Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBUAH KENYATAAN
Jia segera mengalihkan pandangannya pada Nata, lalu melompat secara tiba-tiba dari atas tempat tidur. Dia seperti menyadari banyak hal tentang Sanna dan Kay.
“Jangan membuatku terkejut, kamu bukan seekor kodok Jia!” Ucap Nata mengelus dada sambil mengerutkan dahinya.
“Nat, tidurlah malam ini di rumahku, aku perlu mendiskusikan banyak hal denganmu!” Tawar Jia seraya mengusap-usap dahinya.
“Baiklah, namun pastikan bahwa ibuku tahu aku menginap dirumahmu.”
“Tidak usah khawatir, mang ceceng mengurus semuanya, hehehe.”
Sembari menunggu makan malam yang disediakan Bi Inah, Asisten Rumah Tangga Jia, otaknya mulai menjelajah, satu demi satu dirinya mulai merajut kembali setiap ingatan yang berkaitan tentang Kay dan Sanna.
Nata yang tengah membaca komik seraya mengajak Jia berbicara. “Apa kamu menemukan sesuatu?”
Jia menggelengkan kepala, menandakan kebingungan yang mendalam. Entah mengapa, Jia merasa ada suatu momen penting yang hilang dari ingatannya.
Nata mencoba membantu supaya Jia mengingat sesuatu. “Hmm, saat peristiwa di mana kepalamu terluka, bukankah ada sanna dan kay?”
Jia terdiam sejenak. Alisnya bertautan, mencoba mengingat kejadian tersebut. “AHH!! Aku mengingatnya! Saat kay menemukanku, sanna perlahan mundur dengan wajahnya yang ketakutan, kemudian dia segera berlari meninggalkanku!”
Nata memicingkan matanya sembari menutup buku komik. “Hei, bisa saja dia takut dituduh sebagai pelaku, karena Kay menemukanmu dalam keadaan terluka? Ayolah, coba ingat lagi!”
“Tidak, sebelum aku terluka dia mengatakan padaku bahwa ada yang lebih jahat daripada dirinya, bukankah itu kay??”
Seketika Nata berdiri sembari memainkan dagunya. “Jika benar begitu, berarti Sanna berada dibawah ancamannya, mengingat dia pindah sekolah secara tiba-tiba … ”
Jia mengangguk, menyetujui pendapatnya. Satu persatu kebenaran mulai terungkap. Hanya saja, mereka tidak memiliki bukti yang akurat untuk mengungkapnya.
“Apa sebaiknya kita menelpon Sanna, memastikan bahwa dugaan kita benar?”
“Berpikirlah yang waras Jia, ini sudah pukul 21:00 WIB!! Lagipula, mengapa kamu bersusah payah seperti ini? Bukankah kamu ingin menjauhi Liel?
“Mereka yang menyuruhku menjauh, bukan dari diriku sendiri. Aku masih berharap bisa bersamanya”
“Waaah, ternyata pepatah yang mengatakan bahwa jatuh cinta bisa membuat kita bodoh itu benar adanya ya?” Ejek Nata sembari tertawa terbahak-bahak.
Tanpa basa basi, Jia melempar bantal ke tubuh Nata. Rasa kesal menderanya, meskipun apa yang dikatakan Nata benar. Akibat rasa penasaran yang berlebihan, Jia menelpon Sanna tanpa menghiraukan perkataan Nata.
Sembilan kali Jia menelponnya, namun tidak kunjung diangkat. Jia menekan ruas jari-jari sampai menimbulkan bunyi kretek seraya menggigit pelan bibirnya, pertanda bahwa kegelisahan menghampiri Jia.
“Hentikan Jia, kamu hanya mengganggunya.” desak Nata.
“Jika yang kesepuluh kalinya ini dia tidak mengangkatnya, mari kita hentikan, lupakan semua dan tidur nyenyak.”
Mereka berdua pun menelpon Sanna kembali untuk yang terakhir kalinya. Jia memegang erat telepon yang menempel di telinganya dan ya, Sanna mengangkatnya.
Nata segera memberi isyarat kepada Jia untuk loudspeaker handphone, agar dia dapat mendengar percakapan mereka.
“Sudah kukatakan padamu untuk tidak menghubungiku lagi!” ujar Sanna dengan nada ketusnya.
“Apakah kay adalah orang jahat yang kamu maksud?”
Sanna terdiam untuk beberapa saat. “Akhirnya, kamu mengetahuinya. Sebaiknya kamu tidak berurusan dengannya, bahkan menyentuh apa yang menjadi miliknya, dia itu adalah perempuan gila!!”
“Termasuk Liel??” Sahut Jia sembari menggigit bibir bawahnya.
“Ya. Kay pula lah yang menyuruhku membuat rumor palsu tentangmu supaya Liel berpikiran buruk dan menjauhimu, namun sebaliknya, Liel tetap menyukaimu sehingga dia merasa geram.”
“Mengapa kamu menuruti perintahnya San?? Kamu kan hanya perlu menolak sehingga tidak terlibat dalam permasalahan ini?”
