Maya dan Leo menikah di usia yang masih belia. Persoalan rumah tangga terasa sulit dihadapi karena belum matangnya usia mereka. Hingga perceraian tak mampu mereka hindari. Kini mereka bertemu kembali. Mampukah benih-benih cinta mempersatukan mereka lagi ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahpahaman
"Ayo mau pesen apa lagi?" tanya Angga pada Duo Julid yang terlihat sedang menikmati pizza dengan kejunya yang mulur menurut mereka.
Sikap norak mereka di mataku dan Angga malah terlihat lucu. Mereka polos dan apa adanya. Itu yang membuat aku dan Angga menyukainya.
"Itu aja. Tadi saya liat ada gado-gado disana!" tunjuk Bu Sri.
"Gado-gado? Salad kali maksudnya." koreksi Angga.
"Salad itu apaan? Belum pernah makan saya. Kalau gado-gado baru saya tau." tanya balik Bu Sri.
"Ya salad itu kayak gado-gadonya orang kita, Bu. Cuma bedanya salad itu pakai mayonaise bukan pakai sambal kacang kayak yang biasa ibu makan." kataku menjelaskan.
"Ih mayonaise kan dari telur ya? Enggak amis memangnya?" tanya Bu Sri lagi.
"Coba aja langsung, Bu. Ibu ambil aja di meja tengah. Mumpung lagi ada disini semua bisa ibu coba." kata Angga mempersilahkan.
"Beneran? Kalau saya enggak doyan gimana?" tanya Bu Sri lagi.
"Enggak apa-apa, Bu. Ambil secukupnya. Kalau enggak habis juga enggak apa-apa. Kalau kurang nanti bisa bungkus bawa pulang." kata Angga lagi.
"Yaudah kalau gitu. Saya mah enggak akan sungkan. Yuk Bu Jojo kita ambil." ajak Bu Sri pada sohib kesayangannya.
Bu Jojo dan Bu Sri lalu meninggalkan Inez dan Angga untuk mengambil salad.
"Lucu ya Nez bergaul sama mereka." kata Angga sambil matanya tak lepas memandang Bu Sri dan Bu Jojo yang sedang berdebat apa aja yang harus mereka masukkan dalam mangkok.
"Iya. Mereka lucu tapi baik. Banyak menolong aku juga. Mereka juga banyak mengajarkanku tentang pengalaman hidup."
"Oh ya? Pengalaman apa? Setahu aku mereka kebanyakan julidnya deh dibanding pengalaman hidupnya." komentar Angga seenaknya.
"Ya enggak gitulah. Jahat banget ih kamu sama mereka." omelku sambil tertawa.
"Ha..ha..ha... Nanti aku sungkem deh buat minta maaf sama mereka." balas Angga sambil tertawa juga.
Aku tak menyadari kalau sehabis tertawa aku akan menangis. Aku tak menyadari kehadiran seseorang yang sejak tadi memperhatikan kami. Memperhatikan dari restauran korea yang terletak tepat di depan restoran pizza yang kami datangi.
"Oh gitu ya. Aku sibuk kerja tapi kamu malah haha hihi sama cowok lain?" aku menengok ke asal suara yang amat kukenal tersebut.
Leo? Kenapa bisa ada Leo? Aku melihat Leo menatapku dengan penuh kemarahan. Jadi Leo bekerja di restauran depan tempat kami makan! pizza?
"Leo? Kamu kok ada disini?" tanyaku gugup. Aku lalu berdiri dan mendekati Leo yang kini sedang melipat kedua lengannya di dada. Matanya amat meyeramkan karena terlihat kemarahan yang amat besar didalamnya.
"Justru aku yang seharusnya nanya apa yang kamu lakukan dengan laki-laki yang bukan suami kamu? Cih... Ternyata kamu memang benar-benar selingkuh di belakangku ya?" tuduh Leo.
"Selingkuh? Aku enggak kayak gitu, Leo. Kamu salah paham. Aku pergi enggak berdua aja sama Angga kok. Ada Bu Sri dan Bu Jojo juga yang ikut serta." kataku memberi penjelasan.
Sebelum pertengkaran kami makin memanas, manager pizza mempersilahkan kami menyelesaikan masalah kami di luar. Leo pergi dari restauran dengan kesalnya.
Aku menatap Angga minta bantuan. "Biar aku urus yang disini. Kamu pergi saja selesaikan dengan suami kamu. Nanti aku nyusul sama Bu Sri dan Bu Jojo."
