Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Berhenti" ucap seorang pria kepada Tristan dan Abdullah yang sudah dikuasai emosi, masing-masing ambil ancang-ancang hendak adu jotos. Namun, dua pria itu pun akhirnya menurunkan tangan, ketika menoleh ke arah suara.
"Papa..." Abdullah meninggalkan Tristan, mendekati Ahmad yang sedang menatapnya tajam.
"Kelakuan kamu itu seperti anak kecil saja, Dul" Ahmad mendengus kesal, ia berpikir jika Abdullah bukan mencari Dila, tapi justru bertengkar entah merebutkan apa.
Menyadari bahwa ada ketegangan antara bapak dan anak, Tristan hendak berjalan ke arah mobil. Dia tidak mau ikut campur. Namun, Tristan terpaksa berhenti karena Abdullah menghentikan langkahnya.
"Pria ini yang telah menyembunyikan Dila Pa" Abdullah menunjuk wajah Tristan yang berdiri di sebelahnya.
Tristan pun akhirnya angkat bicara. "Saya hanya bermaksud menolong Dila, Om" Tristan tidak mau dianggap pria yang merusak rumah tangga orang, lebih baik jujur.
"Alasan saja ingin menolong, padahal saya tahu kamu ada maksud lain dengan istri saya. Ngaku kamu!" Abdullah mencengkeram kerah kaos Tristan.
"Hentikan!" Ahmad lagi-lagi membentak Abdullah. Abdullah melepas cengkraman dengan sedikit mendorong hingga tubuh Tristan terhuyung.
"Sekarang kemana Dila, Nak?" Ahmad bertanya lembut kepada Tristan.
"Saya disini, Pa" Dila pun muncul bersama Ghina lalu berdiri di samping Tristan.
"Dila... kamu kemana saja Nak?" Tanya Ahmad, memandangi menantunya yang tampak kurus.
"Selama tiga hari ini Nak Tristan yang menolong menantu kita, Pa..." Ghina ternyata sudah mendengar cerita Dila ketika jatuh pingsan di pinggir jalan. Tristan yang membawa ke rumah sakit bahkan sampai rela melunasi biaya rumah sakit.
Abdullah mendelik ke arah Tristan memberi kode agar pria itu segera pergi dari hadapannya. "Sebaiknya kita bicarakan di dalam rumah saja, Ma, Pa.." usul Abdullah. Mengalihkan perhatian mereka, terutama Dila agar tidak melihat kepergian Tristan yang sudah bergerak menuju mobil.
Ahmad dan Ghina mengangguk, tidak baik memang, membicarakan masalah serius di pinggir jalan. Mereka berdua berjalan lebih dulu diikuti Abdullah. Namun, ketika Abdullah hendak menggandeng tangan Dila, Dila berjalan cepat mendahului Abdullah.
Dila menoleh ke arah mobil Tristan, tapi sudah tidak ada di tempat. "Kemana Kak Tristan?" Monolog Dila, kenapa pula Tristan pergi tidak memberi tahu.
"Sudahlah Dila, suami kamu itu aku, bukan pria tadi" Abdullah sudah berdiri di sebelah Dila.
Dila melengos saja lalu mengejar Ghina dan Ahmad. Dulu ketika memandang Abdullah hati Dila terasa sejuk. Pria itu memang konyol, tapi di balik sikapnya, Abdullah adalah pria alim dan santun. Rajin ibadah membuat dada Dila berdebar-debar setiap kali menatapnya. Tetapi semenjak Abdul menyetir ugal-ugalan setelah pernikahan itu, Dila merasa takut dan ngeri. Dila yakin, perubahan sikap Abdullah terjadi karena kecewa dengan perjodohan itu, hingga menyebabkan dingin, angkuh, dan egois. Dila sedih, segitu bencinya Abdullah kepadanya hingga menjadi pria yang kejam.
