"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Nin, Kakak berangkat dulu ya."
"Buruan kak, tadi ngajak berangkat cepat. Eh ... giliran aku usah siap malah lelet." sindir Dino kakinya menendang kecil beberapa kali sambil menunggu Rara.
"Iya bentar De. Maaf Rara tinggal sekolah, kalau butuh apa-apa panggil aja Nina." Athur hanya menangguk.
Pandanganya masih memperhatikan kedua manusia yang sedikit berlari sampai tak terlihat lagi. Di rumah sederhana itu kini hanya ada Nina dan Athur. Nina sedikit canggung, bagaimanapun mereka masih belum saling kenal satu sama lain.
Nina baru saja selesai membereskan meja makan. Berjalan menuju kamar, namun di kejutkan dengan suara berat seseorang di luar. "Assalamualaikum,"
"Walaikumsalam," sahutnya dengan sedikit gugup berjalan ke arah pintu.
"Paman, ayo masuk."
Narto lelaki berkisaran empat puluh lima tahunan kini duduk di ruang tamu. Dia adalah adik laki-laki dari ibu Rara. Nina sedikit gugup, karena tidak biasanya Narto datang pagi ke rumahnya.
"Nin, Paman dengar Rara membawa pria ke rumah apa itu benar?" Nina menunduk belum menjawab, bingung mau mulai dari mana.
"I ...,"
"Semua salah paham."
Sebelum Nina menjawab Perkataannya sudah di potong terlebih dahulu. Athur kini sudah di samping mereka. Entah sejak kapan pria itu ada di sana.
"Apa kau laki-laki itu?" Athur menangguk lalu duduk berhadapan dengan Narto.
Kedua lelaki beda usia saling berhadapan sedangkan Nina berada di samping Narto. gadis itu memperhatikan tatapan Pamannya lalu beralih pada Athur. Suasana sedikit mulai tegang, Nina hanya diam menjadi pendengar. Jika di tanya dia baru akan menjawab, dia merasa sedang di introgasi oleh Pamannya.
Lama mereka berbincang samapai akhirnya Narto faham dengan semua penjelasan Nina juga Athur. Entah harus sedih atau bahagia mengetahui keponakannya menikah muda. Akan tetapi dari pembicaraannya, Narto bisa menyimpulkan jika Athur
pria yang bertanggung jawab.
"Ya sudah, Paman pulang dulu."
"Iya paman hati-hati." Nina meraih tangan Narto lalu menciumnya. Narto pun mengusap lembut pucuk kepala Nina sambil terseyum.
"Nak Athur Paman percaya kamu orang baik. Tolong jaga putri paman. Jika kamu kelak masih tidak menginginkan pernikahan ini kembalikan putri paman dengan baik-baik."
"Baik Paman. Athur juga minta maaf atas kejadian yang tidak di inginkan ini. Sekali lagi maaf." Athur sedikit membungkukan badannya meminta maaf.
"Semua sudah terjadi mungkin menang ini jalan kalian. Terima atau tidak kenyataannya kalian sudah sah menjadi suami istri."
Athur memejamkan mata mendengar kata suami istri. Tak pernah terbayangkan bagaimana perasaan orang tuanya jika mengetahui anak lelakinya sudah menjadi kepala keluarga. Disamping itu juga, tanggung jawab yang di pikulnya sudah tidak sama seperti remaja lagi.
*
Bel istirahat berbunyi, remaja berambut panjang di kucir kudu dan yang satu di biarkan tergerai mereka berjalan ke arah kantin. Gadis itu Rara dan satunya sahabat sebangkunya Aurora. Biasa di juluki dua Rara, ya karena panggilan mereka Ra temen-temannya menjuluki Dua Rara.
Tak jauh di belakang mereka ada 4 remaja tak kalah dari perhatian siswa siswi di sekolahnya. Mereka adalah siswa terpopuler, karena ketampanannya. salah satu di antara mereka berjalan dengan tebar pesona.
"Jalan pake mata nggak sih lo."
"Sorry, he he he,"
"Mana dia pake mata Al, orang dari tadi caper mulu."
"Ah, elah lo Jun. Bilang aja sirik." ujar Niko memutar bola matanya malas.
"Hah, gue sirik sama lo." tunjuk Juna tidak setuju.
"Muka gue itu lebih tampan dari lo. Muka pas-pasan aja sok sokan." timpal Juna tak mau kalah dengan mata melotot.
"Ribut mulu kalian, brisik." sentak Arjun lalu berjalan cepat bersama Alden meninggalkan keduanya. Mereka berdua memang suka sekali Adu mulut. Hampir setiap jam jika bersama, tapi jika tidak ada salah satu di antara mereka hari-hari terasa sepi.