Aku lalu meninggalkan restauran dan berlari menghampiri Leo. Perutku yang sedang ada bayo terasa agak kram kupakai untuk berlari.
Aku menemui Leo yang kini berjalan ke parkiran. Aku mengejar dan berhasil menarik tangannya namun Leo menghempaskan tanganku sampai aku jatuh terduduk.
"Leo, dengerin aku dulu. Kamu tuh harus denger penjelasan aku. Aku enggak ada hubungan apa-apa sama Angga." tak kuhiraukan rasa sakit akibat terjatuh.
"Masih enggak mau ngaku? Selingkuh ya selingkuh aja. Mau ngajak orang satu kampung juga tetap aja niat selingkuh kamu akan tetap ketahuan. Capek ya kamu hidup susah sama aku?" kata Leo dengan sinis.
Aku berusaha bangun namun rasanya amat sakit. Aku putuskan tetap bicara meski sambil duduk. Aku menyeret kakiku dan berhasil mendekati Leo. Aku genggam tangannya berusaha meredakan emosinya.
Air mata mulai turun membasahi wajahku. "Enggak Leo. Aku tetap bersama kamu kok. Aku terima apapun keadaan kamu. Aku sayang sama kamu. Maafin aku Leo. Ini tidak seperti yang kamu pikirin." kataku sambil terisak.
"Jadi Dia cowok yang sudah membelikan kamu es krim dan tumpukan cokelat yang udah kamu sembunyikan? Segitu materialistisnya ya kamu sampai harus ngemis-ngemis ke cowok lain hanya demi makan enak?" kata-kata tajam Leo amat menusuk dadaku. Kenapa Leo tega berkata seperti itu padaku.
"Leo... Kamu salah paham. Aku tuh cuma bercanda aja sama Angga. Iseng aja. Dan cokelatnya juga aku kasih ke Bu Sri dan Bu Jojo juga. Kami cuma temenan aja. Tolong kamu dengerin aku dulu!" kataku memohon ampunan Leo.
Leo menghempaskan lagi tanganku. "Aku paling benci dengan perselingkuhan. Apapun alasannya. Apalagi dengan seorang istri yang kecentilan dan selingkuh di belakangku. Aku benci sama kamu, May!"
Leo lalu berjalan meninggalkanku menuju motornya. Kulihat Ia mengangkat teleponnya yang berdering.
"Leo tunggu." Aku berusaha bangun namun perutku sakit sekali. "Awww... Leo.... Tolong!" aku memanggil Leo dengan suara yang kesakitan.
Leo tak mengindahkanku. Ia lalu pergi menaiki motornya dan meninggalkanku.
"Leo... Leo!" Aku berusaha memanggil Leo namun Ia tetap pergi. Sampai aku akhirnya pingsan tak sadarkan diri karena tak kuat menahan rasa sakit.
*****
POV Leo
Apa yang kamu rasakan saat melihat istrimu sedang tertawa bahagia dengan laki-laki lain? Jawabannya sakit. Sangat sakit.
Sejak pertengkaran dengan Maya masalah Ia bekerja mengupasi bawang, aku berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan uang lebih. Aku meminta Lidya memindahkanku ke shift pagi agar aku bisa kerja sambilan sepulang kerja.
Aku bekerja bukan hanya di restoran Korea milik Lidya. Aku mendaftar untuk bekerja sebagai delivery makanan. Pulang kerja kukelilingi setengah kota hanya untuk mengantarkan pesanan kepada pelanggan.
Aku merasa bersalah pada Maya karena tak bisa menghidupinya dengan layak. Karena ketidakmampuanku juga Ia sampai harus mengupasi bawang hanya demi mendapat tambahan uang untuk periksa ke bidan.
Miris. Aku miris dengan kemiskinan ini. Andai saja aku bisa menahan diri sedikit lebih lama, setidaknya sampai aku lulus kuliah dan punya pekerjaan maka aku akan bisa menghidupi Maya dengan lebih baik.
Hanya tinggal beberapa semester saja kuliahku selesai. Kenapa aku tidak bisa menahan diri selama itu? Kalau kuliahku lulus aku kan bisa minta pekerjaan yang mapan sama Papa. Bukan malah berakhir diusir dan luntang lantung di kota kayak gini.
Setelah mencari pekerjaan akhirnya pekerjaan sebagai delivery service kudapatkan. Pendapatan yang kuperoleh lumayan untuk menambah uang belanja untuk Maya. Ya walau pada akhirnya aku dan Maya makin menjauh.
Kami hampir jarang bertemu. Kami makin jarang berkomunikasi. Bukannya makin baik, hubunganku dan Maya makin hambar.
Rumah hanya sebagai tempatku numpang tidur saja. Untuk makan masakan Maya saja sudah jarang kulakukan. Aku harus benar-benar mengatur waktu kalau mau dapat uang banyak.
Aku bahkan sudah tidak pernah libur sama sekali. Setiap hari aku maksimalin bekerja. Aku harus memenuhi kebutuhan Maya agar Ia tidak perlu bekerja lagi.
Tetapi semua pengorbananku rasanya sia-sia dikala aku melihat Maya sedang tertawa bahagia bersama Angga, laki-laki yang kutemui di taman sedang melukis wajah istriku.
Aku laki-laki, aku bisa tahu kalau Angga menyimpan perasaan suka pada istriku. Seakan es krim dan cokelat belum cukup untuk mendekati istriku yang masih labil, Angga bahkan mengajak istriku makan pizza tanpa ijin dariku.
Rasa marah langsung mengaliri tubuhku. Ini sudah tidak bisa ditolerir. Ini namanya selingkuh. Dan aku benci itu
Kulepaskan celemek yang kupakai lalu kubuang ke sembarang belakang meja kasir. Aku akan menghampiri Maya. Tawa bahagia Maya malah membuat emosiku makin naik.
Maya amat kaget melihat kedatanganku yang tidak Ia duga pastinya. Ia berusaha menjelaskan dengan mengatakan kalau Ia pergi bersama dua ibu-ibu teman akrabnya tersebut.
Aku tidak peduli. Aku tidak mau mendengar apapun alasan Maya. Bagiku Ia tetap salah.
Aku pergi dari restauran dan Maya tetap mengejarku. Kuhempaskan tangannya sampai Ia terjatuh. Saking emosinya aku lupa kalau Ia sedang mengandung anakku.
Maya memohon aku untuk mendengarkan penjelasannya. Aku tetap saja ingin pergi. Aku butuh berpikir tenang.
Langkahku terhenti tatkala ada telepon masuk dari Hp-ku. Kulihat Mama memanggil.
"Kenapa, Ma?" tanyaku.
"Leo, cepat kamu ke tempat Om Hans sekarang! Mama akan kirim lokasinya." perintah Mama.
"Leo enggak mau. Ngapain juga Leo harus ke tempat Om Hans?" tolakku.
"Papa kamu Leo. Papa kena OTT (Operasi Tangkap Tangan) karena kasus penyuapan. Kamu ke rumah Om Hans dulu. Mama akan jelaskan semuanya nanti."
Berita yang Mama sampaikan sangat mengagetkanku. Papa tertangkap karena KKN? Bagaimana bisa?
Aku melihat pesan yang berisi lokasi tempat Om Hans yang Mama kirimkan. Aku langsung menuju kesana tanpa memerdulikan keadaan Maya. Aku tak tahu kalau aku akan menyesali perbuatanku nantinya.
POV Leo End.
******
Aku merasa tidurku kali ini amat nyenyak. Seperti tidak ada masalah dalam hidup. Tunggu, masalah? Bukannya aku lagi ada masalah dengan Leo?
Atau tadi hanya mimpi saja? Padahal aku sedanh tertidur dan tadi aku memimpikan sedang bertengkar dengan Leo?
Tapi kenapa mimpiku tadi terasa nyata? Baiklah aku harus bangun dan memastikan kalau mimpi tadi hanya sekedar mimpi buruk yang akan hilang kalau aku bangun.
Aku membuka perlahan mataku. Sangat terang. Apa Leo lupa menutup jendela?
Aku memicingkan mataku. Semua serba putih. Kenapa ini tidak seperti di kontrakkanku? Ada dimana aku?
"May? Kamu udah sadar?" suara seorang cowok tapi bukan suara Leo.
Aku menengok ke arah suara tersebut. Masih agak samar dan berbayang. Siapa yang memanggilku?
"Si..apa?" tanyaku lemah.
"Ini aku Angga, May." jawab cowok tersebut.
Angga? Oh Angga si anak sepeda di taman? Loh kok bisa Angga sih?
