Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Pagi di istana terasa aneh. Terlalu sunyi untuk tempat yang biasanya penuh intrik. Corvina duduk di kursi dekat jendela, jari-jarinya mengetuk meja.
Theon memasuki ruang kerja Corvina, penampilan nya selalu berhasil membuat Corvina kagum, wajah yang tampan dan postur tubuh yang sempurna. “Yang Mulia Ratu memanggilku sepagi ini, pasti ada sesuatu yang serius.”
Corvina berdiri di depan peta besar, jemarinya menyusuri garis wilayah barat. “Ini tentang Count Felix. Aku punya alasan kuat untuk percaya dia yang membocorkan informasi ke Brione dan dia juga yang menyebarkan rumor tentangku di luar istana.”
Aku tahu karena di kehidupanku yang dulu dialah kaki tangan Meriel. ujar nya dalam hati.
Theon menghela napas pelan. “Informasi tentang gudang senjata di wilayah perbatasan Velmar, apakah dia juga yang membocorkan?”
“Ya,” jawab Corvina. “Kau yang menempatkan penjaga di sana, bukan? Aku ingin kau buat seolah-olah Brione berhasil mendapatkan akses. Biarkan mereka percaya gudang itu menyimpan senjata baru.”
Theon menatapnya tajam. “Bagaimana Anda tahu kalau Felix lah yang membocorkan informasi ke Brione, Yang Mulia Ratu?"
Corvina berbalik, mata hitamnya menatap lurus. “Dia bukan dalang utamanya, Grand Duke. Kekasih yang mulia Kaisarlah dalang dari kebocoran informasi tentang militer Ardelia."
"Selir Yang Mulia Kaisar? dia adalah dalang nya?"
"Bagaimana bisa? seorang selir melakukan itu, berkhianat pada kerajaan?"
"Karena wajah polosnya itu, semua orang tidak akan percaya kalau dia di balik bocornya semua informasi internal Ardelia."
"Anda benar, Yang Mulia. Kadang wajah bisa menipu. Dan strategi apa yang akan Anda lakukan untuk misi penjebakan ini?”
Corvina menatapnya tajam, kali ini tanpa senyum. “Pertama-tama, Grand Duke harus menemui Yang Mulia Kaisar. Laporkan tentang gudang senjata di perbatasan wilayah Velmar. Pastikan kau mengatakannya saat Meriel ada di sana.”
Theon mengangkat alis, sedikit bingung. “Kau ingin dia mendengar sendiri?”
Corvina menegakkan tubuh, nada suaranya tenang tapi penuh perhitungan. “Tentu saja. Dia tak akan menahan lidahnya. Dalam waktu satu malam, Felix pasti sudah tahu semuanya.”
Theon menatap Corvina serius. “Kau yakin Felix adalah pion dan Meriel adalah dalangnya? aku merasa ini tidak sesederhana itu.”
Corvina mengangguk pelan. “Aku juga kadang merasa begitu. Tapi yang perlu kita lakukan sekarang adalah memastikan dlu, setidaknya kalau pionnya tumbang, sang dalang akan panik. Dan aku ingin melihat bagaimana Meriel bereaksi ketika Felix ketahuan.”
"Dan bagaimana jika rencana kita gagal? dan Brione malah menyerang wilayah Velmar?
“Pastikan pasukanmu sudah menunggu di seberang lembah sebelum fajar,” ucap Corvina. “Biarkan mereka merasa menang sebentar, sebelum pasukan kita menghancurkan mereka.”
Theon terdiam sejenak, menatap Ratu di hadapannya dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Rencana yang sangat berani, Yang Mulia.”
Corvina tersenyum tipis. “Kalau bukan karena bantuanmu, aku tak akan seberani ini, Grand Duke.”
Theon menunduk sedikit, suaranya merendah. “Jadi, keputusan Anda benar … menjadikanku sekutu?”
“Ya, Grand Duke Theon,” jawab Corvina lembut. “Aku bersyukur. Untuk pertama kalinya, aku tidak merasa sendirian.”
Theon terdiam lagi, lalu berkata hati-hati, “Kalau begitu … karena kita sekutu, bolehkah aku berbicara sedikit lebih santai? Mungkin … tanpa gelar?”
Corvina menatapnya, sedikit terkejut tapi tak menolak. Ada kehangatan kecil di balik ketenangan matanya.
“Tentu saja,” katanya pelan. “Panggil aku Corvina.”
Senyum tipis muncul di wajah Theon, lebih manusiawi dari sebelumnya. “Dan kau boleh memanggilku Theon, tanpa embel-embel gelar.”
Corvina mengangguk, lalu menatap ke luar jendela. “Baiklah, Theon.”
Theon tersenyum, kali ini lebih tulus. “Terima kasih, Corvina.”
Untuk sesaat, suasana di ruangan itu berubah. Tak lagi sesak oleh formalitas, tapi juga belum cukup tenang untuk disebut nyaman. Ada jarak di antara mereka tapi bukan jarak fisik, melainkan keyakinan yang belum sepenuhnya terbentuk.
Theon akhirnya tersenyum tipis. “Aneh juga, ya. Mendengar Ratu memanggilku tanpa gelar.”
Corvina menatapnya, ekspresinya sulit dibaca. “Rasanya juga aneh, punya seseorang yang bisa kupanggil tanpa harus memilih kata dengan hati-hati.”
Theon menunduk sedikit, suaranya pelan tapi mantap. “Kalau begitu … semoga aku bisa jadi orang yang pantas untuk itu.”
Corvina diam sejenak. Pandangannya tajam, tapi ada sesuatu yang nyaris menyerupai kehangatan di dalamnya. “Jangan terlalu percaya pada siapa pun, Theon. Di istana ini, bahkan bayanganmu sendiri bisa menjatuhkanmu.”
Theon tersenyum samar. “Kalau begitu, aku akan berdiri di sisimu. Jadi saat bayanganmu mulai bergerak, aku bisa menebasnya lebih dulu.”
Corvina menatapnya lama, lalu perlahan mengalihkan pandangan ke jendela. “Hati-hati dengan ucapanmu. Sekutu juga bisa jadi ujian paling sulit untuk dilawan.”
Theon hanya menatapnya, menyadari bahwa Ratu di depannya bukan lah wanita yang lemah seperti rumornya selama ini.
bertele2