“Dia memegang kelemahanku, Jia.”
“Kelemahanmu seperti apa? Jika masih bisa aku bantu, mari kita pecahkan bersama dan melawannya?”
Sanna menghela napas panjang. “Dia memiliki banyak video tentangku bersama kekasihku. E–entah bagaimana Kay mampu meretas ponselku … wajahku terlihat jelas disana!! Jika video tersebut tersebar, bayangkan bukan hanya sanksi sosial yang kuterima, namun keluargaku akan membuangku!! Kamu tidak dapat menolongku! Lebih baik kamu menyerah dan jangan terlibat dengannya!! Aku mohon, tolong jangan pernah kamu sebarkan hal ini!!!”
Setelah Sanna menutup teleponnya, seketika Jia menengok ke arah Nata yang masih diam sembari menutup mulutnya. Dia masih tidak percaya bahwa apa yang mereka duga sesuai dengan prediksi mereka.
Namun yang membuat mereka lebih terkejut lagi adalah kelemahan Sanna yang dijadikannya sebagai alat untuk mempermainkan hidup Sanna. Perilaku Kay benar-benar lebih buruk dari seorang penjahat.
“Nat, bagaimana ini ... Apakah aku benar-benar harus melupakan Liel? Kami bahkan belum memulai” Ucap Jia lirih sembari menahan isak tangis.
Nata tidak berkata sepatah katapun, dia hanya memeluk Jia sembari menenangkannya. Tidak ada solusi keluar dari bibirnya. Besar kemungkinan Nata juga kesulitan menanggapi masalah yang ada di antara Liel dan Jia.
Meski saat ini Nata disampingnya, tetap saja Jia merasa tenggelam dalam kesedihan yang hanya bisa dia simpan seorang diri. Jia merasa terpukul akibat kenyataan yang ada di depan mata.
...****************...
Sementara itu, Doris tengah berada di kamar Liel sambil memainkan game yang ada di komputernya. Sejak pulang sekolah, sampai menjelang malam, Doris tidak beranjak dari kursi gamingnya Liel.
“Dori, apa kamu tidak pulang?”
“Kamu mengusirku? Ah, dan berhenti juga memanggilku dengan nama ikan itu!!” Sahut Doris seraya meminum es kopi susu.
“Aku hanya bertanya Dori–“
“Pak Ujang, es kopi susunya tambah lagi ya?” Potong Doris seraya menyuruh ART Liel membuatkan minumannya lagi.
Liel tidak pernah heran dengan tingkah Doris yang menganggap rumahnya seperti miliknya sendiri. Bagi Liel, itu adalah hal yang biasa.
“Kamu terlihat murung, ada apa denganmu kawan?” ucap Doris seraya ingin mencium Liel.
Liel mendorong Doris sejauh mungkin. “Menjijikan! Tidak ada apapun yang terjadi. Aku selalu seperti ini, jadi apa yang kamu harapkan?”
“Haaa … benar juga, wajah datar itu dan … sikapmu yang dingin! tetapi, kali ini berbeda Liel. Kesedihanmu tampak, sampai aku bisa melihatnya!”
Liel memakai jurus andalannya jika tidak ingin mengatakan apapun, yaitu diam seribu bahasa. Doris yang terlihat geram, ingin sekali membuka mulutnya lebar-lebar.
“Hm, bagaimana kalau kita main billiard saja? Aku akan memperkenalkanmu pada teman-temanku di luar sekolah, bahkan pada wanita-wanita cantik yang ada di sana.”
Liel menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah mengapa dia tidak tertarik untuk keluar rumah.
“Jia bukan? Penyebab kamu jadi seperti ini.”
Meskipun hatinya mengatakan “iya”, Liel memilih bungkam. Namun Doris terlanjur mengetahuinya dan tidak bisa membiarkan sahabatnya berlarut-larut dalam kesedihan.
“Perempuan itu lagi … Liel, aku tahu dia cantik, cerdas dan … sedikit aneh, tetapi dengan ketampananmu yang tidak terkira ini, kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik dengan tubuh yang seksi, contohnya Kay.” Ucap Doris lagi seraya memegang bahu Liel.
“Ambil saja Kay untukmu, jika kamu menyukainya.”
“WAH … SERIUS KAMU TIDAK MENYUKAI WANITA TERSEKSI DI SEKOLAH! BUKAN HANYA CANTIK, NAMUN DIA JUGA SEORANG MODEL??” Ucap Doris seraya memperlihatkan foto Kay.
Liel segera menutup mulut Doris dengan bantal. “Jangan berteriak! Ibuku bakal mengira kita berkelahi!!!”
Doris berhasil menyingkirkan bantal dari bekapan Liel. “Hmmmp … puaah!! Biarkan aku bernapas!! Hei Liel, kamu sudah berteman lama dengannya, masa iya kamu tidak memiliki perasaan sedikit pun?”
“Tidak sama sekali, kami hanya berteman, sekarang pulanglah dori! Aku ingin beristirahat!”
,, suka deh puny sahabat macam Nata