Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Ke Pesta Besar
...•••Selamat Membaca•••...
Hulya kembali membuang muka ketika Marchel memasuki ruang rawatnya lagi, dia benar-benar membenci pria yang ada di hadapannya saat ini. Marchel tak banyak bicara, dia mengemasi beberapa barang Hulya dan bersiap untuk pulang, setelah dua minggu Hulya dirawat.
Kondisinya juga sudah mulai membaik walau masih terlihat begitu lemah dan butuh istirahat yang cukup.
Di dalam mobil, Hulya dan Marchel tidak bicara sama sekali, mereka larut dalam pikiran masing-masing sehingga suasana menjadi sedikit tegang.
Hulya sesekali menghapus air matanya, rasa sesak di dada dan sakit di sekujur tubuh membuat dirinya ingin lepas dari Marchel, pria itu tidak akan pernah berubah. Marchel akan tetap mengerikan jika sudah emosi, Hulya seakan tidak memiliki celah untuk kabur saat ini.
Sesampainya di mansion, Hulya langsung menuju kamar, dia mandi lalu mengganti pakaian.
Hulya berdiri di balkon kamar memikirkan bagaimana cara agar bisa lepas dari Marchel, dia tidak akan menyerah secepat ini.
"Jika waktu itu aku kabur karena takut dia membunuh anakku, kali ini aku akan kabur karena aku sudah sangat muak padanya, aku akan pergi dari hidup Marchel, bagaimana pun caranya," tekad Hulya, tangannya mengepal dengan kuat.
Hulya mendengar suara pintu kamar di buka dan langkah kaki tegas menuju ke arahnya, dia bisa memastikan kalau itu adalah Marchel karena begitu hafal dengan aroma tubuh pria itu.
"Makanlah! Dari pagi tadi kamu belum makan sama sekali, Hulya." Suara Marchel terdengar lembut seperti biasa.
"Aku tidak lapar, aku hanya ingin sendiri, kau keluarlah dan tolong jangan tidur di sampingku lagi," pinta Hulya tanpa melihat wajah Marchel sama sekali, terdengar Marchel menghela nafas beratnya.
"Makanlah sedikit saja, setelah itu aku akan pergi darimu, aku janji, aku tidak akan mengganggumu." Hulya menggeleng, baginya sekarang, selera makan itu sudah hilang.
"Keluarlah Marchel, aku mohon."
"Baiklah."
Marchel membawa kembali makanan yang ada di tangannya, menaruh di dapur lalu memasuki ruang kerjanya, di sana dia meneguk minuman keras dan merokok, menenangkan pikiran agar tidak tersulut emosi menghadapi sikap dingin Hulya saat ini.
"Apa dia benar-benar membenciku? Tapi aku tidak ingin seperti ini, aku hanya ingin dia kembali mencintaiku, itu saja," gumam Marchel dengan asap rokok yang perlahan keluar dari mulut dan hidungnya.
Marchel menerima panggilan dari seseorang, dia tidak ingin bicara dengan siapa pun saat ini, langsung saja Marchel mematikan ponselnya lalu kembali meneguk minuman mahal itu.
Di kamar lain, Hulya memilih untuk tidur, tubuhnya begitu lelah karena habis mengalami keguguran dua minggu yang lalu, ditambah lagi ketika Marchel menekan kuat perutnya, Hulya benar-benar tidak bisa berpikir sehat dan sangat tertekan menghadapi Marchel.
...***...
Hari-hari berlalu, tidak ada komunikasi mendalam antara Hulya dan Marchel lagi, sudah hampir dua bulan ini mereka saling diam, Marchel sering memulai percakapan namun Hulya tak menggubris sama sekali.
Hulya semakin hari semakin cuek, dia bahkan tidak secerah dan sesegar dulu, dia justru lebih banyak murung, padahal biasanya dia orang yang paling ceria dan manja.
Sarapan kali ini sama seperti biasa, dilewati dengan keheningan, hanya suara dentingan sendok di piring yang terdengar.
"Nanti malam Wilton mengadakan pesta pertemuan beberapa anggota bisnis, maukah kau ikut bersama denganku malam ini?" Marchel akhirnya angkat suara, dia terlihat sedikit ragu menanyakan hal tersebut. Marchel bahkan tidak terlalu berharap kalau Hulya akan setuju untuk pergi bersamanya.
"Oke," jawab Hulya singkat, dia lalu pergi dari ruang makan tersebut menuju halaman belakang untuk berjemur di bawah cahaya matahari pagi.
Marchel tak mempermasalahkan kecuekan itu, dia tersenyum tipis lalu melanjutkan sarapannya dan pergi bekerja.
Marchel mengunjungi toko pakaian terbaik, dia memilih gaun yang indah untuk Hulya pakai malam ini, dia ingin Hulya tampil sempurna karena pesta malam ini bukanlah pesta sembarangan, beberapa CEO dan juga mafia dari berbagai negara akan hadir.
