Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Cafe Tumini> cafe yang baru buka beberapa hari ini, belum banyak orang yang mengenal cafe tersebut. Isi-nya menunya ada beberapa bahan, dan yang pastinya ada berbagai macam Ice Cream—peminat para cewek cewek di luaran sana.
"Cafe Tumini?" Rifan mengerutkan keningnya.
Ruby dan Lala mengangguk. "Iya, ini cafe baru buka beberapa hari. Dan, belum banyak yang mengenal cafenya," ucap Ruby.
"Yap, kita berdua pun kenal Cafe Tumini ini dari promosi Instagram. Karena belum terlalu terkenal, jadi kita bisa cobain duluan sebelum terkenal, ye kan?" celetuk Lala.
Berbeda dengan Araya yang terus diam, gadis itu memikirkan hutang yang akan dia bayar pada Rifan. Sepertinya sudah banyak, dan Araya harus melakukan apa agar bisa membalas kebaikan pemuda itu.
Dalam pikirannya yang jauh, Araya berpikir kalau Rifan sengaja ingin mentraktir mereka. Karena kondisi dia pun tidak sebaik itu.
Rifan mengangguk. "Oh, baguslah," jawabnya.
"Let's go!"
.
.
Rifan berhadapan dengan Araya, sedangkan Lala berhadapan dengan Ruby. Kedua gadis itu bercerita riang seperti keduanya hanya datang berdua.
"Ara, kau tau pasti kamu terkejut kan?" lirih Ruby, begitu saja.
Araya menoleh ke arah dua temannya dengan raut wajah kebingungan. "M-maksudnya?"
"Berita tentang kamu dan Devan putus jadi bahan gosipan."
Araya mengangguk dengan pelan sebagai respon.
"Aku tau Ara ini berat, tapi ini adalah momen yang kami berdua tunggu. Kamu dan Devan putus, maaf," ucap Lala merasa menyesal.
Araya hanya bisa tersenyum sebagai jawaban, ia bingung harus mengatakan apa pada mereka.
"Lagi pula tuh, yah, Devan benar-benar brengsek. Masa dia mencium gadis lain di depan pacarnya sendiri? Dan cewek itu ... selalu mengatakan bahwa kalian sahabatan, cuih!" jengkel Ruby.
"Betul, tuh, Devan juga selalu nekan kamu. Nyuruh kamu lakuin ini itu tapi dia sendiri ngga ngertiin perasaan kamu." Lala ikut menimpali.
"Emang sialan dia, tuh. Dia ngga cocok sama kamu, Ra. Walaupun berat menerima kenyataan, kamu harus tetap semangat, okey?"
Ruby dan Lala memegang tangan Araya dengan lembut, keduanya memberikan tatapan hangat serta kepedulian yang luar biasa membuat Araya berkaca-kaca.
Gadis itu tersenyum setelah sekian lamanya tidak berkumpul bareng bersama kedua temannya ini. "Makasih, aku bingung harus merangkai setiap kata seperti apa. Aku ... aku hanya bisa mengatakan makasih." Air mata gadis itu jatuh dengan senyum yang merekah.
Ruby dan Lala ikut terhura, keduanya pun memeluk Araya dengan hangat. "Kami ngertiin kamu kok, Ra," ucap Ruby.
"Apa kalian akan terus berpelukan seperti itu? Pesanan sudah tiba," ucap Rifan mematahkan drama yang romantis itu.
"Oh, haha, maaf."
Mereka pun mulai memakanan beberapa varian lainnya, keburu di traktir orang kaya, haha.
"Rifan..." lirih Araya di tengah-tengah kesibukan Lala dan Ruby bercanda riang.
Rifan mengangkat sebelah alisnya sebagai jawaban.
"Makasih, aku benar-benar akan membalas semua kebaikan kamu, aku janji," ucapnya serius.
Rifan menyungging senyum, entah mengapa dia selalu merasa gemas jika Araya seperti ini.
Pemuda itu mengangguk. "Hmm."
"Ara, Rifan," panggil Ruby dan Lala serempak.
Keduanya menoleh sebelum akhirnya terdengar suara cekrekan.
"Ciss!!!"
(╥﹏╥)
"Makasih, yah, Rifan atas traktirannya. Kami duluan!" Rifan mengangguk setelah itu Ruby dan Lala berlalu pergi. Kebetulan rumah mereka searah.
"Kita ngga jadi latihan," ucap Araya, kecewa.
"Lain kali kan bisa," jawab Rifan.
Araya mengangguk. "Kalau begitu sekali lagi makasih."
"Aku benar-benar muak mendengar terimakasih dari mulut kamu," ucap Rifan dengan ekspresi benar-benar muak.
"Apa ngga ada gitu yang lain kecuali makasih?" lanjutnya.
Araya menggeleng. "Seumur hidup aku akan terus berterimakasih pada kamu," jawabnya.
Rifan mendengus kesal. "Benar-benar, yah, ayo pulang dari pada aku terus menerus mendengar terimakasih yang membosankan itu."
Selama perjalanan, Araya bercerita tentang Latihan Dance. Jika bukan hal itu, Araya pasti akan bercerita tentang idola KPop, drama, pokoknya banyak. Rifan merasa senang mendengarnya. Araya benar-benar banyak bicara dan dia terlalu bersemangat di berbagai macam-macam apapun itu.
"Rifan?"Araya sedikit berteriak.
Rifan menatap gadis itu di kaca spion. "Apa?"
"Kamu nonton weak hero class ngga?" tanya-nya.
Rifan mengerutkan keningnya, sama sekali Rifan tidak perkaj menonton drama atau apapun itu. Kecuali hal-hal penting, sepertinya berita atau membaca koran itu sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil di umur delapan tahun.
"Ngga, yah?"
Rifan mengangguk, jujur.
"Kamu harus nonton sih, dramanya benar-benar bagus. Cowoknya juga manis, ih, gemesin!" seru gadis itu.
Rifan menyungging senyum melihat ekspresi lucu yang dia lihat di kaca spion. "Lucu."
(╥﹏╥)
Di sisi lain Devan berada di depan rumah Araya, memdengar bahwa gadis itu masuk ke UKS karena pingsan entah mengapa membuatnya jadi khawatir.
Tok...
Tok...
Rasti berjalan ke ruang tamu lalu membuka pintu, wajahnya datar memandang Devan yang sudah tersenyum canggung ke arahnya.
"Halo, Tante. A-apa Arayanya ada?" Pemuda itu canggung sampai terbata.
"Jangan pernah mencari Araya di sini, dia sudah ku-usir."
Brak!
Setelah mengucapkan kata tersebut, Rasti menutup pintu dengan keras. Meninggalkan Devan yang sudah terkejut mendengar ucapan Mama Rasti.
"Araya di usir?" gumamnya.
Dengan khawatir pemuda itu merogoh ponsel dari saku celana, menghubungi nomor Araya namun tidak kunjung di jawab.
"Kenapa dia tidak mengatakan kalau dia di usir dari rumah." Pemuda itu terus berusaha menghubungi Araya yang sama sekali tidak terjawab.
Dengan langkah cepat ia berjalan ke arah motor dan berlalu pergi dengan kecepatan penuh.
.
.
.
Berbeda dengan Devan, di dalam kamar Naya menggigit satu persakut giginya dengan tubuh gemetar. Matanya memerah serta bibirnya yang gemetar. Entah karena dia takut atau marah dengan keadaan yang tengah menimpa.
"Sebaiknya kita cerai, Mas!" Teriakan-teriakan dari luar kamarnya membuat gadis itu tidak tahan.
"Jangan egois, Sista! Ini semua gara-gara kamu!"
Tangan Naya yang bergetar hebat perlahan menutup telinganya dengan erat. Ia menutup erat kedua matanya.
"Kenapa malah aku, Mas?! Jelas-jelas kamu yang selingkuh di belakang aku?!" Berontak Sista berantakan, wajahnya pun penuh lebam karena beberapa tamparan yang suaminya layangkan.
"Aku selingkuh karena kamu yang tidak becus. Lihat, lihat anak kamu yang tidak pernah menjadi kebanggaan orang-orang! Lihat dia! Tidak berguna!"
Naya meneteskan airmatanya dengan deras saat mendengar ucapan itu lagi di area pendengaran. Dadanya pun terasa sesak dan tertahan seakan sulit untuk bernapas.
"Aku akan melakukan yang terbaik buat didik dia, Mas! T-tapi ngga samppainya kamu selingkuh kayak gini!"
"Sudahlah, lagipula dia anak yang tidak diinginkan. Sudah dilahirkan pun tidak ada gunanya sama sekali, sudahlah!"
Bibir Naya bergerak hebat, ia meremat rambutnya dengan erat. "Hiks ... A-araya! Ini sekua gara-gara kamu! Kamu harus meraskaan apa yang aku rasakan!" Teriak Naya di dalam hati.