Pernikahan yang batal membuat Namira harus menikah dengan sepupunya. Untuk menjaga nama baik keluarganya dan juga pesantren Namira tidak punya pilihan lain.
Bian, yang merupakan sepupu Namira dan juga teman masa kecilnya harus mengikuti kemauan ibunya yang memang sangat menginginkan Namira sebagai calon menantunya sejak dulu.
Karena sudah lama tidak bertemu membuat pertemuan mereka sedikit canggung dan apalagi dihadapkan pada pernikahan. Tetapi bagaimanapun keduanya pernah menghabiskan waktu di masa kecil.
Namira dan Bian sama-sama memiliki pasangan di masa lalu. Bian memiliki kekasih yang tidak direstui oleh ibunya dan sementara Namira yang memiliki calon suami dan seharusnya menikah tetapi digantikan oleh Bian. Karena perzinaan yang dilakukan calon suaminya menjelang 1 hari pernikahannya.
Bagaimana Namira menjalani pernikahannya bersama Bian yang tidak dia cintai dan sebaliknya dengan Bian.
Jangan lupa untuk membaca dari bab 1 sampai bab akhir dan jangan suka menabung Bab....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Datang Ke Pesantren.
Namira yang terlihat begitulah lesu di bawah pohon dengan kedua tangannya dilipat di dadanya.
"Hey Namira!" Zahra dan Nayra mendekatinya dengan duduk di sebelah kiri dan kanannya.
"Aku melihat kamu berada di pesantren sudah lebih dari satu minggu dan aku tidak melihat suami kamu. Apa suami kamu ke Luar Negeri?" tanya Zahra yang memang baru berani bertanya kepada Namira yang sejak datang ke pesantren selalu galau dan tidak banyak bicara.
"Tidak. Kak Bian ada di Jakarta, tapi tidak tau juga apa masih ada di Jakarta atau tidak," jawabnya.
"Kenapa seperti itu? Bukankah beliau adalah suami kamu masa tidak mengetahui keberadaan suami kamu?" tanya Nayra.
Namira tidak menjawab apapun, dari tatapan matanya terlihat sangat lelah.
"Namira jangan bilang jika kalian berdua sudah tidak bersama lagi?" tebak Zahra.
"Mas Ferdi ternyata selama ini difitnah. Kak Bian mengetahui aku bertemu dengan Mas Ferdi secara diam-diam. Dia sangat marah kepadaku dan langsung mengantarkanku pulang," jawab Namira.
"Apa!" pekik Zahra dan Nayra benar-benar sangat terkejut.
"Kamu serius?" tanya Zahra yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Astagfirullah Namira, bukankah kata-kata memulangkan dari mulut seorang suami itu sama saja dengan jatuh talak?" tanya Zahra yang memang pasti mengerti dengan hukum agama dalam pernikahan.
"Mungkin aku salah yang seharusnya tidak pergi tanpa seizin dari suami dan itu adalah resiko yang aku dapatkan," ucapnya merasa bersalah.
"Tapi kamu yakin Ferdi memang tidak tidur bersama wanita itu dan hanya difitnah. Namira dengan apa yang kita lihat pagi itu sudah sangat jelas mereka baru saja melakukan hubungan itu?" tanya Nayra dengan sangat tidak yakin.
"Tapi Mas Ferdi juga memberikan bukti yang sangat kuat dan dari wanita yang merupakan teman kerjanya itu juga memberi penjelasan. Tidak terjadi apapun malam itu dan Mas Ferdi tidak sadar pada saat itu," ucap Namira.
"Oke, mungkin dia betul difitnah karena Wanita itu terobsesi dengannya, tetapi aku sangat tidak yakin jika tidak terjadi sesuatu diantara mereka. Kita bukan anak kecil Namira, kita sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi pada saat itu," ucap Nayra.
"Aku setuju dengan Nayra, mana mungkin pria dan wanita yang berada dalam satu kamar tidak memakai pakaian dan tidak melakukan apapun. Oke kita buat saja Ferdi tidak sadar dan yakin tidak terjadi apa-apa di antara mereka berdua?" tambah Zahra yang menggunakan logikanya.
Namira terdiam tanpa merespon apapun, mungkin saja yang dia pikirkan saat ini bukanlah Ferdi tetapi memiliki pikiran lain.
"Namira, apa kamu masih mencintai Ferdi?" tebak Nayra yang membuat Namira menoleh ke arah sahabatnya itu.
"Namira bukankah cinta sebelum menikah itu sangat tidak baik dan itu sama saja dengan dosa yang mengundang zina?" tanya Zahra.
Namira lagi-lagi tidak bisa menanggapi perkataan kedua temannya itu. Tetapi Zahra dan Nayra tidak berhak untuk mencampuri terlalu jauh dengan masalah hubungan Namira dengan siapapun.
***
Namira memasuki kamar yang menghampiri ranjang dengan duduk di pinggir ranjang dan mengambil ponselnya.
"Jangankan Zahra dan Nayra. Aku saja tidak tahu di mana Kak Bian. Apa memang emang masih berada di Jakarta atau kembali ke Luar Negeri. Lalu bagaimana dengan pernikahan kami?" batin Namira memejamkan mata.
Dratt-drattt-drattt.
