Reksa pemuda tampan yang berusia 20 tahun,ia memiliki rahasia yg ia sembunyikan yaitu memiliki hobi makeup hingga menjadi vloger beauty/selegram terpopuler,banyak brnd terkenal yang ingin mengendorsnya.shutt...ini kisah Reksa tidak ada yang tau kecuali dirinya sendiri.
no plagiat.
real karya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fanesya elyin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Hari itu hujan lagi.
Reksa duduk di jendela apartemennya, mengenakan sweater kelabu. Rambutnya berantakan, matanya sembab, dan kulitnya pucat karena kelelahan menangis.
Dan dunia... tetap berjalan seolah tak ada yang peduli.
Hingga suara ketukan pintu terdengar.
Pelan. Tapi konsisten.
"Sa..."
Suara itu lagi. Bagas
Selalu Bagas.
"Gue bawa sesuatu," katanya, masuk tanpa diminta. Tangannya menggenggam kantong plastik isi Cofe latte hangat dan roti tawar panggang—makanan favorit Reksa saat overthinking.
Reksa hanya menatap. Kering.
"Lo... ngapain ke sini lagi?"
"Karena lo nggak punya siapa-siapa. Dan itu salah banget, sih."
Mereka duduk diam di lantai. Makan pelan-pelan. Tidak ada suara, hanya bunyi rintik hujan yang menyapu kaca.
"Orang-orang ninggalin gue," bisik Reksa akhirnya.
"Bahkan nyokap." Tertawa getir.
"Gue ngerasa kaya salah terus. Salah lahir. Salah suka warna. Salah ngomong. Salah diem."
Bagas diam.
Lalu berkata pelan, "Kalau lo salah... maka semua warna yang pernah bikin gue kagum juga salah."
Reksa menoleh. Kaget.
"Gue suka pas lo jadi lo. Bahkan saat lo pakai bulu mata, dan lo bilang 'blending harus sabar kayak hati yang baru patah'—gue nonton. Diam-diam."
"Karena ada bagian dari lo... yang lebih berani dari gue."
Reksa tertawa kecil. Matanya berkaca.
"Lo nggak jijik?"
"Kalau dari awal gue jijik, gue nggak akan ke sini tiap minggu, nganter makanan, dengerin keluhan, dan... khawatir lo sendirian malam-malam."
"Mereka semua sibuk nilai apa yang lo pake. Tapi nggak ada yang tau apa yang lo simpan."
"Kadang gue mikir... mungkin Tuhan bikin lo beda, bukan buat dihakimi. Tapi buat nunjukin, kalau cantik dan kuat bisa tumbuh dari tempat yang orang anggap aneh."
"Gue nggak bisa janji dunia bakal baik,Sa. Tapi selama gue masih di sini, lo nggak sendirian."
.
.
.
.
Lalu Bagas berdiri, berjalan ke meja makeup Reksa yang dulu meraka pindahkan dan ini tidak disentuh.
"Gue boleh cobain?"
Reksa mengangkat alis.
"Make up?"
"Ya. Ajarin gue. Tapi jangan judge ya... kalo gue jadi jelek."
Reksa tersenyum. Lembut.
"Gue nggak bakal nilai. Tapi hati-hati... makeup tuh kayak sihir: sekali kena, lo nggak bisa berhenti."
"Sihirnya udah kena dari lama, Sa" gumam Bagas
Pelan. Tapi cukup terdengar.
Dan sore itu... bukan cuma wajah yang dirias. Tapi luka-luka lama yang mulai sembuh.
Perlahan. Tapi nyata.
.....
Sudah lewat dua minggu sejak segalanya terbuka.
Bagas tahu. Reksa tahu kalau Bagas tahu. Dan sejak itu, gak ada lagi rahasia.
Tapi yang bikin Reksa gemetar justru…
Bagas gak pergi. Dia tetap datang. Tetap duduk di sofa itu. Tetap bawain coffe latte hangat. Tetap nonton konten-konten makeup.
Dan yang paling bikin jantung Reksa gak tenang…
Bagas mulai ikut ngaca bareng.
Sore itu hujan rintik.
Reksa lagi nyoba eyeshadow shimmer di sudut matanya sendiri, saat Riyan tiba-tiba duduk di belakangnya dan bersandar ke pundak Reksa pelan-pelan.
“Gue penasaran…”
“Apa?” Reksa nyengir, jantungnya udah gak fokus blending.
"Kalo lo ngedandanin gue… bisa ga bikin gue ganteng maksimal?”
Reksa tertawa.
"Lo emng pada dasarnya ganteng ,Agas”
"Gue serius.”
“Gue pengen lo yang bentuk gue. Biar gue bisa lihat gimana rasanya jadi lo.”
Reksa menatapnya lewat cermin.
Dan saat itu, dia sadar… tatapan Bagas bukan tatapan sahabat biasa lagi.
Mereka duduk berdua, depan cermin.
Reksa pelan-pelan olesin primer ke wajah Riyan.
Jari-jarinya lembut, gemetar sedikit. Tapi Riyan gak menghindar. Malah sesekali menatap langsung ke mata Reksa.
“Lo tau gak, Reks…”
“Gue suka banget lihat lo kayak gini. Fokus. Tenang. Jadi diri lo.”
Reksa nyaris jatuhin sponge.
Mukanya merah. Tapi pura-pura cool.
“Jangan gombal, Gas”
“Gue gak gombal.”
“Gue lagi jatuh cinta pelan-pelan, dan kayaknya gue gagal nge-rem.”
Hening.
Shimmer di mata. Napas beradu.
Dan senyum kecil di bibir Reksa yang tak lagi sembunyi.
Malam itu mereka tertidur di sofa bareng, bahu bersandar, Netflix gak ditonton, eyeliner belum dilap.
Dan sebelum tidur, Bagas bisik pelan:
“Sa… lo manis banget kalau gak takut jadi lo sendiri.”
“Gue gak takut lagi… soalnya ada lo sekarang.”
...
Vote
Tbc