Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Leluhur keluarga raharja
Di Kediaman Keluarga Raharja
Seorang pria dengan rambut berwarna putih serta janggut yang sedikit agak memanjang. Pria itu adalah sosok kuat dari keluarga Raharja, bernama Wangsa Raharja. Ia juga merupakan leluhur bagi keluarga Raharja.
"Guru," sapa Satya pada pria tua itu, yang sedang duduk santai di salah satu saung kecil sembari menikmati secangkir teh murni.
"Katakan, benda apa yang ingin kamu tunjukkan padaku?" tanya pria tua itu. Sebelumnya, Satya telah memberitahunya bahwa ia telah mendapatkan sebuah harta berharga dari seseorang.
"Guru, baru saja siang tadi aku mendapatkan lima koin emas ini. Sebelumnya aku juga sudah memeriksanya bahwa ini memang terbuat dari emas murni, dan sangat cocok untuk menjadi bahan utama membuat formasi tingkat tinggi," jelas Satya sembari memberikan kelima koin emas itu pada gurunya. Pria tua itu langsung menyipitkan matanya. Pasalnya, dari yang ia ketahui, koin emas dengan bahan murni sangatlah langka. Meski keluarga Raharja memiliki beberapa tambang yang bisa menghasilkan emas, tetapi emas murni yang bisa digunakan untuk membuat formasi adalah emas yang mengandung energi langit dan bumi. Biasanya, emas seperti itu tercipta secara alami, seperti bongkahan baru besar di dalam tanah.
"Ini memang terbuat dari emas murni, sangat cocok untuk membuat Formasi Sembilan Naga," seru Wangsa. Ia lalu bertanya pada Satya, "Dari mana kamu mendapatkannya?"
"Guru, aku mendapatkannya dari seorang anak muda siang tadi. Dia datang ke toko perhiasan milik putriku untuk menjual kelima koin emas itu!" jawab Satya menjelaskan secara singkat.
"Oh, apakah pemuda itu bukan seorang ahli beladiri?" tanya Wangsa, karena menurutnya, walaupun pemuda itu bukan ahli formasi, paling tidak jika dia seorang ahli beladiri, maka seharusnya pemuda itu tahu bahwa koin emas itu adalah harta langka di dunia beladiri.
"Pemuda itu hanya orang biasa, aku tidak menemukan sedikit pun aura beladiri di tubuhnya," jawab Satya.
"Apakah kamu menanyakan dari mana dia mendapatkan koin-koin ini?" tanya Wangsa kembali.
"Pemuda itu hanya mengatakan bahwa dia tak sengaja menemukan tempat kuno," jawab Satya, membuat Wangsa langsung terpikirkan suatu hal. Ia menatap Satya dengan pandangan berbeda.
"Apakah pemuda itu masih memiliki koin-koin emas ini?" tanyanya. Satya pun langsung mengangguk dan menjawab, "Ya, dia mengatakan masih memiliki beberapa koin emas lagi yang tersisa. Sebelumnya, aku juga sudah memberitahu pemuda itu, jika ingin menjual kembali koin emas miliknya, datang saja kepada Sherly."
Wangsa terdiam beberapa saat. Yang terpikirkan olehnya adalah tempat kuno yang ditemukan pemuda itu. Ia yakin pastilah di tempat itu masih banyak benda berharga lainnya.
"Lalu, apa saja yang pemuda itu katakan padamu? Apakah dia sempat menjual koin-koin emas ini ke beberapa tempat?"
"Guru, sebelumnya memang pemuda itu sempat menjadikan tiga koin emas sekaligus untuk membayar sebuah makanan di restoran milik keluarga Kusuma. Jadi, salah satu dari keluarga Kusuma yang bernama Yunda Kusuma, sempat hendak menjual ketiga koin emas itu ke pelelangan, namun entah kenapa ketika aku menyuruh Rendra untuk membeli koin emas itu, tiba-tiba saja keluarga Kusuma membatalkan rencananya untuk menjual," jelas Satya, membuat Wangsa termenung lalu menyimpulkan,
"Aku rasa seseorang dari keluarga Kusuma mengetahui keistimewaan ketiga koin itu. Selain itu, aku rasa di keluarga Kusuma mungkin juga ada seseorang yang mempelajari keahlian formasi," tebak Wangsa.
"Guru, bukankah kita semua tahu bahwa di dalam keluarga Kusuma tidak ada satupun ahli formasi?" kata Satya.
"Tidak ada ahli, bukan berarti tidak ada yang mulai mempelajari. Lagipula, bukankah keluarga Kusuma memiliki beberapa keturunan yang saat ini sudah menginjak dewasa? Mungkin saja salah satunya sedang mempelajarinya," tutur Wangsa. Lalu ia berkata lirih, "Hais, aku sudah lama sekali tidak berkeliling kota ini."
Hampir sepuluh tahun lamanya Wangsa berada di Sekte Awan, jadi ia merasa sudah seharusnya untuk berkeliling kota mencari udara segar.
