Hidden Mommy

"Hei, ada apa denganmu?" tanya Lee dengan suara yang lebih keras, karena melihat Renata yang melamun.

Mendengar itu, Renata pun segera tersadar dan kembali melihat ke arah ponsel yang masih ada di tangannya, tetapi sayangnya layar benda pipih itu sudah mati, jadi dia tidak bisa memastikan dengan teliti tangan milik siapa yang dijadikan layar kunci oleh Lee.

"Maaf, Tuan," kata Renata. Dan Lee segera menyambar ponselnya dari tangan sang sekretaris. Karena sebenarnya selama ini tidak ada yang berani memegang, apalagi mengotak-atik benda itu. Siapapun, tanpa terkecuali.

"Kalau begitu segeralah turun, kita akan naik helikopter," ujar Lee mencoba untuk tidak memperpanjang masalah.

Setelah berkata seperti itu, dia segera keluar dari mobil. Tak ingin ketinggalan, Renata pun menyusul, dan mencoba mengimbangi langkah atasannya.

Namun, di setiap langkah, otak Renata terus bertanya-tanya. Apa maksud ini semua? Kenapa Lee memakai foto tangannya, dia sangat yakin karena di sana ada cincin pernikahan mereka. Dan sekarang, cincin itu sudah Renata buang.

Karena dia tidak mau terjerat dengan Lee, meskipun selamanya akan seperti itu. Sebab Lee adalah ayah dari kedua anaknya.

Pikiran wanita itu mulai terusik, tetapi dia tak ingin lekas percaya diri. Mungkin saja foto itu milik Sofia yang kebetulan memiliki cincin dengan bentuk yang sama, karena sampai saat ini wanita itu masih sah menjadi istri pria itu. Bahkan dikenal sebagai ibu Gio dan Shasha.

Buang jauh-jauh pikiran itu, Re. Fokus pada tujuanmu saja, jangan ke mana-mana! Batin Renata mencoba untuk tidak terpengaruh.

Dia harus senantiasa waspada, karena sedikit saja dia membuat Lee curiga, maka habis sudah riwayatnya. Mungkin dia akan dibuang lebih jauh, hingga tak dapat melihat kedua anaknya.

***

Untuk pertama kalinya Renata akan menaiki helikopter, dia benar-benar takjub, karena seumur hidup dia tidak pernah mengendarai kendaraan udara ini. Dan ia sangat yakin, bahwa keluarga Lee sangat kaya raya.

Lee naik lebih dulu, dia mengulurkan tangan pada Renata, agar wanita itu lekas mengikutinya menaiki tangga yang ada.

"Pegang tanganku!" ucap Lee, dia tidak mengerti apa yang membuat dia mengecualikan Renata. Padahal selama ini dia selalu menjaga jarak dengan para wanita, tak terkecuali Sofia.

"Aku bisa sendiri, Tuan," balas Renata, padahal dia juga gugup. Dan Lee menyadari itu dari reaksi tubuh sekretarisnya.

"Kamu ingat apa yang aku suka dan tidak suka? Kalau kamu masih belum menghafalnya, nanti kusuruh Zack mencatat, dan memberikannya padamu!" cetus Lee, tak ingin membuang waktu.

Dalam hati Renata menggerutu. Mau tidak mau dia pun segera meraih tangan Lee, dan tepat pada saat itu Lee seperti tersengat, sentuhan Renata membuat darahnya mengalir dengan deras dan panas.

Hingga saat Renata sudah berada di sampingnya, Lee segera menghempaskan tangan wanita itu. Dia meneguk ludah, dengan kening yang dipenuhi keringat.

"Tuan, ada apa dengan anda?" tanya Renata dengan kening yang menernyit. Dia merasa Lee begitu aneh, karena di beberapa kesempatan, pria itu kerap melamun sama seperti dirinya.

"Tidak apa-apa, segeralah pakai sabuk pengamanmu!" katanya sambil menguasai gemuruh di dadanya. Selama ini Lee sudah tidak pernah bernafsuu untuk menyetuh seorang wanita, karena gejolak gairahnya hanya terpancing ketika memikirkan Alicia.

