marah lalu menghempaskan tangan Reyhan yang memegang tangannya.

“Seperti yang saya bilang tadi, saya mau menikah sama kamu,” jawab Reyhan dengan entengnya.

“Saya tidak mau,” tolak Tia sambil menatap tajam ke arah Reyhan.

“Tidak ada penolakan. Saya tidak mungkin menarik kata-kata saya,” pungkas Reyhan lalu melangkahkan kakinya pergi hendak masuk ke dalam penginapan.

Tia menyaksikan kepergian Reyhan lalu mendengus kesal dan menghentakkan sebelah kakinya ke tanah. Ia tidak habis pikir, tour yang ia bayangkan akan menyenangkan malah berbuah pernikahan paksa. Tiba-tiba ia menjadi sedih. Ia teringat janjinya pada Arka yang akan menunggunya pulang. Sudah hampir empat tahun ia menanti, tapi malah ada kejadian seperti ini.

“Apa yang harus aku katakan pada Arka?” gumam Tia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam penginapan.

***

Satu minggu berlalu

Tia tidak mau bertemu Reyhan. Ia selalu bersembunyi saat melihat Reyhan. Reyhan juga mencarinya selama seminggu ini. Yang membuat Reyhan kesulitan mencari Tia adalah ia tidak tahu nama Tia. Hingga akhirnya ia mengabsen mahasiswanya satu persatu di setiap kelas. Dengan cara begitu ia bisa mengetahui di mana calon istrinya itu.

Ketika absen dimulai, jantung Tia berdebar-debar hebat. Ia tidak ada kesempatan lagi untuk mencari cara menghindari Reyhan.

“Salsa Saraswati?” panggil Reyhan mengabsen mahasiswanya.

“Hadir Pak,” jawab Salsa seraya mengangkat telapak tangannya ke atas.

“Sintia Maulidya?” panggil Reyhan sambil mengalihkan pandangannya dari buku absen ke penjuru kelas. Namun, hening tidak ada jawaban.

Salsa segera menyenggol lengan Tia yang berusaha menutupi wajahnya dengan buku. Tia pun dengan cemberut mengangkat telapak tangannya tanpa menurunkan buku dari wajahnya.

“Hadir Pak … “ ucap Tia.

Reyhan yang merasa penasaran segera mendekati Tia lalu mengambil buku yang menutupi wajah Tia. Namun, Tia tetap bersikukuh tidak mau memberikan bukunya pada Reyhan. Adegan tarik-menarik buku pun menjadi tontonan semua yang ada di ruangan itu. Hingga akhirnya Reyhan menang. Tia menoleh ke samping menjauhi Rehyan dan menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.

“Akhirnya ketemu juga,” gumam Reyhan sambil menyeringai dan tersenyum puas.

Tia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya karena akhirnya ketahuan juga. Reyhan segera mencekal tangan Tia lalu menariknya supaya ikut keluar. Mau tidak mau akhirnya Tia mengikuti Reyhan. Sementara itu semua mahasiswa yang ada di dalam kelas bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi.

Di luar kelas, Reyhan melepaskan tangan Tia. Tia memegangi pergelangan tangannya yang baru saja dilepaskan Reyhan. Kebetulan di lorong itu sepi, sehingga mereka bisa bicara dengan bebas. Ketika Reyhan baru akan membuka mulutnya, tiba-tiba beberapa kepala mahasiswanya muncul di lubang jendela karena penasaran. Reyhan menoleh dan melotot pada mereka hingga mereka pun menarik kepalanya masuk kembali.

“Apa mau Pak Rey?” tanya Tia sambil menatap Reyhan.

“Tiga minggu lagi kita akan menikah. Jangan kabur lagi. Aku sudah mempersiapkan semuanya,” jawab Reyhan.

“Saya tidak mau menikah dengan Pak Rey,” tolak Tia dengan mengerutkan dahinya.

“Sudah terlanjur. Kita tidak bisa mundur lagi. Nanti siang setelah kuliah selesai, ikutlah ke rumah orang tuaku,” ucap Reyhan lalu masuk ke dalam kelas meninggalkan Tia. Tia mendengus kesal karena Reyhan memutuskan semunya sendiri tanpa meminta persetujuannya sama sekali.

Selesai jam kuliah, Tia tidak bisa menghindari Reyhan lagi. Kini Tia sudah berada di dalam mobil Reyhan menuju rumah keluarga Wijaya. Di dalam mobil Tia tidak mengeluarkan suaranya satu kata pun. Ia merasa gugup dan tidak percaya akan menikah tiga minggu lagi dengan orang yag bahkan tidak ia kenal sebelumnya.

“Di mana rumahmu?” tanya Reyhan ingin mengenal Tia lebih jauh.

“Saya tidak punya rumah apalagi orang tua. Saya yatim piatu dan besar di sebuah panti asuhan. Apa Pak Rey masih mau menikah dengan saya?” tanya Tia seraya menatap Reyhan. Ia berharap Reyhan mundur untuk menikah dengannya.

“Tidak apa-apa. Saya terima kamu apa adanya,” jawab Reyhan seraya tersenyum. Tia pun cemberut mendengar jawaban Reyhan yang tidak sesuai dengan harapannya.

Sesampainya di halaman rumah keluarga Wijaya, Tia dan Reyhan turun dari mobil. Reyhan tahu Tia gugup karena itu ia menggenggam tangan Tia supaya bisa mengurangi kegugupannya. Tia menatap Reyhan dan tersenyum canggung.

“Ma … Reyhan pulang,” ucap Reyhan saat memasuki rumahnya.

Bu Tari mamanya Reyhan segera  keluar dari dalam kamarnya saat mendengar suara Reyhan. Ia mengerutkan dahinya saat melihat Reyhan datang dengan seorang gadis. Padahal ia sudah berniat menjodohkan Reyhan dengan anak temannya.

“Siapa dia Rey?” tanya Bu Tari sambil menunjuk ke arah Tia.

“Calon istri Reyhan, Ma,” balas Reyhan seraya tersenyum.

“Calon istri?” tanya Bu Tari lagi.

“Iya Ma. Kita akan menikah tiga minggu lagi,” jawab Reyhan.

“Tiga minggu lagi? Kenapa mendadak? Dia tidak hamil kan?” tanya Bu Tari dengan curiga dan menatap Tia dengan tidak senang.

“Tidak Ma. Karena menurut Reyhan lebih cepat lebih baik. Bukan begitu sayang?” ucap Reyhan seraya menatap Tia dan mengeratkan genggaman tangannya pada Tia.

“I-iya … “ balas Tia dengan tersenyum yang dipaksakan.

“Dari keluarga mana dia?” tanya Bu Tari dengan tatapan sinis pada Tia. Tia pun bisa mengetahuinya kalau Bu Tari tidak menyukainya.

“Dia yatim piatu, Ma,” jawab Reyhan dengan tenang.

“Apa? Yatim piatu Rey? Yang benar saja? Mendingan kamu menikah dengan Dona. Sebentar lagi dia akan pulang dari kuliahnya di Amerika,” balas Bu Tari. Perdebatan Reyhan dan Bu Tari pun tidak terelakkan.