"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rinduku Meledak Di Tubuhmu
...❤︎...
..."Saat tubuh mereka menjadi satu, semua sakit terasa nikmat."...
...❤︎...
Elika pasrah saat Kael menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang selembut yang pria itu bisa.
Meski mata Kael menyala buas, seakan telah menahan kerinduan itu terlalu lama. Nafasnya berat, memburu, dan tangannya tak sabar melepaskan satu per satu pakaian yang membatasi jarak di antara mereka.
Elika pasrah, tapi bukan tanpa rasa. Ia mendesah tertahan. Tubuhnya gemetar karena sentuhan Kael yang panas, liar, dan penuh kelaparan. Ia tahu. Malam ini ... tak akan ada kata lembut. Yang tersisa hanya hasrat yang tak sempat terucap selama mereka berpisah beberapa minggu terakhir.
Kael menatap wajah pasrah itu dari atas, lalu tanpa aba-aba, ia menyatukan tubuhnya dengan Elika di bawah sana. Sekali hentakan, seluruh tubuh Elika menegang.
"Ngh!" Elika menjerit tertahan. Pria itu menyatu begitu dalam dengan tubuhnya. Sebuah hentakan yang begitu kuat.
"Kael ... terlalu dalam ...." Elika terisak, tapi menggenggam lengan pria itu erat-erat.
Alih-alih mendengarkan ucapan gadis itu, Kael mencengkeram paha Elika dengan kuat. Kemudian ia membenamkan dirinya lebih dalam lagi, memaksa masuk meski sudah tak bisa sudah terlalu dalam. Ritme gerakannya liar, menghantam, seperti ingin menghukum, tapi juga memuja. Setiap desahan Elika, setiap cengkeraman leher dan punggungnya, semakin membuatnya kehilangan kendali.
Tubuh mereka menari dalam panas dan keringat. Tak ada kata cinta, tapi hasrat itu terlalu jujur untuk disangkal. Mereka saling melampiaskan, menumpahkan rindu dalam setiap dorongan, setiap sentuhan, setiap teriakan tertahan.
"Kau merindukan ini?" bisik Kael.
Elika mendesah tak tertahankan. Kali ini ia mencengkeram sprei kasur dengan kedua kaki yang melingkar ke tubuh Kael. "Kael ... ini terlalu ... kasar."
"Huh?" Kael menghentak lagi. Lagi dan lagi. "Kasar? Tapi kau menikmatinya."
Tak cukup puas dengan posisi yang sama, Kael memutar tubuh Elika. Kini gadis itu memunggunginya.
"Ahk!" Elika terpekik begitu Kael memaksa masuk dari belakang sana. Padahal, ini bukan pertama kalinya ia bercinta dengan pria itu. Tapi, tetap saja tubuhnya belum terbiasa dengan benda yang besar itu.
Kamar mewah yang luas itu dipenuhi oleh suara desahan Elika dan erangan Kael. Keduanya saling melampiaskan dan saling meluapkan. Bahkan keringat mereka menyatu. Tak peduli dengan penampilan yang berantakan, dan dandanan yang sudah rusak.
Sampai akhirnya, Kael mengeram dengan sangat keras, melepaskan ledakan di ujung tubuhnya. "Arghhh!!!"
"Nghhh!!!"
Keduanya saling berpelukan dengan sangat erat, dan sama-sama mencapai puncaknya. Mereka tenggelam dalam badai yang mereka ciptakan sendiri.
Dan ketika napas mereka sama-sama terengah-engah, Kael membenamkan wajahnya di leher Elika. Sementara Elika, gadis itu meraih kepala Kael dengan penuh kelembutan. Ia membelai punggung kepala Kael dengan tenaga yang tersisa.
...❤︎...
Malam hari, usai melepaskan cairan cintanya ke dalam tubuh Elika sebanyak beberapa kali, Kael terlelap. Entah karena ia lelah, atau karena ia merasa sangat puas.
Sementara itu, Elika terbangun karena perutnya yang berbunyi. Ia lapar. Namun, laparnya terlupakan saat ia melihat Kael sedang tertidur dengan sangat nyenyak. Elika menatap Kael dari samping. Sebuah senyuman terbit di wajahnya.
Rasanya ada yang kurang jika tak menyentuh wajah tampan itu. Dengan segenap keberanian, Elika menyentuh wajah Kael dengan sangat hati-hati.
Kael menangkap tangan Elika. Ia membuka mata. Sebuah tatapan yang dingin dan terkesan sedang menutup diri.
"Apa kau belum puas?" tanya Kael dingin. Padahal pertanyaan itu seharusnya menjadi miliknya.
Elika menarik tangannya. Namun Kael tak melepaskan tangan itu begitu saja. "Tidak. Aku sudah sangat puas."
Kael menjatuhkan tubuh Elika dan memanjat tubuh gadis itu. Di balik selimut tebal itu, kedua tubuh mereka tanpa busana, saling bersentuhan. Elika tahu, bahwa ada yang kembali bangkit di bawah sana.
"Kael ...."
Kael tak memberikan kesempatan. Ia kembali membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Kedua tangan Elika ia genggam dari kedua belah sisi. Genggaman yang erat, karena takut kalau semua ini hanya mimpi.
Di saat lidah Kael tak henti-hentinya menguasai mulut Elika, tiba-tiba perut Elika berbunyi. Kael tersentak. Ia menghentikan tindakan buasnya.