Perlahan pandanganku mulai jelas. Wajah Angga yang memang tampan mulai bisa kulihat jelas.
"Ini dimana?" tanyaku masih dengan suara lemah.
"Tunggu sebentar, May. Aku panggil dokter dulu!" Angga lalu pergi meninggalkanku.
Dokter? Kenapa harus memanggil dokter? Memangnya aku dimana?
Pandanganku menyisir sekeliling ruangan. Sepi. Seperti ada di kamar rumah sakit. Kenapa aku bisa ada disini?
Aku mengumpulkan ingatanku. Ternyata pertengkaran aku dan Leo bukan mimpi. Semua ini nyata. Aku ingat kalau aku pingsan di parkiran.
Aku ingin bangun dan harus mengejar Leo lagi untuk menjelaskan semuanya. Leo tidak boleh ada salah paham lagi terhadapku.
Aku berusaha untuk bangun namun tubuhku terasa lemas bahkan untuk bangun pun sulit. Seperti tidak ada tenaga.
"Stop! Jangan bangun dulu, May. Kamu masih lemas." Angga berlari dari pintu dan bergegas menghampiriku ketika melihatku berusaha untuk bangun.
"Kenapa aku ada disini, Ga? Mana Leo?" tanyaku mencari-cari keberadaan suamiku tersebut.
"Tadi kamu pingsan, May. Aku nyariin kamu sama Bu Sri dan Bu Jojo dan dapat kabar kalau kamu pingsan di parkiran. Aku langsung membawa kamu ke rumah sakit." kata Angga menjelaskan.
"Aku udah enggak apa-apa, Ga. Tolong anterin aku pulang. Leo pasti sudah pulang. Aku mau menjelaskan semuanya sama Leo. Dia udah salah paham sama kita."
Angga hanya diam. Ia tidak membantuku bangun. Lalu kudengar suara ribut-ribut yang berasal dari luar kamar.
Aku mengernyitkan keningku. Apa aku berhalusinasi? Itu suara.... bapak?
"Aku yang menelepon keluarga kamu, May." kata Angga menjelaskan pertanyaanku.
"Kenapa kamu telepon mereka. Kamu cukup telepon Leo suamiku saja. Bisa runyam kalau mereka tahu. Liat saja mereka bahkan sedang marah-marah entah dengan siapa." omelku.
Aku tidak suka dengan sikap Angga yang seenaknya saja menghubungi keluargaku. Jelas-jelas aku dan kekuargaku bermasalah. Kenapa bukan menghubungi Leo saja yang memang suami sahku?
Tak lama suara keributan di luar pun sunyi. Lalu dokter masuk ke dalam ruanganku diikuti dengan Ayah dan Ibu yang lemas sambil dipegangi oleh Kak Rian.
"Kenapa semuanya ada disini?" tanyaku bingung.
"May-" Angga berusaha berbicara namun aku tidak mau dengar aku sebal karena Dia lebay harus menghubungi keluargaku segala.
"Aku mau pulang. Seharusnya kamu menghubungi suamiku. Kamu malah memperkeruh suasana saja!" omelku pada Angga.
Dokter yang akhirnya melerai pertengkaranku dengan Angga.
"Ibu Maya. Saat ini Ibu Maya tidak dalam kondisi yang bisa saya ijinkan untuk pulang." kata Dokter.
"Memangnya kenapa Dok? Saya sudah sehat kok. Hanya masih lemas sedikit." kataku tak mau kalah. Sekarang bukan waktunya aku istirahat. Aku harus menjelaskan kesalahpahamanku dengan Leo. Harus.
"May... Kenapa kamu harus mengalami hal kayak gini." Ibu lalu menangis makin terisak.
"Bu, Maya enggak apa-apa. Ibu jangan sedih ya. Maya udah sehat kok sekarang." aku tak mau Ibu makin sedih.
"Ibu Maya, memang kondisi Ibu sudah lebih baik tapi Ibu habis menjalani operasi. Ibu masih harus istirahat lebih lama lagi." kata dokter.
"Operasi? Operasi apa?" tanyaku lagi.
"Mohon maaf sekali, kami sudah berusaha namun bayi Ibu Maya tidak dapat tertolong lagi." suara pemberitahuan dari dokter yang bak petir menyambar di siang bolong.
****
Yang suka ayo like... Yang mau lanjut ayo Vote... 😘😘😘