Sofa berwarna coklat sudah di duduki oleh sepasang suami istri, Ahmad beserta Ghina tentunya. Dila pun menyusul diikuti Abdullah yang datang belakangan. Namun, Dila segera pindah tempat, ketika Abdullah duduk di sebelahnya. Dila tidak mau berpura-pura lagi di hadapan kedua mertua.
Sikap Dila seperti itu menjadi perhatian Ahmad dan Ghina, tidak terkecuali Abdullah. Sang menantu sepertinya sudah terlalu sakit hati, hingga berdekatan dengan Abdullah pun tidak mau.
Sepi, di ruang tamu, tapi hati Abdullah berdebar kencang, keputusan apa yang akan Dila ambil. Abdullah hanya bisa berharap kehadiran orang tuanya mampu membantu meluluhkan hati Dila.
"Abdullah, kamu sudah berani tidak jujur kepada Dila, dan itu sangat menyakiti hatinya. Sekarang Papa mau tanya, keputusan apa yang akan kamu ambil?" Ahmad ingin tahu isi hati putranya.
"Jika disuruh memilih antara Dila dengan Silfia, aku tidak bisa Pa. Aku akan mempertahankan keduanya, hidup rukun sampai tua" tegas Abdullah, terdengar omong kosong di telinga Dila, wanita itu tiba-tiba terasa ingin muntah.
"Lalu, bagaimana dengan kamu, Dila?" Ahmad juga tahu isi hati Dila.
"Saya yang tidak bisa menerima semua itu Pa, Ma. Bukan masalah poligami saja yang membuat hati saya sakit" Dila membiarkan air matanya menetes di pipi. "Belum ada satu bulan saya menjadi istri putra Mama, saya sering mendapatkan perlakuan yang semena-mena" Lanjut Dila mengusap air matanya dengan pucuk jilbab.
"Untuk itulah, aku minta maaf Dila, aku berjanji akan memperbaiki semuanya" Abdullah menyesal tidak akan mengulangi lagi.
"Tidak semudah Kak" Dila sudah tidak mampu lagi untuk menjawab, karena tangisnya pecah.
"Dila, Kedatangan Papa sama Mama ke sini ingin minta maaf sama kamu juga. Jujur, ketika kami mempunyai niat untuk menjodohkan kalian, kami pikir anak saya bisa membahagiakan kamu, tetapi ternyata justru sebaliknya," Ahmad menatap Dila merasa bersalah, lalu beralih menatap Abdullah penuh kekecewaan.
"Saya tidak pernah menyalahkan Papa sama Mama" Dila mengangkat kepala memandangi mertua pria dengan mata basah, semua orang tua ingin anaknya bahagia, jika tidak seseuai ekspetasi, mungkin sudah jalannya.
"Dila, Papa tahu kamu anak baik" Papa Ahmad mengerti, jika perlakuan Abdullah tidak bisa dibenarkan. Tapi ia memohon agar Dila memaafkan putranya dan berani menjamin jika Abdullah tidak akan mengulangi perbuatannya. Ahmad sebisa mungkin akan menyatukan anak dan menantunya.
Dila hanya diam mencoba untuk tidak memotong ucapkan mertuanya.
"Papa benar Dila, sebagai wanita Mama merasakan seperti apa sakitnya hati kamu, Nak, tapi Mama mohon pertahankan rumah tangga kamu, sayang..." Ghina angkat bicara, ia tidak mau kehilangan menantu seperti Dila.
"Ma, Pa. Sekali lagi saya minta maaf karena keputusan ini mengecewakan. Tetapi, saya tidak bisa mendampingi kak Abdullah seperti yang Papa sama Mama harapkan. Saya yakin, Papa dulu melamar saya kepada Bapak untuk menjadi istri Kak Abdullah dengan baik-baik. Sekarang saya mohon Pa, kembalikan kepada beliau."
"Dila, tolong jangan katakan itu" Abdullah tiba-tiba berdiri memeluk tubuh Dila.
...~Bersambung~...
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
semngattttt
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya