NovelToon NovelToon
Jodoh Ku Sepupuku

Jodoh Ku Sepupuku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ann,,,,,,

Menikah dengan seseorang yang tumbuh bersama kita sejak kecil—yang rasanya sudah seperti saudara kandung sendiri—namun harus terpaksa menikah dengannya. Itulah yang kualami.

Namaku Alif Afnan Alfaris, seorang arsitek.
Sedangkan dia, Anna Maida, adalah adik sepupuku sendiri. Sepupu, kata ayahku, sudah sah untuk dinikahi—alasannya demi mendekatkan kembali hubungan darah keluarga. Namun sungguh, tak pernah sedikit pun terlintas di benakku untuk menikah dengannya.

Hubungan kami lebih mirip Tom and Jerry versi nyata. Setiap bertemu, pasti ribut—hal-hal kecil saja sebenarnya. Dia selalu menolak memanggilku Abang, tidak seperti sepupu-sepupu yang lain. Alasannya sederhana: usia kami hanya terpaut satu hari.

Anna adalah gadis cerdas yang menyukai hidup sederhana, meski ayahnya meninggalkan warisan yang cukup banyak untuknya. Ia keras kepala, setia, penyayang… dan menurutku, terlalu bodoh. Bayangkan saja, ia mau dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak ia kenal, di usia yang masih sanga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ann,,,,,,, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ada apa dengan mu Anna???

Anna… apa yang sebenarnya kamu sembunyikan?

Pertanyaan itu berulang kali muncul di kepalaku. Anna terlalu pandai menyembunyikan perasaannya—bahkan dari keluarganya sendiri, termasuk aku.

Bukan bermaksud ikut campur urusan sepupuku. Tapi aku sungguh khawatir. Sejak pamanku meninggal, Anna berubah menjadi sosok yang begitu tangguh. Terlalu tangguh, bahkan. Dia tak pernah mengeluh. Tak pernah meminta bantuan keluarga. Padahal dulu, ia masih mau bersandar pada kami.

Kamu nggak harus sekuat itu, Anna…

Bagaimana kalau sebenarnya dia sedang menghadapi masalah besar, tapi memilih memikulnya sendirian?

Pikiran itu membuat kepalaku terasa berdenyut.

Aku menoleh ke arah Ayyan. Bocah kecil itu sudah mulai mengantuk, matanya sayu. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku—pukul sepuluh malam.

Sudah selarut ini… Anna kamu ke mana?

Keinginan untuk menyusulnya semakin kuat. Tapi ke mana? Nomor ponselnya pun tak bisa dihubungi.

“Bian, Ayyan,” panggilku lembut. “Pergilah tidur, Nak. Besok kalian sekolah, kan? Biar Om saja yang nunggu Mama kalian.”

Mereka menurut. Aku menunggu sampai lampu kamar menyala dan pintu tertutup, memastikan mereka benar-benar beristirahat.

Aku kembali ke ruang tamu. Duduk di sofa, sendirian. Berkali-kali pandanganku mengarah ke pintu depan, berharap sewaktu-waktu terbuka dan menampakkan sosok yang sejak tadi kupikirkan.

Ada masalah, ya? Pasti ada sesuatu.

“Ya Allah, Anna… kamu kenapa? Kamu di mana?” bisikku lirih.

Pertanyaan itu terus berulang di benakku. Tapi tak ada siapa pun yang bisa menjawabnya.

Tubuhku sebenarnya sudah lelah. Aku ingin beristirahat. Tapi pikiranku tak pernah benar-benar tenang. Malam itu terasa panjang—dan firasat buruk perlahan menyelinap, tanpa bisa kuhentikan.Tepat pukul sebelas malam, sorot lampu mobil menyelinap masuk, menembus celah tirai jendela kaca besar rumah Anna. Cahaya itu membelah gelap ruang tamu.

Aku langsung berdiri.

Itu dia.

Langkah kakiku terdengar cepat saat berjalan menuju pintu utama. Dari balik kaca, kulihat sosok sepupuku berjalan perlahan. Sesekali ia mengangkat wajahnya, menatap langit malam, seolah sedang mencari sesuatu di sana—atau justru menghindarinya.

Dadaku mengencang.

Aku membuka pintu.

“Anna… kamu dari mana?”

Dia terhenti. Matanya menoleh ke arahku, jelas terkejut.

“Anna,” lanjutku, suaraku lebih rendah namun sarat kekhawatiran, “kok kamu baru pulang?”

“Alif…” ucap Anna pelan.

Hanya itu.

Tanpa menjelaskan apa pun, tanpa menatapku lebih lama, ia melewatiku begitu saja dan masuk ke dalam rumah. Langkahnya ringan, tapi terasa berat di mataku.

Aku terpaku di ambang pintu.

Sejak kapan kamu sejauh ini dariku, Anna?

Aku menutup pintu perlahan, lalu mengikutinya dari belakang. Sosoknya tampak rapuh—punggungnya sedikit membungkuk, bahunya turun, seolah sedang menahan beban yang terlalu besar untuk seorang diri.

Aku ingin memanggilnya lagi. Menahannya. Memaksanya bicara.

Tapi lidahku kelu.

Kalau aku dorong sekarang… apa kamu akan semakin menjauh?

Aku hanya bisa menatap punggungnya, sementara jarak di antara kami terasa semakin lebar, meski berada di rumah yang sama.

Anna duduk di sofa ruang tamu. Ia meletakkan tas selempang di atas meja, disusul kunci mobil yang berbunyi pelan saat menyentuh permukaan kayu. Aku mengambil tempat di sofa tunggal tepat di depannya.

Aku ingin bertanya lebih jauh. Banyak sekali pertanyaan yang menumpuk di kepalaku. Namun saat kulihat wajahnya, aku mengurungkan niat itu.

Dia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Aku menatapnya lekat-lekat. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Biasanya, Anna akan langsung cerewet—bertanya aku datang kapan, kenapa tidak memberi kabar, mengomel karena muncul tiba-tiba.

Tapi kali ini… tidak ada apa-apa.

Tak ada keheranan.

Tak ada pertanyaan.

Tak ada senyum kesal khasnya.

Dan saat itulah aku yakin.

Ada sesuatu yang dia sembunyikan.

1
Dew666
🍭🔥
Ann: terimakasih banyak 🙏🙏🙏
total 1 replies
DEWI MULYANI
cerita sebagus ini kok gak ada yg baca sih
semangat thor
Ann: terimakasih 🙏🙏🙏
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!