Akan tetapi kenapa sentuhan Renata, membuat dia bergetar tidak karuan. Sungguh tidak masuk di akal.

Lee mencoba untuk tenang, selama di dalam perjalanan menuju kota tujuan. Dia terus terdiam, mencoba memecahkan teka-teki yang sedang mempermainkan hidupnya.

Namun, sampai setengah jalan, dia tidak menemukan jawaban apapun. Sementara Renata tertidur, dan tanpa sengaja kepalanya jatuh di bahu Lee.

Pria itu melirik dengan ragu, hingga dia melihat Renata yang tertidur pulas. Diam-diam Lee mengamati wajah wanita itu, dan membiarkan Renata tetap pada posisinya.

Mereka terus seperti itu, hingga tiba di kota tujuan.

Renata pun terbangun, dan mereka segera memesan taksi untuk mengantar mereka ke tempat janjian. Di dalam mobil Renata segera menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan oleh Lee, kini dia sudah merasa kembali segar, karena dia sempat mencuci muka ketika baru tiba di Bandara.

"Kalau kamu masih belum ingat, mana saja yang aku butuhkan, beri saja sedikit tanda," kata Lee tiba-tiba ketika melihat Renata sedang menyusun map yang ada di tangannya.

"Saya sudah mengingatnya kok, Tuan."

"Baguslah kalau begitu, nanti duduknya jangan jauh-jauh, karena kamu harus selalu ada di sampingku."

Renata sedikit terpaku dengan kalimat itu. "Ba-baik, Tuan."

Setelah mereka tiba, Lee segera menuju ruangan VVIP yang sudah dipesan oleh kliennya. Dan ternyata dua orang sudah menunggu kedatangan mereka. Lee pun tersenyum ramah, kemudian menjabat tangan dua pria yang ada di hadapannya dengan sopan.

Dan Renata pun melakukan hal yang sama. Dia mendampingi Lee, dan memberikan apapun yang Lee minta, berusaha menjadi sekretaris yang baik.

"Bukankah seharusnya itu tidak masalah, Tuan? Harga yang kita patok, sesuai dengan modal yang kita keluarkan. Tidak mungkin, kita memberikan barang mahal, tetapi kwalitas murahan. Kalau Tuan berpikir bahwa brand yang akan diluncurkan tetangga sebelah itu lebih bagus, sudah tentu saya ambil bahan itu lebih dulu," jelas Lee, karena sebentar lagi mereka akan memproduksi brand mobil dengan desain terbaru.

Dan tujuan pasar mereka masih standar, untuk orang-orang menengah ke bawah. Karena zaman sudah semakin maju, banyak showroom yang menyediakan sistem kredit dengan uang muka yang kecil, dan tagihan yang disesuaikan dengan penghasilan.

Di samping pria itu Renata hanya bisa diam dan mendengarkan, sedikit demi sedikit dia belajar, tetapi semakin dia fokus, dia malah semakin dibuat kagum dengan keseriusan Lee dalam bekerja.

Astaga, apa yang aku pikirkan? Apakah aku sudah sinting? Batin Renata tersadar, dia segera mengerjapkan mata, tak ingin lagi tergoda.

Dan setelah semuanya selesai, akhirnya Lee dapat meyakinkan bahwa brand yang mereka keluarkan akan meledak dalam kurun waktu satu bulan.

"Sekarang kita cari penginapan," kata Lee saat Renata sedang membereskan barang-barangnya.

"Baik, Tuan."

Di luar gerimis melanda, Lee segera menyetop taksi dan meminta untuk membawa mereka ke penginapan terdekat.

Dan sampailah mereka di dalam satu kamar yang tersisa. Karena tahun baru telah tiba, hotel pun sangat penuh dengan para wisatawan.

Sementara di luar sana hujan sudah mulai menderas mengguyur kota.

"Benar-benar hanya satu kamar?" tanya Lee pada pegawai hotel.

"Iya, Tuan. Semuanya sudah penuh, dan ini termasuk kamar termahal, karena biasa digunakan untuk bulan madu."

Glek!

Lee dan Renata kompak meneguk ludah dan saling pandang.

***

Kalo gak mau, sama gue aja, Bang😌