Setelah mendapatkan pakaian yang dia suka, Marchel langsung ke toko perhiasan dan membeli satu set berlian untuk Hulya, baru dia pulang ke mansion. Hari juga sudah gelap, sesampainya di mansion, Marchel mengetuk pintu kamar dan tidak ada jawaban.
Langsung saja dia buka, ternyata Hulya tengah tidur dengan lelap. Marchel melangkah dengan perlahan lalu menaruh barang belanjaan tadi di atas meja.
Mereka sudah tidak satu kamar lagi semenjak kejadian itu, Hulya menjaga jarak dari Marchel, pria itu juga sadar diri dan tidak terlalu memaksa Hulya lagi.
Marchel kembali ke kamarnya, memilih pakaian yang akan dia pakai di pesta nanti. Dia duduk terlebih dahulu di balkon sembari menunggu waktu yang tepat untuk membangunkan Hulya, dia akan pergi ke pesta pada pukul delapan malam dan sekarang baru pukul tujuh.
Marchel yang sedang asik melihat beberapa laporan dari Louis, dikagetkan dengan suara ketukan pintu kamarnya. Marchel mematikan tablet itu dan menuju pintu, dia terkagum melihat Hulya sudah siap untuk pergi, mengenakan gaun dan perhiasan yang dia beli tadi.
Wajah Hulya tetap dingin tak tersentuh, dia sama sekali tidak menampakkan ekspresi apapun pada Marchel.
"Ayo, aku tidak ingin lama-lama di pesta itu," kata Hulya datar, dia lalu berjalan lebih dulu dari Marchel.
Di dalam mobil, tidak ada pembicaraan apapun yang terjadi karena Hulya sama sekali tidak menggubris perkataan Marchel. Baru saja sampai di tempat pesta, Marchel turun dan tanpa menunggu pintu mobil di buka, Hulya telah keluar lebih dulu.
Hulya memasang wajah cerianya, lalu menggandeng lengan Marchel dengan mesra untuk menghindari pembicaraan orang. Mereka memasuki lokasi pesta layaknya pasangan harmonis, Marchel merangkul pinggang Hulya.
"Aku pikir kau tidak akan datang, Marchel," sapa Wilton, mereka saling bersalaman, begitu pula dengan Hulya.
"Aku tidak mungkin akan melewatkan pesta besar ini," jawab Marchel dengan senyum ramah di wajahnya.
"Nikmatilah pesta ini bersama istri cantikmu ini, Marchel." Mereka saling tertawa, perpisahan Marchel dan Hulya memang tidak diketahui banyak orang, mereka juga tidak bercerai secara resmi, jadi tidak ada yang tahu kecuali orang-orang tertentu.
Setelah menikmati pesta selama beberapa jam, Hulya mulai bosan dan jengah, karena semua orang di sana tidak ada yang dia kenal.
"Aku ke toilet dulu," pamit Hulya pada Marchel, dengan posesif, Marchel memegang tangan Hulya.
"Jangan berpikir untuk kabur dari sini, ingat, orang-orangku tersebar di mana-mana, mengerti," tegas Marchel, Hulya memutar bola matanya dengan malas, seakan bosan mendengar hal itu dari Marchel.
"Yasudah, kalau begitu kau ikut saja denganku ke toilet, menyebalkan," gerutu Hulya, melihat mood Hulya yang buruk, Marchel mulai melunak.
Hulya sendiri tidak memiliki niat untuk kabur saat ini karena memang dia belum ingin. Hulya ke toilet dengan perasaan kesal, mengatur nafas lalu berjalan dengan elegan.
"Hulya," sapa Dexter, Hulya menoleh dan tersenyum.
"Dexter, kau di sini juga?" Mata Hulya berbinar saat melihat pria itu.
"Ya ini pesta besar, kamu sendiri? Apa datang bersama Marchel?" Hulya mengangguk.
"Aku bersama Marchel, kamu apa kabar, lumayan lama juga kita tidak bertemu dan kau juga tidak pernah mengabari aku lagi, Dexter." Pria itu terkekeh.
"Kau yang memblokir nomorku, aku selalu mengirimkan pesan dan menghubungimu tapi kau tidak bisa dihubungi." Hulya mengerutkan keningnya, dia langsung merogoh tas kecil yang dia sandang lalu mengambil ponselnya.
"Maaf Dexter, mungkin Marchel yang memblokir nomormu," ucap Hulya, Dexter tersenyum semar dan mengusap pelan pipi Hulya.
"Ya, aku sudah menduga hal itu," balas Dexter. "Apa kalian sudah kembali bersama?" tanya Dexter lagi.
"Tidak. Yah, dia memaksaku untuk ikut dengannya, sampai saat ini kami masih belum rujuk," jawab Hulya dengan nada sendu, dia memang tidak ingin kembali lagi pada Marchel.
...•••BERSAMBUNG•••...