NovelToon NovelToon
Assalamualaikum, Pak KUA

Assalamualaikum, Pak KUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Dijodohkan Orang Tua / Pengantin Pengganti / Cintapertama
Popularitas:47.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yulianti Azis

Di hari pernikahannya, Andi Alesha Azahra berusia 25 tahun, dighosting oleh calon suaminya, Reza, yang tidak muncul dan memilih menikahi sahabat Zahra, Andini, karena hamil dan alasan mereka beda suku.

Dipermalukan di depan para tamu, Zahra hampir runtuh, hingga ayahnya mengambil keputusan berani yaitu meminta Althaf berusia 29 tahun, petugas KUA yang menjadi penghulu hari itu, untuk menggantikan mempelai pria demi menjaga kehormatan keluarga.

Althaf yang awalnya ragu akhirnya menerima, karena pemuda itu juga memiliki hutang budi pada keluarga Zahra.

Bagaimanakah, kisah Zahra dan Althaf? Yuk kita simak. Yang gak suka silahkan skip!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cinta Dalam Diam

Di perjalanan pulang, mobil taksi yang mereka tumpangi melaju pelan menyusuri jalanan. Zahra duduk di kursi belakang sambil memandangi keluar jendela. Matanya tiba-tiba tertuju pada deretan pedagang kaki lima yang berjajar di pinggir jalan.

“Pak, berhenti dulu ya,” ujar Zahra spontan.

Taksi pun menepi.

Lisa menoleh heran ke arah kakak iparnya. “Mau Ki ke mana, Kak?”

Zahra menunjuk ke arah salah satu pedagang.

“Aku mau beli yang itu.”

Lisa langsung tersenyum. “Ayo, ku temani Ki.”

Keduanya pun turun dari taksi. Aroma martabak yang sedang dipanggang langsung menyeruak, membuat Zahra semakin bersemangat. Ia mendekat ke gerobak dan berkata lantang, “Bang, beli martabak manisnya, satu rasa coklat susu satunya coklat keju. Terus martabak telurnya dua juga.”

Si penjual mengangguk sambil menyiapkan adonan. “Oke, Dek. Jadi terang bulan dua—”

Zahra langsung menyela dengan wajah serius, “Aku gak pesan terang bulan, Bang. Bulan udah terang kok, masa mau dibeli? Saya belinya martabak manis.”

Lisa yang mendengar itu langsung buru-buru menyela kakak iparnya sambil menahan tawa. “Kak, di sini bukan namanya martabak manis tapi namanya terang bulan.”

Zahra terdiam sesaat, lalu akhirnya mengangguk paham. “Tapi isinya sama kan?”

Lisa terkekeh kecil. “Iyalah, Kak.”

Penjual martabak ikut tersenyum sambil kembali menuang adonan, sementara Zahra dan Lisa berdiri di samping gerobak.

*

Malam itu, mereka makan bersama di meja kayu sederhana. Hidangan rumahan tersaji hangat, ditemani suara sendok dan piring yang beradu pelan.

Althaf yang sejak tadi diam, tiba-tiba menangkap kilau asing di pergelangan tangan ibunya dan leher Lisa.

Pandangan Althaf tertahan. “Mamak beli emas?”

Mak Mia spontan mengangkat tangannya, memperlihatkan gelang yang melingkar di pergelangan. “Ini Zahra belikan mamak tadi sama Lisa. Padahal mamak sudah tolak.”

Althaf terdiam. Matanya langsung beralih pada Zahra yang duduk di seberangnya. Gadis itu tampak biasa saja, menyantap makanannya dengan lahap, seolah perhiasan mahal yang dibelinya siang tadi hanyalah hal sepele.

Usai makan, Althaf berdiri dan mendekat. Tanpa banyak kata, ia menarik tangan Zahra menuju kamar. Zahra sempat terkejut, namun tetap mengikutinya.

Begitu pintu tertutup, Althaf menatap Zahra lurus. “Kamu kenapa beliin mamak perhiasan semahal itu? Itu bahkan sampai ratusan juta.”

Zahra mengedikkan bahu ringan.

“Tidak apa-apa kok. Aku juga gak masalah. Lagian mamak dan Lisa adalah keluargaaku sekarang.”

Althaf menghela napas panjang, nada suaranya terdengar tertahan. “Tapi yang aku yang bermasalah, bagaimana jika—”

Zahra mengerutkan kening, menatapnya penuh tanda tanya. “Jika apa?”

Kata-kata itu berhenti di tenggorokan Althaf. Ia ingin bicara, ingin jujur, tetapi rasa takut menahannya. Dadanya terasa sesak.

Aku takut, jikaa kau meninggalkan kenangan yang tak akan bisa dihapus setelah kau pergi nanti. Dan itu akan sangat menyakitkan.

Althaf menggeleng pelan, seolah menepis isi kepalanya sendiri. Tanpa menjelaskan apa pun lagi, ia berbalik dan keluar dari kamar, meninggalkan Zahra yang masih berdiri di tempatnya dengan wajah bingung.

Malam semakin sunyi. Zahra telah tertidur pulas di ranjang. Di ruang lain, Althaf bangun perlahan, mengambil air wudu, lalu menggelar sajadah. Dalam keheningan malam, ia menunaikan salat tahajud.

Usai salam, Althaf menengadahkan tangan, suaranya lirih namun penuh getar. “Ya Tuhan, jika memang dia adalah yang terbaik untukku, lembutkanlah hatinya dan bimbinglah perasaannya padaku. Aku percaya pada rencana-Mu yang terindah.”

Ia menarik napas, lalu melanjutkan dengan suara yang hampir berbisik, “Di keheningan doaku, kusebut namanya, kuserahkan segala risau di hati ini pada-Mu, wahai Yang Maha Membolak-balikkan Hati. Tuntunlah hatinya untuk kepadaku.”

Air mata jatuh di pipinya. “Aku tidak berbohong, pikiranku penuh olehnya, sayang. Namun, aku memilih untuk mengubah diam ini menjadi doa, berharap Engkau restui hubungan kami dan membalikkan cintanya.”

Tangannya bergetar saat kembali berdoa, “Cinta yang sejati berasal dari-Mu. Sempurnakanlah cintaku pada-Mu dulu, sebelum aku berharap cintanya bersemi untukku, sesuai kehendak-Mu, ya Allah. Aku telah jatuh hati padanya Ya Allah. Pada hambamu yang bernama Andi Alesha Azahra.”

Di kamar, mata Zahra sempat terbuka. Ia menangkap samar suara doa itu. Jantungnya berdebar, namun kantuk kembali menyeretnya. Matanya pun tertutup lagi.

Pagi itu, udara masih sejuk. Zahra duduk sendiri di teras rumah, bertengger di atas kursi plastik sambil menatap kosong ke halaman. Tangannya menopang dagu, pikirannya melayang entah ke mana.

Ia bergumam pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Semalam aku merasa Althaf menyebut namaku deh saat ia berdoa?”

Alis Zahra berkerut. Ingatannya kembali pada potongan kalimat yang samar terdengar di antara kantuknya. Aku jatuh hati padanya, Andi Alesha Azahra.

Zahra langsung menggeleng kuat. “Kayaknya enggak deh. Gak mungkin. Mustahil.”

Ia mendesah, lalu kembali bergumam dengan nada lebih serius. “Atau apa jangan-jangan dia berdoa agar aku cepat-cepat pergi dari hidupnya, ya?”

Matanya membulat sejenak, lalu ia mengangguk-anggukkan kepala sendiri. “Nah, ini sepertinya yang benar. Ih jahat banget sih tuh cowok.”

Saat Zahra masih tenggelam dalam lamunannya, Lisa melangkah keluar dengan seragam sekolahnya di badan dan langsung mengerutkan kening melihat tingkah kakak iparnya yang aneh melamun sambil mengangguk-angguk sendiri.

Lisa mendekat dan berkata cepat, “Kak, janganki mengkhayal pagi-pagi. Ada nanti nenek pakande.”

Zahra tersentak, menoleh dengan wajah cemberut. “Nenek pakande itu apa?”

