NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:673
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membuka hati

Revan mengusap perlahan rambut Tasya yang masih basah air mata. Suaranya lembut, nyaris berbisik. "Istirahat, Sya. Kamu butuh tidur biar lebih tenang. Aku di sini, nggak akan ke mana-mana."

Tasya masih terisak kecil, tapi kelopak matanya mulai terasa berat. Perlahan, tangisnya mereda hingga akhirnya ia benar-benar terlelap dengan napas yang teratur. Revan duduk di kursi di sisi ranjang, menatap wajah lelah itu dengan perasaan bersalah yang menyesakkan.

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka pelan. Fira masuk dengan langkah hati-hati, membawa segelas air. "Van … aku bisa jagain Tasya malam ini. Kamu juga butuh istirahat."

Revan menoleh, matanya tajam tapi tetap tenang. "Nggak, Fir. Aku yang jaga di sini."

Fira menggeleng, jelas menolak. "Aku nggak tega ninggalin dia. Tasya butuh aku."

Revan menghela napas panjang, lalu menatap Tasya yang sudah tertidur pulas. Suaranya melunak. "Justru karena itu, kamu harus kasih dia ruang. Malam ini biar aku yang jagain. Kamu bisa tidur di kamarku kalau mau. Aku janji nggak akan ninggalin Tasya."

Fira sempat terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia menatap sahabatnya yang terbaring dengan wajah penuh luka, lalu akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah … aku ke kamar kamu."

Setelah Fira keluar, Revan berdiri. Ia mengambil satu bantal dari ranjang, lalu meletakkannya di karpet tepat di bawah sisi tempat tidur Tasya. Ia merebahkan diri di sana, menghadap ke arah ranjang seakan ingin memastikan kalau Tasya tetap dalam jangkauannya.

Di dalam keheningan itu, Revan menutup mata dengan perasaan berat.

Aku gagal jaga kamu hari ini, Sya. Tapi aku janji … mulai sekarang aku nggak akan biarin hal kayak gini terulang lagi.

Dan malam pun berlalu dengan Revan terjaga di antara rasa lelah dan penyesalan, sementara Tasya tidur tenang untuk pertama kalinya setelah kejadian pahit itu.

---

Udara pagi di halaman villa terasa sejuk, embun masih menempel di dedaunan. Semua anggota tim sudah berkumpul dengan pakaian santai. Musik ringan diputar dari speaker portable, membuat suasana jadi lebih segar.

"Yuk, kita mulai senam paginya!" seru salah satu anggota tim dengan semangat. Suara tawa terdengar, tubuh-tubuh bergerak mengikuti irama. Setelah semalam penuh ketegangan, momen ini seakan jadi pelepas lelah.

Revan berdiri di depan, mengawasi sekaligus ikut gerakan pemanasan. Meski terlihat fokus, pikirannya tak lepas dari Tasya.

Setelah senam selesai, semua diarahkan masuk ke aula villa untuk briefing singkat sebelum mereka kembali ke Jakarta.

"Terima kasih sudah ikut kegiatan ini sampai selesai," ucap Revan, suaranya tegas. "Sebelum kita pulang, aku ingin kita semua sepakat menjaga profesionalitas. Apa pun yang terjadi semalam, kita tinggalkan di sini. Kita tetap tim."

Beberapa orang mengangguk, tapi ada juga yang berbisik-bisik.

"Eh, si Tasya ke mana? Kok nggak kelihatan dari tadi?" bisik seorang anggota tim.

"Iya, semalem heboh banget sampai drama nangis segala, eh sekarang malah nggak ikut briefing," timpal yang lain sambil nyengir.

"Dasar lebay … playing victim, terus seenaknya sendiri," sahut yang lain lagi, cukup keras hingga terdengar oleh beberapa orang.

Vera yang duduk agak belakang pura-pura menarik napas panjang, seolah ikut merasa kasihan. "Mungkin dia masih capek … ya wajar lah, dia kan semalem kena syok," katanya dengan nada pura-pura peduli, padahal justru memancing bisik-bisik makin ramai.

Fira yang duduk di samping langsung menegang, wajahnya gelisah. Ia melirik Revan, berharap laki-laki itu segera meredam gosip yang mulai menyebar.

Revan menepukkan tangannya keras ke meja, membuat ruangan mendadak hening. Tatapannya berkeliling, tajam.

"Kalau ada yang punya masalah pribadi sama Tasya, jangan dibawa ke forum tim. Kalian boleh nggak suka, tapi jangan pernah merendahkan orang lain di belakangnya. Ingat, kita di sini karena kerjaan, bukan untuk drama murahan."

Semua terdiam, sebagian wajahnya memerah karena merasa tertohok.

Revan menghela napas, lalu melanjutkan dengan nada lebih tenang. "Hari ini kita selesai siang, jadi gunakan waktu bebas kalian sebaik mungkin. Jam sebelas semua harus siap. Jelas?"

"Jelas," jawab mereka serentak, meski suasana masih kaku.

Di sisi lain, Tasya masih berada di kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, mendengar samar suara-suara di aula. Hatinya perih, menyadari dirinya sedang jadi bahan omongan. Ia menarik napas panjang, mencoba menguatkan diri.

---

Semua orang mulai bergegas keluar villa, koper dan tas mulai memenuhi halaman. Suasana masih agak canggung setelah briefing pagi tadi.

Tasya sudah lebih dulu melangkah ke parkiran, menarik kopernya sendiri tanpa bicara dengan siapa pun. Ia langsung memasukkan barang-barangnya ke bagasi mobil Revan, lalu masuk ke kursi penumpang depan. Kepalanya bersandar ke jendela, mencoba menutup telinga dari bisik-bisik yang masih terdengar samar di belakangnya.

Tak lama, Fira menghampiri Revan sebelum naik ke bus bersama yang lain. Wajahnya penuh khawatir.

"Van … jagain Tasya, ya. Aku tahu dia lagi nggak baik-baik aja," ucap Fira pelan.

Revan menatap sahabat Tasya itu, lalu mengangguk mantap. "Iya, Fir. Aku bakal jaga dia."

Fira tersenyum tipis, meski matanya berkaca-kaca. "Makasih." Ia pun melangkah pergi, bergabung dengan tim yang lain.

Satu per satu mobil dan bus mulai terisi. Revan berjalan ke mobilnya, membuka pintu, lalu masuk ke kursi pengemudi. Ia sempat menoleh ke arah Tasya yang masih diam.

"Kamu kenapa nggak ikut briefing tadi?" tanyanya pelan.

Tasya menoleh sekilas, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Males," jawabnya singkat.

Revan menghela napas, tapi tidak menekan. "Oke. Kalau itu bikin kamu lebih tenang, nggak apa-apa."

Mobil pun perlahan melaju mengikuti rombongan, meninggalkan villa dengan segala kenangan yang tidak ingin Tasya ulangi lagi.

Mobil melaju menuruni jalan berliku, pemandangan hijau pegunungan berkelebat di luar jendela. Tasya masih bersandar diam, wajahnya muram. Revan melirik sekilas, lalu mencoba mencairkan suasana.

"Kalau kamu terus manyun gitu, bisa-bisa mobilku penuh awan gelap, Sya," ucapnya pura-pura serius.

Tasya menoleh, dahi berkerut. "Apa, sih?"

Revan tetap fokus ke jalan. "Iya, nanti hujan badai turun di dalam mobil. Bahaya lho, bisa bikin aku nyetir salah arah."

Sebuah tawa kecil akhirnya lolos dari bibir Tasya. "Garing banget, Revan."

Revan tersenyum tipis. "Tapi berhasil bikin kamu ketawa."

Tasya terdiam sebentar, hatinya terasa sedikit lebih ringan. Ia menunduk, lalu menoleh lagi ke arah Revan.

"Revan …" suaranya pelan.

"Hm?" Revan melirik cepat.

"Apa kita bisa … nggak langsung pulang ke Jakarta?"

Revan mengernyit. "Maksudnya?"

"Aku pengen jalan-jalan dulu di sekitar Puncak. Udara masih enak, pemandangan juga bagus. Aku … pengen sebentar aja, sebelum balik ke semua keruwetan."

Revan menatap Tasya lebih lama kali ini, ada sesuatu di matanya yang membuat dadanya berdebar. Perlahan, ia tersenyum.

"Oke. Kamu tentuin aja mau ke mana. Aku ikut."

Tasya balik menatapnya, kali ini dengan senyum tipis yang tulus, senyum yang sudah lama tidak muncul sejak kejadian pahit semalam.

Dan untuk pertama kalinya, ada celah kecil di hatinya yang mulai terbuka … untuk Revan.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!