Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Doktet Ririn Menunjukkan Tanduknya
Pada komen kemaren minggu katanya harus up kan kerja libur. Hey, siapa yang bilang saya libur kerja hari minggu? Saya cuma libur sebulan sekali gengss sudah gajian aja liburnya, jadi mohon ya pengertiannya kalau saya upnya bolong-bolong 🙏
kalau mau saya up tiap hari bawain dulu sini seblak sama bakso dan kawan-kawannya ke rumah saya, hehe 😅
Happy Reading....
Hari ini tepat di hari kelima Dokter Radit di Bandung. Kinar merasakan kurang enak badan hari ini, tapi ia memaksakan diri untuk tetap ke rumah sakit.
Sesekali Kinar mengistirahatkan diri di bangku besi yang ada di koridor depan ruangan pasien, jika ia merasa tak kuat berjalan. Seperti saat ini, ia mendudukkan diri di bangku besi depan ruang vip satu. Suster Kinar sesekali mengelus perutnya yang terasa keram.
Setelah agak enakkan, Kinar kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju ruang vip tiga, memeriksa kebutuhan pasien. Namun, saat Kinar hendak bangkit dari tempat duduknya, ia hampir terjatuh, untung saja ada yang menahan lengannya, dan Kinar juga berpegangan pada sandaran kursi.
"Suster Kinar, hati-hati!" ucap Dokter Ririn membantu Kinar duduk kembali di kursi.
Kinar mengembuskan napasnya yang memburu karena kaget.
"Terima kasih, Dokter."
"Kamu tidak apa-apa kan, Suster?" tanya Suster Ririn duduk di samping Kinar.
Kinar menggeleng. Ia masih merasa shock, dan juga tubuhnya begitu lemas. Dia butuh menetralkan rasa shocknya dulu.
"Tapi kelihatan seperti tidak sehat loh! Wajah Suster Kinar juga tampak pucat," ucap Dokter Ririn tampak cemas.
"Gak apa-apa, Dok! Cuma sedikit pusing saja tadi," sahut Kinar mengukir senyum tipis.
"Ya sudah kalau begitu. Hati-hati, Suster! Kalau sakit mending izin saja," ucap Dokter Ririn lagi menatap Kinar yang tampak lesu.
Kinar hanya mengangguk. Setelah itu Dokter Ririn berlalu pergi meninggalkan Kinar.
Dokter Ririn menoleh kembali ke arah Kinar, kening Dokter perempuan itu mengerut memikirkan sesuatu.
"Suster Kinar hamil? Aku gak salah lihat, kan? Perutnya agak membuncit... atau dia memang agak gendutan?" gumam Dokter Ririn sambil berjalan menuju ruangannya.
...****...
Kinar memutuskan ke ruangan Dokter Leni setelah jam makan siang. Dia merasa lemas dan tak bertenaga hari ini. Kram di perutnya juga hilang timbul, membuat Kinar merasa khawatir dan cemas sendiri dengan kondisi kandungannya.
Ia mengetuk pintu ruangan Dokter Leni, dan masuk ke dalamnya begitu ada sahutan dari dokter kandungan itu. Sebelum menuju ke sini, ia sudah mengirim pesan whatsapp pada Dokter Leni.
"Mari berbaring, Suster Kinar! Biar saya periksa dulu," ucap Dokter Leni membantu Kinar berbaring di brankar.
Kinar menanti dengan cemas Dokter Leni memeriksa bagian perutnya dengan alat kedokterannya. Wajah Dokter Leni tampak begitu serius, tentu saja membuat Kinar merasa cemas.
"Bagaimana, Dok?" tanya Kinar setelah Dokter Leni melepaskan stetoskop dan selesai dengan alat USG nya.
"Kram di perut Suster Kinar diakibatkan karena Suster Kinar terlalu memforsir diri dan juga terlalu banyak pikiran juga mempengaruhi kondisi sang jabang bayi," jelas Dokter Leni serius.
Kinar bangkit dari posisi berbaringnya di brankar, mengikuti Dokter Leni yang telah duduk di kursi kerjanya. Kinar ikut duduk di kursi depan meja kerja sang dokter.
"Saya memang merasa lemas dan tak bertenaga hari ini, Dok? Apakah begutu bahaya?" tanya Kinar.
"Saya sarankan Suster Kinar ambil libur untuk beberapa hari ini, atau bila perlu bedrest dulu. Karena yang saya takutkan nanti jika Suster Kinar tetap ingin bekerja rawan akan terjadinya pendarahan di masa kehamilan yang masuk trimester kedua ini." Dokter Leni menjelaskan detailnya.
Kinar mengangguk mengerti. Ia akan memikirkan tentang ambil libur ini nanti, karena ia sudah mengambil banyak waktu libur di tahun ini, ia takutnya malah dibilang ngelunjak jika terus meminta libur.
