Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sarapan pagi itu benar-benar terasa berbeda. Tawa dan canda menggema di ruang makan, membuat suasana rumah terasa hidup. Arkan begitu bahagia, apalagi kini Naira teman kecil yang paling ia sayang sudah ada di tengah-tengah keluarganya.
Namun kebahagiaan itu mendadak terhenti ketika bel rumah berbunyi.
“Ting tong!”
Semua kepala menoleh bersamaan. Tawa mereka seketika padam berganti rasa penasaran.
“Belnya bunyi, Ma. Kira-kira siapa ya pagi-pagi gini?” tanya Arkan sambil menatap ibunya.
Sena dan Ara saling pandang, keduanya seperti menyimpan rahasia kecil. “Nggak tahu, coba kamu aja yang buka, Sayang,” ujar Sena pura-pura santai sambil tersenyum.
Arkan langsung berdiri dan berlari kecil menuju ruang tamu. Ia memutar gagang pintu perlahan, dan begitu pintu terbuka matanya langsung membesar.
Di depan sana berdiri seorang pria dengan kemeja putih rapi, membawa kue ulang tahun lengkap dengan lilin kecil di atasnya.
“Selamat ulang tahun, jagoan Papa,” ucap pria itu lembut sambil tersenyum.
“P-Papa dokter!” seru Arkan girang. Ia langsung memeluk pria itu tanpa ragu.
Dari belakang, terdengar suara tepuk tangan dan sorakan kecil. Sena, Ara, dan Naira sudah berdiri di ambang pintu, tersenyum melihat ekspresi bahagia Arkan.
“Yeay! Selamat ulang tahun pangeran Kakak!” seru Ara riang.
“Cepat tiup lilinnya, Nak,” ujar Sena dengan wajah hangat.
“Tunggu dulu,” sela Rafli sambil menahan tawa kecil. “Sebelum tiup lilin, jangan lupa make a wish dulu, ya.”
Arkan mengangguk semangat, lalu menatap satu per satu wajah orang yang dicintainya. Senyumnya merekah sebelum ia berkata pelan, “Arkan mau bilang makasih buat Papa, Mama, Kak Ara, dan juga Naira. Terima kasih udah bikin Arkan bahagia banget hari ini.”
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menutup mata sebentar. “Dan doa Arkan di ulang tahun kali ini… Arkan pengin banget Papa sama Mama menikah. Biar kita bisa tinggal bareng terus.”
Semua yang ada di ruangan itu terdiam seketika. Sena menunduk, sementara Rafli tersenyum kaku, matanya mulai berkaca. Ara dan Naira hanya saling pandang, tak tahu harus bereaksi seperti apa.
Namun di tengah keheningan itu, tiba-tiba Arkan menarik tangan Naira, anak itu mengajak teman perempuannya untuk meniup lilin kecilnya bersama dengan senyum polos.
"Arkan kenapa kau tarik aku?" tanya Naira bingung.
Arkan tersenyum riang. "Ina juga kan hari ulang tahunmu," ujarnya tidak lupa.
Seketika anak perempuan itu menunduk dengan sedikit air mata yang mulai menetes di pipinya. "Tidak Arkan, ini kan ulang tahunmu," tolak Naira segera.
"Gak apa-apa kita bisa kok tiup lilin bersama," ujar Arkan.
Seketika ketiga orang dewasa yang menyaksikan itu menjadi terenyuh, melihat seorang anak, yang bisa berbagi kebahagian terhadap temannya yang lain.
Rafli mulai melirik ke arah Sena meskipun masih diselubungi rasa canggung, begitu juga dengan Sena, keduanya sama-sama tersenyum bangga melihat perlakuan Arkana yang peduli terhadap sesama.
Sementara itu Bairi menatap wajah semua orang anak itu seperti enggan dan sungkan. "Sudah Nak tiup saja gak apa-apa," ucap Rafli, kemudian Sena mengangguk begitu juga dengan Ara.
Dan akhirnya lilin itu ditiup berdua, dan di susul dengan tepukan haru, di dalam rumah ini.
"Yee! Acara tiup lilin sudah selesai sekarang kita potong dulu ya kuenya," ucap Ara.