"Aku ... lapar," lirih Elika pelan. Bibir gadis itu terlihat bengkak karena ulah Kael. "Maaf. Setelah makan, kita bisa melakukannya lagi."
Kael menghela nafas pelan. Ia mengutuki dirinya yang terlalu tak berperasaan. Padahal gadis itu sedang kelaparan. Kael menuruni tubuh Elika, dan duduk. Ia menuju ke kamar mandi untuk mengambil jubah handuk. Lalu ia keluar dengan tubuh terbalut jubah.
"Aku akan menyuruh pelayan menyiapkan makan malam untukmu." Kael menuju ke pintu kamar.
"Lalu kau ... mau kemana?" tanya Elika ragu-ragu.
"Kalau aku di kamar, kau akan pingsan sebelum bisa makan."
... ❤︎...
Terdengar suara ketukan pintu. Tak lama kemudian, ada seorang wanita tua yang sedang membawakan nampan makanan untuk Elika. Wanita itu terlihat ramah. Ia melangkah, mendekat ke arah Elika yang sedang duduk bersandar ke sandaran kasur dengan selimut sebatas dada.
"Kalau ada yang ingin Nona makan, katakan saja pada saya," ucap wanita tua itu sambil tersenyum.
Elika membalas senyuman wanita itu. Kemudian ia mengambil nampan yang wanita itu sodorkan. "Eum ... siapa namamu?"
"Brigit. Nona bisa memanggil saya Brigit."
"Ah. Terima kasih Brigit."
Brigit tersenyum dan memutuskan untuk meninggalkan kamar.
"Eum ... Brigit." Elika menghentikan langkah wanita tua itu.
Brigit berbalik badan dan menoleh ke arah Elika. "Ya, Nona?"
"Kael di mana?"
"Oh. Mr. Greyson sedang di ruang kerjanya."
...❤︎...
Saat Elika sedang menikmati makan malam di kamar utama kediaman Greyson, Kael terlihat sibuk makan malam di ruang kerjanya sambil menatap layar laptop. Ia terlihat sangat senang saat memperhatikan grafik saham Jams Corp. semakin menurun.
Usai menghabiskan makan malamnya dengan cepat, Kael bergegas menghubungi Logan.
"Bagaimana dengan data hutang yang Conner miliki?" Kael menatap lurus ke arah layar laptopnya.
^^^"Jumlahnya sangat besar. Bisa dibilang, setengah dari pinjaman yang kita berikan pada Pierce Corp."^^^
"Bagus!" Kael menyeringai puas. "Besok, serahkan semua bukti penggelapan pajak dan beberapa suap yang sudah ia lakukan."
^^^"Kael ...."^^^
Logan terdengar memanggil Kael dengan nama. Sepertinya sekarang ia sedang di mode persahabatan.
^^^"Jika Conner kembali ke Texas, bagaimana dengan gadis itu?"^^^
"Dia akan tetap di sini."
^^^"Kau seyakin itu?"^^^
"Ya."
^^^"Bagaimana kalau dia memanfaatkanmu atas perintah orangtuanya?"^^^
"Aku sendiri yang akan menghukumnya."
^^^"Lalu ... saat semua dendammu berhasil terbalaskan. Apa yang akan kau lakukan dengan gadis itu?"^^^
Kael terdiam. Hingga saat ini, ia belum memikirkan hal itu cukup jauh. Entahlah. Ia tak yakin gadis itu akan tetap berada di sisinya, saat mengetahui semua hal yang sudah ia lakukan pada Emma dan Conner.
Tak ada kata-kata yang terdengar lagi. Dan Logan pun tahu, bahwa sahabatnya sedang di ambang kebingungan. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri panggilan.
Panggilan terputus, Kael membaca beberapa email yang dikirimkan oleh Logan. Beberapa barang bukti atas tindak pidana yang Conner lakukan. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar.
Setibanya Kael di kamar, ia melihat Elika sudah tertidur dengan sangat nyenyak. Ia menutup pintu kamar dengan sangat pelan. Takut pulasnya tidur gadis itu terganggu oleh suara pintu. Lalu, ia melangkah dengan sangat pelan, berdiri di sisi ranjang.
"Setelah makan, kita bisa melakukannya lagi." Kael mengulang kalimat Elika tadi dengan suara yang pelan, nyaris tak terdengar. Ia terkekeh pelan. Entah kenapa, ucapan gadis itu terdengar lucu.
"Melakukan lagi? Tapi, kau langsung tidur setelah makan," gumam Kael pelan.
Pria itu pun membetulkan selimut Elika, lalu ia menghidupkan lampu tidur, dan mematikan lampu utama.
Malam ini ... perasaan Kael sedikit tenang. Karena gadis itu ada di sisinya.
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .......
But love can also be a disaster due to the hatred and resentment that lingers....
Lagian ku merasa hidup lu ga pantas utk bersanding dengan Kael bukan..
ditambah finansial orangtua lu udh ga menunjang utk hidup hadon, pergi jauh-jauh..
support dr anak satu-satunya akan lebih dibutuhkan untuk orangtuamu..
Dan tinggalkan Kael dengan seribu penyesalan terdalam karena terlalu sibuk dengan mendendam.
Indeed Love and hate have equal emotional intensity, but opposite directions, and one can swiftly turn into the other with betrayal or heartbreak