Setelah selesai urusannya dengan Dokter Leni, Kinar memutuskan untuk beristirahat sejenak di mushola rumah sakit. Tempat itu begitu tenang, Kinar bisa tidur untuk sejam saja memulihkan kembali tenaga.
Kinar tidak tahu jika semua aktivitasnya hari itu, diamati oleh seorang perempuan bersneli putih. Mulai dari ia yang hampir jatuh, hingga ia terlelao di mushola rumah sakit, semuanya itu diamati oleh sosok perempuan itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Dokter Ririn--sang dokter anak-anak.
"Jika Suster Kinar hamil berarti dia sudah menikah, tapi kenapa dia menyembunyikan pernikahan dan kehamilannya?" Dokter Ririn terus membuat prasangka dan pertanyaan di benaknya.
Dia penasaran dengan Suster Kinar sejak hari pertama ia bertemu dengan suster itu. Termasuk juga ketika sang mantan calon suaminya--Dokter Radit memperhatikan suster itu. Dokter Ririn harus akui, meski Suster Kinar tak secantik dirinya, tapi aura menarik itu dimiliki oleh sang suster itu. Apalagi lesung pipi di kedua pipi Suster Kinar itu begitu manis jika ia menebar senyum. Jujur saja, Dokter Ririn harus memberi nilai 90 dari 100 untuk Suster muda itu.
...****...
Kinar terbangun ketika jam dinding di mushola menunjuk angka jam setengah dua siang. Ternyata ia sudah terlelap lebih dari sejam. Bersyukur, karena tidur sebentarnya itu membuat Kinar lebih merasa baikan. Kram di perutnya juga sudah tak ia rasakan lagi, setelah meminum vitaminnya juga tentunya. Benar apa kata Dokter Leni, sepertinya ia terlalu memforsir diri, sehingga kelelahan dan membuat si jabang bayi pun tak tenang di rahimnya.
Setelah membasuh muka, Kinar kembali melanjutkan tugasnya. Memeriksa kebutuhan pasien, stok obat dan keperluan lainnya. Saat ia hendak pulang di jam setengah 8 malam, Kinar kembali berpapasan dengan Dokter Ririn, entah kenapa hari ini rasa-rasanya Kinar terlalu sering bertemu dengan Dokter itu.
"Mau pulang, Sus?" tanya Dokter Leni berjalan beriringan dengan Kinar, menuju pintu keluar.
Kinar mengangguk singkat. Ia tak ingin terlalu akrab dengan Dokter Ririn, apalagi fakta jika sang dokter merupakan mantan calon istri suaminya. Rasanya begitu menjengkelkan bagi Kinar.
"Ehm, maaf ni Suster Kinar kalau saya lancang. Apakah Suster sudah menikah?" tanya Dokter Ririn dengan penasaran.
Kinar menoleh pada Dokter Ririn, menjawabnya dengan sebuah gelengan. Mereka terus berjalan hingga sampai di halaman teras rumah sakit.
"Tapi saya lihat Suster Kinar agak gemukan. Ah, maksud saya perut Suster agak membuncit," ucap Dokter Ririn sejujurnya dengan netra memicing.
Kinar menghentikan langkahnya, dan sang dokter cantik itu pun juga ikut menghentikan langkah. Kini, Kinar memfokuskan pandangannya pada sang dokter Ririn. Mereka berhadapan di bawah terangnya lampu teras rumah sakit.
"Maaf, Dokter Ririn! Sepertinya saya menikah atau belum dan apakah saya gendutan itu sebenarnya bukanlah urusan Anda, kan? Lalu kenapa Anda harus repot-repot sih mengurus hidup saya?" ucap Kinar datar, dengan netra menajam.
Dokter Ririn tampak terkejut dengan ucapan Kinar. Namun, raut terkejut di wajah sang dokter itu segera berubah dengan senyuman yang di mata Kinar itu tampak seperti senyum mengejek.
"Wah, saya kira Suster Kinar ini orangnya yang mudah pasrahan dan mudah ditindas? Ternyata... Suster Kinar tampak memukau juga ya dengan keberaniannya ini. Wow! Saya salut loh, dan tambah salut karena Suster Kinar bisa menyembunyikan kehamilan ini dari semua orang! Luar biasa!" ucap Dokter Ririn dengan senyum menyeringai pada Kinar yang terkejut.
"Saya akan lebih salut loh, kalau Suster Kinar bisa membuat Dokter Radit meresmikan pernikahan kalian!"
Bisikan Dokter Ririn di telinga kanan Kinar itu membuat Kinar termanggu di tempatnya. Sedang, Sang dokter itu sudah berlalu menuju parkiran dengan senyum licik di bibirnya.
Bersambung....
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!