Lisa langsung memasang wajah serius, sengaja menakut-nakuti. “Itu nenek tua, Kak. Suka makan orang.”

Sekejap, mata Zahra melotot lebar. “Hah?! Serius di mana?”

Lisa langsung menunjuk ke belakang. Zahra mengikuti arah tunjuk Lisa.

Melihat reaksi itu, Lisa langsung terkikik. Tanpa menunggu amukan, ia buru-buru turun dari rumah dengan wajah cengengesan, meninggalkan Zahra yang masih terdiam di teras antara kesal dan malu karena sudah tertipu.

Zahra kembali masuk ke dalam kamarnya dengan wajah masih cemberut. Pintu ia tutup pelan, lalu langkahnya terhenti ketika melihat Althaf sudah siap berangkat.

Pria itu berdiri di depan cermin, mengenakan seragam KUA, kemeja putih rapi dengan celana hitam yang disetrika licin.

Entah kenapa, ingatannya kembali pada kejadian semalam. Jantung Zahra berdegup sedikit lebih cepat. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah mendekat.

“Eh … ini masih kebuka,” gumam Zahra pelan mencoba berbasa-basi.

Ia mengangkat tangannya dan mulai membantu memasangkan kancing kemeja Althaf. Ujung jarinya bergerak cekatan, jarak mereka kini sangat dekat.

Althaf membeku. Tubuhnya kaku, napasnya tertahan, matanya menatap lurus ke depan cermin, seolah takut sedikit saja bergerak akan merusak momen itu. Sementara Zahra tersenyum kecil, fokus pada kancing-kancing di dadanya.

“Sudah,” ucap Zahra akhirnya, mundur selangkah.

Althaf menelan ludah, lalu berkata pelan, “Terima kasih.”

Zahra mengangkat wajahnya. Ia menggigit bibir sebentar, lalu berkata dengan nada sedikit malu. Ia ingin memastikan sesuatu. “Apa kamu semalam berdoa menyebut namaku?”

Althaf kembali menegang. Sekejap matanya bergetar, namun ia cepat menguasai diri. Dengan senyum tipis, ia mengangkat tangannya dan mengetuk kening Zahra dengan lembut. “Jadi orang jangan suka kepedean.”

Zahra langsung manyun. “Ish, aku kan cuma nanya.”

Althaf tak menjawab. Ia hanya melirik Zahra sekilas, lalu diam-diam tersenyum melihat gadis itu menggerutu kecil sambil kembali memasang wajah cemberutnya.

1
🟢≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
ditempatku bunne itu huni kak, biasanya di rujak
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 secara mami udah hatam sifat mu 🤣🤣🤣
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣 iye say mami percaya 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku. takut 🫣🫣🫣
vj'z tri
🤭🤭🤭🤭🤭 cemburu aku cemburu melihat dia di dekat mu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
nayla tsaqif
Di jawa namanya anggur jawa/juwet,, yg kecil itu namanua muni/uni enk seger di rujak bebegk,, tp sekarang udah langka pohonnya,,!
juwita
di kampung aq kupa namanya.
Zainab Ddi
jorok banget zahrah🤣🤣🤣
juwita
kaya pegadaian mengatasi masalahnya tanpa masalah🤣🤣🤣
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
🤣🤣🤣dasar Zahra ada2 aja
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
copeng tuh kayak anggur hitam ya ,,,,, yg suka saya beli rasanya manis dan tanpa biji yg harganya 1 KG itu 80rb kl lg murah tp kl lg mahal bisa mencapai 100rb lbh perkilonya 😄😄 nah kl buah yg satunya lg saya gak th karna baru liat saya jg 😅😅
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
apa ya duweet kek nya klo di aq itu namanya
Arbaati
buah juwet tiba e 😄
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
kapok nya kira2 kek mn nnti ya🤣
αℓҽყα🦋
kerennnn cerita nyaaaa.
💜⃞⃟𝓛 ☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•🍒⃞⃟🦅
wo tak semudah itu ferguso 🤣🤣🤣 mampus kauu
αℓҽყα🦋
hahaaa mampos klen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!