"Kalau begitu, lebih baik kamu cari pemuda itu dan tanyakan padanya dari mana tempat kuno yang ia temui itu, sebelum banyak orang yang menemui pemuda itu terlebih dahulu," lanjut Wangsa membuat Satya langsung bertanya tidak mengerti,
"Guru, ada apa...?"
"Menurutmu, apakah mungkin tempat yang ditemukan oleh pemuda itu hanya terdapat koin-koin emas di dalamnya? Menurutku, jika memang tempat yang ditemukan oleh pemuda itu adalah tempat kuno, seharusnya tempat itu adalah peninggalan seseorang dari zaman kekaisaran. Apalagi, koin-koin emas ini jelas sekali berlambang sang raja kaisar pada masanya," jelas Wangsa.
"Apalagi tentang pemuda yang kamu bicarakan itu, aku rasa dia akan mengalami beberapa masalah jika masalah koin-koin emas ini semakin tersebar. Banyak para ahli beladiri, terutama ahli formasi, yang akan memburunya untuk mendapatkan informasi tentang koin itu. Tetapi, semoga saja orang dari keluarga Kusuma itu tidak memberitahukan pada orang banyak," ujar Wangsa membuat Satya akhirnya mengerti. Sekarang ia sadar bahwa pemuda itu sepertinya terlalu gegabah menjadikan koin emas itu seolah adalah koin biasa.
"Guru, lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Lakukan seperti apa yang aku perintahkan tadi. Tanyakan padanya di mana tempat dia menemukan koin-koin emas ini, dan jika perlu, kamu paksa saja pemuda itu agar lebih baik untuk melindunginya. Dengan begitu, kamu bisa sekalian meminta koin-koin emas lainnya, karena lima koin emas ini masih belum cukup jika ingin membuat Formasi Sembilan Naga tingkat tinggi," jelas Wangsa.
Di Kediaman Keluarga Kusuma
"Yunda, bagaimana, apakah kamu sudah menyuruh orang untuk mencari keberadaan pemuda itu?" tanya seorang wanita cukup tua yang merupakan kepala keluarga Kusuma bernama Mayang,
"Aku baru saja meminta putraku untuk mencari keberadaan pemuda itu sesuai dengan perintah ibu mertua," jawab Yunda.
Di samping wanita itu, ada sosok lelaki tua yang kira-kira usianya tak jauh berbeda dengan Tuan Wangsa dari keluarga Raharja.
"Jadi, bagaimana menurut Tuan Anwar?" tanya wanita yang merupakan kepala keluarga Kusuma itu pada sosok pria tua di hadapannya.
"Sesuai dengan kesepakatan awal kita, temui aku dengan pemuda itu dan aku akan membuat formasi pelindung bagi keluarga kalian ini," ujar pria tua yang dipanggil dengan sebutan Anwar itu.
Rupanya, alasan keluarga Kusuma membatalkan niat untuk menjual koin-koin emas itu adalah karena pria tua itu datang terlebih dahulu dan menawarkan kesepakatan pada keluarga Kusuma.
----
Di Kawasan Metro
Tepatnya di rumah baru Rayan. Setelah pulang dari pusat perbelanjaan Keluarga Raharja, setelah membersihkan diri, kini di dalam kamarnya Maudy tampak terus tersenyum menghadap cermin sembari mencoba satu per satu pakaian yang rayan belikan untuknya.
Untuk pertama kali, dirinya diberikan pakaian oleh seseorang selain kedua orang tuanya saat ia masih kecil, karena sejak ia mulai dewasa, Maudy membeli pakaiannya sendiri dengan hasil kerja kerasnya bekerja setelah pulang dari sekolah.
*****
"Bibi, bisakah kamu carikan beberapa set pakaian untuk adik saya ini?"
---
"Bibi, tolong carikan pakaian yang agak tertutup."
---
"Kak, kenapa kamu membelikan begitu banyak pakaian untukku?"
"Karena kamu adalah adikku."
Kata-kata rayan saat masih berada di pusat perbelanjaan terus berputar di kepala Maudy, membuat Maudy merasakan hangat dalam hatinya. Ia merasa sosok pemuda itu begitu baik padanya.
******
"Ah, ini sepertinya sangat bagus!"
Maudy melihat pantulan dirinya di depan cermin. Ia merasa puas dan langsung keluar dari kamarnya untuk membantu rayan yang mungkin sedang memasak di dapur, karena sebelumnya mereka telah mampir terlebih dahulu ke sebuah supermarket untuk membeli kebutuhan pokok.
Maudy sebenarnya tidak bisa memasak, dan ia juga tidak tahu apakah pemuda itu bisa memasak atau tidak, apalagi dirinya baru sehari semalam bersama dengan pemuda itu.
"Kak, apa yang sedang kamu masak?" tanyanya saat tiba di dapur.