"Hai tunggu," Juna dan Niko berlari mengejar Alden dan Arjun yang sudah berjalan cukup jauh.
Di kantin Alden menemukan gadis yang di carinya dari tadi. Ternyata remaja itu sedang duduk bersama temannya. Berjalan mendekat kearah mereka, di susul oleh temannya di belakangnya.
"Hai cantik melamun apa sih?"
Rara terkejut, pasalnya Alden dengan tiba-tiba duduk di sampingnya sambil menyenggol bahunya. Aurora yang sedang asyik menikmati makanan juga tak kalah terkejut. Tidak tahu dari mana asalnya sudah ada dua manusia duduk di sampingnya. Salah satunya mengambil gorengan miliknya.
"Plak. Enak aja main comot makanan orang."
..."Dih pelit amat lu. Tu masih banyak juga, satu aja," kali ini berhasil sebelum di ambil Aurora. Gorengannya sudah masuk dalam mulut Niko....
..."Hai ...," Aurora tak terima dia memukul Niko beberapa kali....
"Plak! Plak! Plak!"
"Duh, galak banget lo jadi cewe. Pantes aja lo masih jomblo yang deketin lo pasti kabur duluan." ledek Niko asal sambil menangkis pukulan Aurora.
"Sialan mulut lo, gue robek juga." kesel Aurora.
"Ra," Panggil lembut Rara pada temannya.
"Iya cantik kenapa?" sahut Juna menggoda Rara.
"Hei mulut lo gue robek juga." kesal Alden.
"Hiiih, kalian ngapain sih di sini. Ganggu kita aja. Ayo Ra kita pindah, ada manusia tak di undang solanya ngeri gua di sini." celetuk Aurora kesel yang sudah tidak mood untuk makan.
Aurora bangkit dan menarik Rara pergi meninggalkan empat sekawan yang sangat menyebalkan menurutnya. "Ra tunggu, gimana ajakan gue besok?" tanya Alden yang melihat gadis itu sudah melangkah sedikit menjauh.
"Maaf Al, aku nggak bisa."
"Sama gue aja Al," sahut gadis di sebrangnya tiba-tiba.
Alden menoleh kearah sumber suara. Ternyata dia adalah Angel gadis yang tak kalah popular di sekolah itu karena kecantik juga tubuhnya yang bagus. Angel duduk di samping Alden, langsung memeluk tanganya manja.
"Ngapain lo, gue udah bilang jangan ganggu gue." ujar Alden berusaha menyingkirkan tangan Angel.
Ketiga temannya hanya diam, mereka tahu hubungan keduanya. Tidak ingin ikut campur, hanya fokus makan sampai bel berbuyi tanda masuk kelas. Suasana kantin yang ramai kini sudah sepi, siswa siswi berlari ke kelas masing masing.
*
"Apa ada kabar tentang Athur?"
"Belum."
"Bug! Prang!" suara pukulan keras dan bunyi pecahan botol yang di lepar kesembarang arah.
"Cari sampai dapat!"
"Kita juga udah cari. Lo coba cari juga jangan hanya nyuruh." kesal karena merasa dia merasa tidak di hargai.
"Apa lo bilang barusan." Lelaki itu menatap tajam kearahnya.
"Udahlah ngapain kalian berantem. Ngak ada gunanya." lerai salah satunya.
Mereka baru tersadar dengan ucapannya. Bertengkar justru hanya menyita waktu saja. Bukan malah cepat menemukan tujuannya mereka justru membuang waktu yang tidak jelas.
Tidak mungkin tidak ada sebab lelaki itu sampai berani melukai Athur. Pasti ada sesuatu di atara keduanya yang membuat hubungan mereka seperti musuh. Dendam seperti apa yang di simpan sampai tega ingin mencelakai Athur.
*
Berbeda lagi dengan suasana di kampung tempat Athur kini berada. Lelaki itu merasa jenuh, hanya berdiam di rumah. Hari yang sudah menunjukan waktu malam pukul delapan. Dia masih belum melihat Rara berada dirumahnya.
"Kakakmu kemana?" Dino yang merasa di sana sendiri menengok kekanan kekiri tidak ada orang.
"Abang tanya aku?" tunjuknya pada diri sendiri.
"Iya siapa lagi"
"Ya kali aja lagi tanya sama yang tak kasap mata." jawabnya buat Athur melotot tajam kesal. Bisa-bisanya adik iparnya itu malah bercanda.
Menghela nafas, "Kakakmu kemana?"
"Kakak siapa Bang? Gue punya dua!" sahutnya pelan namun penuh penekanan.
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