“Lo cantik banget, sumpah,” bisiknya. “Gue gak bisa berhenti mikirin lo. Pingin banget lakuin ini sama lo. Padahal gue tahu, gue gak seharusnya kayak gini.”
Tangan gue masih main-main di perutnya yang berotot itu. “Kenapa lo merasa gak boleh lakuin itu sama gue?”
Dia kelihatan kayak lagi disiksa batin gara-gara pertanyaan itu. “Kayak yang udah gue bilang ... gue gak ngambil apa yang bukan milik gue.”
Tiba-tiba perutnya bunyi kencang di bawah tangan gue, dan kita berdua ketawa.
“Oke. Kita stop di sini dulu. Itu tadi cuma ciuman. Sekarang gue kasih makan lo, terus lo bisa kasih tahu gue alasan kenapa kita gak boleh ciuman lagi.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rabbit Punch Gym II
Gue sudah cerita ke anak-anak soal malam itu, waktu gue menemukan dia dengan pintu yang sudah jebol gara-gara kakaknya. Kita nggak ada rahasia, dan mereka juga nggak marah pas gue bilang gue harus nawarin dia tempat buat menginap.
Siapa pun pasti bakal melakukan hal yang sama. Kecuali Hazerrie, yang langsung menyeletuk kalau si cewek punya duit cukup buat menginap di hotel saja.
“Eh,” kata Ailsa, kelihatan nggak nyaman waktu sadar gue nggak sendirian. Gue lirik Hazerrie, mikir jangan-jangan dia bakal jadi brengsek dan gue harus turun tangan. Tapi dia cuma duduk diam, memperhatikan Ailsa kayak yang lain.
“Maaf, gue nggak maksud ganggu. Gue cuma, uh, mau kasih sesuatu buat lo,” lanjut Ailsa.
“Gila. Kakak cantik banget. Namanya siapa?” Chumpa langsung berdiri dan nyamperin dia.
Anak ini memang kebangetan.
Kayak yang sudah gue bilang, Chumpa ini pede-nya bisa ngalahin kami semua kalau digabung.
Ailsa senyum ke dia. “Naman Kakak, Ailsa. Nama adik siapa?”
“Panggil aku Beefcake.”
“Ya ampun…” gumam Eros pelan, tapi gue masih bisa dengar jelas.
Ailsa nggak kaget sama sekali. “Senang kenalan sama Beefcake.”
“Mau bagi sandwich sama aku nggak?” tanya Chumpa polos sambil memperhatikan dia kayak lagi lihat artis KPop.
Gue langsung berdiri. Gue bisa merasakan betapa canggungnya dia, dan semua orang cuma bengong memperhatikan Ailsa, seperti bertanya dalam hati, "Ni cewek ngapain sih ke sini?"
“Makasih, ya. Tapi Kakak harus balik lagi ke kafe,” katanya halus.
“Oh, Pops pernah kerja di kafe bareng Om Han. Itu kafe Kakak, ya?” tanya Chumpa. Anak ini memang nggak pernah kehilangan momen.
“Iya,” katanya, dan matanya, yang biru itu, langsung mencari tatapan gue. Dia pingin banget cepat pergi dari sini. Dia angkat tangan pelan, semua orang masih memperhatikan.
“Mau kasih apa, sih?” tanya gue, sambil lirik ke belakang dan lihat Hazerrie lagi mantau kami berdua. Eros manggil Chumpa buat balik makan, dan gue pun memutar badan.
“Gue, uh … gue lihat lo muntah lagi di gang pas gue buang sampah tadi pagi. Jadi gue mikir buat ninggalin ini di sini.”
“Apa itu?” tanya Hazerrie, dan gue merem sesaat.
“Ini shake protein. Pas lo latihan berat kayak gitu, bagus buat nyuplai nutrisi di antara jadwal makan. Jadi bisa lo minum setelah latihan juga,” katanya sebelum batuk kecil.
“Baik banget, sih, lo, Ailsa,” kata Mohan dari belakang gue. “Si Rabbit Boy kita ini lagi ngos-ngosan ngejar jadwal latihan.”
“Gue nggak papa. Ntar gue coba,” gumam gue.
Sebenarnya gue nggak pingin dia ada di sini. Apalagi mengingat bagimana perasaan Hazerrie ke dia. Dan perasaan kami semua soal nama belakang cewek itu. Keluarganya.
Gue sadar kalau sebenarnya gue gak benci Ailsa Batari segitunya.
Sial, sudah gak kehitung berapa kali gue mandi sambil mikirin dia, dan pagi ini pun sama saja. Jadi, ya, gue jaga jarak memang ada alasannya. Gue gak bakal melakukan apa-apa soal ketertarikan ini, tapi bukan berarti gue gak mau.
Tapi kalo si Hazerrie berani macam-macam sama dia, gue gak bakal tinggal diam. Dan jujur saja, gue lagi malas ribut sama dia sekarang.
"Berapa yang gue harus bayar ke lo?"
"Gue sebenarnya mau nawarin barter, sih." Dia angkat bahu, dan mata gue otomatis melirik ke arah dia, memperhatikan legging hitam sama sweater ketatnya. Badannya ramping, padat, dada kecil tapi kenceng, dan sumpah, mulut gue langsung berair cuma karena mikirin bagaimana rasanya mencicipi dia.
Ya Tuhan.
Tadi gue capek banget, tapi sekarang tiba-tiba berasa lapar, dan bukan lapar makanan. Lapar akan sesuatu yang gak bisa gue dapati. Ada batasan yang gak bisa gue lewati. Ada loyalitas yang harus gue pegang teguh. Orang-orang ini keluarga gue. Satu jiwa, satu jalan.
Karena dia itu seorang Batari. Anak bangsawan di Royale Blossom. Dan gue lagi bersiap naik ring buat adu tonjok sama si idiot Rahardian.
Gue sama Ailsa itu kayak dari dua dunia yang berbeda, dan memang harus tetap kayak begitu.
"Kayak yang gue bilang, gue gak butuh amal. Gue siap bayar, kok."
Gue lihat Hazerrie gerak di pojok mata, terus dia menggeser diri ke samping gue.
"Jangan songong, Nauru. dengarin dia. Apa sih tawarannya?"
Tatapan Ailsa melompat antara gue sama Hazerrie. Dia tarik bahu ke belakang, angkat dagu, dan tatap mata Hazerrie langsung.
Sepertinya dia sudah latihan buat menyiapkan semua ini. Dengan berani dia bilang, "Gue pingin ikut kelas bela diri. Kalian punya pelatih di gym ini yang bisa ngajarin gue?"