"Kenapa kau suka sekali ikut campur dengan urusan pribadiku?"
"Karena aku sedang mencari celah untuk mendekatimu dan merebut dirimu dari suamimu yang brengsek itu," jawab Hansel blak-blakan.
Jatuh cinta pada seorang gadis bukanlah hal yang memalukan. Tapi bagaimana jika ternyata kau jatuh cinta pada seorang wanita yang berstatus sebagai istri dari pria lain?
Hal inilah yang dirasakan oleh seorang Hansel Abraham. Hansel jatuh cinta pada Hanni, perawat pribadinya yang saat ini menyandang status sebagai istri dari Raymond Damara.
Langkah apa yang akhirnya akan diambil oleh seorang Hansel Abraham?
Apakah Hansel akan merelakan Hanni tetap bersama Raymond?
Atau Hansel akan menggunakan segala cara untuk merebut Hanni dari pelukan Raymond?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bundew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TANDA APA ITU?
Di kantor Raymond,
"Jadi, apa Renata sering mengirimkan makan siang untukmu?" Tanya Hanni membuka obrolan.
"Setiap hari," jawab Raymond.
"Tapi itu semua atas perintah mama," imbuh Raymond lagi seolah sedang memberi alasan.
"Kalian tinggal di rumah orang tuamu?" Tebak Hanni yang langsung disambut Raymond dengan sebuah anggukan.
"Ini sungguh diluar rencana kami, Hanni! Tadinya kami sudah sepakat untuk tinggal di apartemen Renata, agar kami tidak perlu berbagi kamar. Tapi mama dan papa bersikeras minta kami tinggal di rumah," Raymond terlihat ragu untuk melanjutkan ceritanya.
"Jadi kalian berbagi kamar dan ranjang sekarang?" Tebak Hanni seolah sedang melanjutkan cerita Raymond yang terputus.
"Aku tidur di sofa satu bulan ini. Dan aku tidak pernah sekalipun menyentuh Renata," ucap Raymond yang terdengar bersungguh-sungguh.
Hanni hanya menghela nafas dan tidak berbicara lagi. Wanita itu menyodorkan makan siang pada Raymond.
"Bagaimana denganmu? Apa kau sungguh-sungguh bekerja sebagai pelayan di rumah keluarga Abraham?" Raymond mengalihkan topik pembicaraan.
"Memangnya kamu pikir aku bekerja apa disana?" Hanni sedikit tersinggung saat Raymond menyebut tentang pekerjaannya di keluarga Abraham.
"Bukan begitu, Hanni!" Raymond segera merangkul pundak Hanni demi meredakan emosi istrinya tersebut.
"Aku minta maaf jika perkataanku barusan menyinggungmu," imbuh Raymond lagi merasa bersalah.
Hanni menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.
"Aku yang minta maaf karena sudah membentakmu barusan." Jawab Hanni ikut merasa bersalah.
Suami istri itupun melanjutkan makan siang mereka dalam diam.
****
Menjelang sore, Raymond mengantar Hanni kembali ke kediaman keluarga Abraham.
"Kau mengenal keluarga Abraham?" Tanya Hanni memecah keheningan di dalam mobil.
Lalu lintas sore sedikit tersendat karena bersamaan dengan jam pulang kantor.
"Hanya dalam dunia bisnis. Selebihnya aku tidak tahu-menahu tentang keluarga itu. Mereka pemilik beberapa hotel dan restorant mewah," jawab Raymond sekenanya.
Raymond kembali memperhatikan alamat di kertas yang diberikan oleh Hanni. Mobil Raymond sudah masuk ke sebuah kawasan perumahan. Mobil melaju perlahan hingga akhirnya berhenti tepat di depan sebuah rumah yang tertutupi pagar besi kokoh.
"Ini rumahnya?" Raymond memastikan sekali lagi.
"Iya, ini memang rumahnya," jawab Hanni yang tentu saja sudah hafal dengan pagar dan rumah besar tersebut.
Raymond mengecup bibir Hanni sekali lagi, sebelum istrinya tersebut turun.