Ponsel yang dia genggam sejak tadi bergetar membuatnya melihat panggilan tersebut ternyata dari Ferdi. Namira masih saja melihat nama tersebut sampai akhirnya mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Assalamualaikum Mas," ucap Namira.
"Namira. Mas sekarang berada di pesantren dan ada di parkiran," ucap Ferdi yang membuat Namira kaget.
"Untuk apa?" tanyanya.
"Mas, ingin menjelaskan kepada kedua orang tua kamu atas apa yang terjadi," ucap Ferdi.
"Mas sebaiknya jangan dulu membicarakan hal ini....."
Tut-tut-tut-tut-tut
Panggilan telepon tersebut secara tiba-tiba saja terputus.
"Mas Ferdi!"
"Mas!"
"Astagfirullah bagaimana ini? Umi dan Abi saat ini belum mengetahui apa yang terjadi. Namira bahkan sampai tidak sempat untuk menceritakannya. Aku harus menghentikan Mas Ferdi," ucap Namira yang langsung bertindak dengan berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari kamar.
Namira masih sempat mencegah Ferdi yang ingin memasuki rumahnya ketika baru saja keluar dari mobil.
"Mas jangan masuk dulu!" cegah Namira yang berdiri di hadapan pria itu.
"Kenapa menghalangiku Namira, bukankah mereka harus tahu apa yang terjadi sebenarnya. Namira kita berdua masih saling mencintai dan kita akan melanjutkan hubungan pernikahan kita," ucap Ferdi.
"Mas, jangan membicarakan pernikahan lagi dulu untuk saat ini. Bagaimanapun Namira..."
"Kamu dan Bian sama-sama menolak pernikahan itu yang artinya kalian berdua bisa berpisah. Namira aku sangat mencintaimu dan aku menerima kamu apa adanya termasuk menerima kamu yang sudah pernah menikah dengan orang lain," ucap Ferdi yang terus saja menunjukkan keseriusannya.
"Kenapa hamba tidak bereaksi apapun di saat perkataan seorang pria yang benar-benar menginginkan hamba sebagai istrinya, tidak ada rasa bangga menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kenapa ketika aku sudah berada di pesantren dan memiliki waktu yang sangat luas sekali untuk bertemu dengan Mas Ferdi, tetapi aku tidak senang sama sekali," batin Namira yang tidak mengerti akan perasaannya.
Di tengah lamunan Namira, Ferdi yang langsung berlalu dari hadapannya yang membuat Namira kaget dan masih berusaha untuk menghentikan Ferdi.
"Mas tunggu!" Namira tersandung karena berjalan terlalu cepat dan untung saja Ferdi kembali membalikkan tubuhnya dan menahan tangan Namira hingga tidak jadi tersungkur ketanah.
Insiden yang menimbulkan kedekatan Namira dan Ferdi tersebut sangat bertepatan sekali dengan mobil Bian yang berhenti di pesantren dan keluar dari mobil melihat istrinya bersama orang lain.
Karena disentuh oleh pria yang bukan mahramnya membuat Namira dengan cepat melepaskan.
"Maaf Namira, kamu hampir saja jatuh dan aku terpaksa melakukan hal itu," ucap Ferdi.
Namira tidak menjawab dan matanya melihat ke arah Bian yang membuatnya kaget. Namira kesulitan menelan ludah yang sudah dapat dipastikan bahwa Bian melihat bagaimana dia dengan Ferdi.
Ferdi juga melihat ke arah Bian. Tatapan mata keduanya penuh dengan tantangan, dan penuh persaingan.
Di belakang mobil Bian ternyata berhenti satu mobil lagi yang ternyata itu adalah Farah dan Andika.
"Mas Ferdi sebaiknya pulang saja. Ini masalah Namira dan juga keluarga," ucap Namira.
"Bukankah mereka juga ada di sini dan ini waktunya aku mengatakan semuanya Namira," ucap Ferdi.
"Tolong Mas," pinta Namira.
"Baiklah!" sahut Ferdi yang mengalah dan masuk kembali ke dalam mobilnya.
Bagaimanapun Bian dan keluarganya yang datang ke pesantren adalah keluarganya juga. Namira mengasingkan masalah dia dan suaminya dan menghampiri Farah dan Andika.
Dengan sangat polosnya Namira tidak tahu apa-apa bahwa wanita yang sekarang dia cium punggung tangannya dan dia peluk adalah wanita yang sudah menghancurkan pernikahannya.
"Mama apa kabar!" tanyanya dengan senyum yang sangat tulus.
"Baik-baik saja," jawab Farah tersenyum tipis.
"Apa mungkin Namira sebenarnya memang belum tahu bahwa aku yang ada di belakang masalah terjadi antara mantan calon suaminya dengan wanita itu," batin Farah.
Sebagai orang yang bersalah, Farah tidak bisa menunjukkan ekspresi bahwa tidak terjadi apapun dan justru Bian benar-benar sangat kasihan dengan Namira yang hanya dimanfaatkan dan tidak tahu apa-apa.
Bersambung....
duhh zahra jgn sampe gagal ya petnikahanmu ilham pria baik dan ga bakal mengungkit kisahmu yg telah di perkosa si ferdi