Kue sudah diletakkan diatas meja, tangan Arkan mulai memotong, dan disimpan pertamanya, kue itu ia berikan kepada ibunya, lalu disuapan yang kedua beralih ke Rafli, sosok pria yang selama ini dipanggil Papa.
"Ini buat Mama," ucap Arkan, Sena pun langsung membungkukkan kepalanya.
"Makasih anak baik," sahut Sena.
"Sama-sama, tapi ingat ya permintaan Arkan tadi," ucapnya sebagai tanda peringatan keras.
Setelah itu suapannya beralih ke Rafli. "Papa ... ini suapan yang kedua untuk Papa, dan semoga kali ini Papa dan Mama bisa bersatu," ucapnya terdengar polos namun mampu membuat hati pria itu serasa copot.
"Makasih anak baik," sahut Rafli sambil mengunyah kue itu dengan lama.
"Dan ini suapan ketiga dan keempat untuk Kak Ara dan Naira," ucap Arkan.
Kedua anak perempuan beda generasi itu merasa bahagia mendapatkan suapan kue dari tangan Arkan, berbeda dengan kedua orang dewasa yang saat ini tengah dilanda rasa canggung, tanpa tahu bahwa satu permintaan sederhana itu bisa mengguncang hati dua orang yang masih menyimpan rasa namun sulit untuk mengungkapkan dikarenakan satu diantaranya masih takut memulai hidup baru.
☘️☘️☘️☘️☘️
Sementara itu di tempat lain matahari mulai merangkak naik keatas, di dalam rumah megahnya, Ika mendapati Dirga yang pulang dengan wajah lelah dan wajah yang terlihat lusuh seperti habis melakukan pekerjaan berat.
"Mas, dari mana saja sih, sejak semalam tidak pulang-pulang," todong Ika dengan nada yang sedikit meninggi.
Dirga menatap Ika dengan senyuman palsu. "Sayang, sabar dulu ya jangan marah-marah, tadi malam aku lembur," ujar Dirga.
Tapi Ika tidak mudah percaya apalagi hidungnya mencium aroma parfum asing yang menempel di kemeja suaminya.
"Gak mungkin aku gak percaya," sahut Ika sambil menggelengkan kepalanya.
"Sayang, gak percaya bagaimana, kalau begitu coba tanyakan saja sama asistenku," ucap Dirga.
Ika pun melengos begitu saja, namun Dirga berusaha untuk meyakinkan lagi istrinya agar percaya dengan ucapannya. "Sayang, kau jangan seperti itu dong, masak sih aku berpaling sedang istriku di rumah sudah bisa segalanya, apalagi urusan ranjang," jelasnya sekali lagi.
Kali ini Ika langsung menatap wajah suaminya dengan sedikit senyum samar, meskipun di dalam hatinya masih merasa janggal dengan ketidak pulangan suaminya tadi malam. "Kali ini aku percaya, tapi tidak untuk di lain hari," sahutnya seperti ancaman.
"Oh, tidak akan Sayang, aku pastikan hati ini hanya untukmu," ungkap Dirga, lalu mulai pergi ke kamarnya.
Saat ini Ika mulai dihantui rasa takut, entah kenapa, kejadian tadi malam benar-benar membuatnya curiga yang berlebihan.
"Aku tidak bisa seperti ini, aku harus berpikir positif, mana mungkin suamiku tergoda diluaran sana, sementara aku di rumah lebih dari segalanya, aku bukan Sena yang tidak bisa membuat suami betah di rumah, aku Ika wanita yang punya sejuta pesona," ucapnya penuh dengan seringai.
Sementara itu di dalam kamarnya, Dirga masih belum bisa melupakan kejadian semalam bersama dengan seorang gadis belia yang mungkin masih seumuran dengan anaknya.
"Ah, Amel. Bersamamu penuh dengan tantangan, dan kamu tahu apa yang aku suka," ucapnya penuh dengan gaira seolah lekukan indah tubuh Amel ada dihadapannya.
Di tengah-tengah lamunannya itu tiba-tiba saja handphone-nya bergetar dan nama Ika terpapar di layarnya dengan sebuah pesan singkat.
"Gimana Om, semalam," pesan singkat dari Amel benar-benar membuat hatinya berdetak tak karuan.
Bersambung .....
janji "aja tuh