"Hubungi aku kalau kau mendapat cuti lagi. Aku akan menjemputmu," pesan Raymond sekali lagi.
Hanni mengangguk,
"Aku turun dulu. Bye!" Hanni segera turun dan melambaikan tangan pada Raymond.
Raymond masih memperhatikan Hanni hingga wanita itu masuk ke dalam gerbang kokoh rumah keluarga Abraham.
Setelah Hanni tak terlihat lagi, segera Raymond memacu mobilnya meninggalkan rumah besar tersebut.
****
Hanni terlonjak kaget saat membuka pintu kamarnya.
Hansel sedang duduk di atas kursi rodanya dan berada di dalam kamar Hanni.
Astaga!
Apa yang dilakukan tuan muda pemarah ini disini?
"Apa yang anda lakukan di sini? Apa anda tersesat?" Hanni memberanikan diri untuk bertanya pada Hansel.
"Tersesat? Ini rumahku! Aku tidak mungkin tersesat di dalam rumahku sendiri," jawab Hansel dengan nada galak.
"Lalu kenapa anda di kamar saya?" Tanya Hanni sekali lagi.
Hansel memutar kursi rodanya, dan hendak keluar dari kamar Hanni.
"Hanya memastikan, kalau kau tidak menyembunyikan salah satu barangku di kamarmu," gumam Hansel yang lanjut menjalankan kursi rodanya keluar dari kamar Hanni.
Tangan Hanni secepat kilat menahan kursi roda tuan muda sialan itu.
"Anda menuduh saya mencuri?" Sergah Hanni yang merasa tak terima.
"Aku tidak pernah mengucapkan kalimat itu. Kau yang sedang menuduh dirimu sendiri." Hansel memutar balikkan fakta.
Hanni menatap tajam pada netra hazel milik tuan muda pemarah itu.
"Saya memang miskin, tapi saya tidak akan pernah mengambil barang-barang yang bukan milik saya!" Ucap Hanni dengan nada tegas.
Hansel tersenyum simpul,
"Aku tidak pernah menuduhmu seperti itu, Hannifa. Kenapa kau jadi marah-marah seperti itu?" Sahut Hansel tanpa raut bersalah sedikitpun.
Hanni benar-benar geram pada pria di hadapannya ini. Andai Hanni tidak benar-benar butuh uang, Hanni pasti sudah menjungkirbalikkan kursi roda tuan muda sialan ini.
Hansel sudah kembali menjalankan kursi rodanya,
"Cepatlah mandi, dan bawakan makan malamku!" Perintah Hansel yang kini sudah sampai di ambang pintu kamar Hanni.
"Saya masih cuti hari ini!" Sahut Hanni seraya bersedekap seolah sedang menantang Hansel.
Hansel berbalik dan menatap pada Hanni yang kini memasang raut wajah marah.
"Kenapa tidak menyuruh Jevon saja?" Imbuh Hanni lagi masih sambil bersedekap.
"Ambilkan saja atau aku akan menggedor pintu kamarmu, jika kau tidak membawakan makananku ke kamar!" Gertak Hansel kali ini lebih keras dan galak.
Sesaat raut marah di wajah Hanni langsung berubah menjadi raut segan.
Hansel sudah pergi dari kamar Hanni sekarang.
Segera Hanni menutup pintu kamarnya seraya terus menggerutu dalam hati.
****
Pukul 18.00.
Hanni mendorong masuk troli berisi makanan ke kamar Hansel. Pria itu masih berkutat dengan laptop di hadapannya.
"Apa kau baru saja mandi ke air terjun Niagara? Kenapa lama sekali?" Gerutu Hansel tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
Hanni memilih untuk diam dan tidak menanggapi. Wanita itu langsung menata makan malam Hansel di atas meja.
"Apa kau sudah menjadi tuli dan bisu sekarang? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" Cecar Hansel sekali lagi.
Hanni menarik nafas panjang,
"Pertanyaan anda yang mana memangnya?" Tanya Hanni pura-pura bodoh.
Hansel berdecak,
"Jadi, apa yang kau lakukan bersama suamimu seharian ini?" Tanya Hansel kepo.
Astaga!
Apa aku juga harus menceritakan kegiatanku bersama Raymond seharian ini?
Hanni terus menggerutu dalam hati.
"Kami mengobrol banyak hal," jawab Hanni memaksakan senyum di bibirnya.
"Hanya mengobrol? Apa tidak ada hal lain yang kalian lakukan selain mengobrol?" Tanya Hansel sekali lagi.
"Kenapa pria ini kepo sekali?" Hanni bergumam dalam hati.
"Hal lain apa maksud anda?" Hanni balik bertanya dan pura-pura tidak mengerti.
Hansel menjalankan kursi rodanya mendekat ke arah meja makan. Hanni masih bergeming di tempatnya.
"Duduk!" Perintah Hansel pada Hanni yang masih berdiri di samping meja makan.
"Dan ikat rambutmu itu! Aku tidak suka melihatnya berserakan begitu!" Imbuh Hansel ketus.
Secepat kilat, Hanni mengikat rambut sebahunya, dan duduk di dekat Hansel.
Disaat bersamaan, tentu saja Hansel bisa melihat dengan jelas beberapa tanda merah yang ada di leher dan tengkuk putih Hanni.
Perasan marah dan emosi mendadak bergelayut di hati Hansel.
Hansel menyodorkan dengan kasar beberapa makanan ke hadapan Hanni.
"Makan dan habiskan!" Perintah Hansel galak.
Netra Hanni menelusur satu persatu makanan yang disodorkan oleh Hansel. Hampir semua makanan yang ada di atas meja, Hansel berikan pada Hanni.
Apa pria ini tidak makan?
"Ini terlalu banyak, Hans. Kau tidak makan?" Hanni memberanikan diri untuk bertanya.
"Makan saja dan jangan banyak protes!" Bentak Hansel yang langsung membuat Hanni terkejut.
Ada apa sebenarnya dengan pria ini?
Tadi dia baik-baik saja.
Kenapa mendadak jadi marah-marah tidak jelas seperti ini?
Hanni memilih untuk tidak membantah lagi. Wanita itu segera melahap makanan yang ada di hadapannya, meskipun Hanni tak yakin akan bisa menghabiskan semuanya.
Hanni baru menyuapkan beberapa sendok makanan ke mulutnya, saat Hansel kembali menegur.
"Kenapa kau menikmati sendiri makanan itu dan tidak menawarkannya kepadaku?" Cecar Hansel pedas.
"Dasar perawat tidak tahu diri!" Imbuh Hansel lagi yang benar-benar membuat Hanni geram dan ingin mencekik pria di hadapannya tersebut.
Bukankah tadi pria ini yang menyuruh Hanni menghabiskan semuanya?
Kenapa sekarang dia mengomel pada Hanni dan protes tak jelas seperti ini?
"Suapi aku cepat!" Perintah Hansel masih dengan nada galak.
Hanni menghela nafas panjang berkali-kali.
Hanni benar-benar ingin menyumpalkan piring dan peralatan makan saja ke mulut tuan muda Hansel sialan itu.
Mungkin sebaiknya, tuan muda ini juga menjalani terapi kejiwaan selain terapi untuk memulihkan kakinya. Jadi sifat dan jiwa labil di dalam diri tuan muda pemarah nan sialan ini akan bisa menguap pergi.
Ooh!
Kuatkan hatimu Hanni!
Masih lima bulan lagi waktumu bersama tuan muda labil dan pemarah ini.
Semoga kau tetap waras dan tidak ikut-ikutan menjadi gila.
"Hanni!!" Bentak Hansel galak.
"Apa?" Jawab Hanni kaget.
"Suapi aku dan jangan hanya melamun seperti orang bodoh!" Perintah Hansel marah.
"Dasar tuan muda pemarah menyebalkan!" Hanni hanya bergumam dalam hati.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like dan komen.
Untuk yang ingin vote karya ini, bisa klik pita ungu bertuliskan "lomba update tim" agar vote kalian masuk dan terhitung sebagai dukungan untuk othor. Terima kasih 😙