NovelToon NovelToon
Penguasa Subuh

Penguasa Subuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Mengubah sejarah / Persahabatan
Popularitas:764
Nilai: 5
Nama Author: godok

Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.

Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.

Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Desa Rusa (2)

"Cepat orang hutan!" teriak Basa pada Waran yang berjalan lemas di belakangnya.

Sesuai arahan dari Kakek Ahal kemarin, Basa membawa Warta keliling desa sekaligus berjemur untuk memulihkan diri.

Warta menatap Basa datar, jalannya sengaja ia pelankan. "Desa ini terkena sinar matahari yang melimpah, sayang kalau disia-siakan."

Basa berdecak, ia memutuskan mengalah dan berjalan mengikuti ritme langkah Warta.

"Desamu ini, pasti sangat disayang oleh Sang Pengusa Subuh. Bersyukur sekali, mendapat sinar matari dengan cukup baik."

"Penguasa subuh? Siapa itu? Lagi pula, memang kau tidak pernah merasakan sinar matahari?"

"Pohon-pohon yang mengelilingi desaku sangat tinggi, jadinya sinar matahari tidak masuk dengan bagus. Biasanya, para warga menghabiskan waktu pagi sampai siang hari dekat bukit belakang desa agar bisa terkena matahari."

"Ehh~ kalau memang mengganggu kenapa tidak ditebang saja?" dengan mudahnya, Basa berjalan mundur menghadap Warta. Tanpa takut tertabrak ataupun tergelincir.

"Terlalu besar, bahaya kalau sampai jatuh ke pemukiman. Lagi pula, dengan begitu para warga bisa saling berinteraksi. Kami bahkan membuat gubuk besar, kita sebut sebagai Gubuk Serba Guna, GSG. Untuk tempat berkumpul. Mungkin karena itu penguasa subuh menumbuhkan pohon yang sangat tinggi, agar kita tetap bisa berkomunikasi ketika berjemur pagi."

Basa kembali membenarkan arah langkahnya, sesekali menendang kerikil yang dianggap mengganggu. "Bukannya menyebalkan."

"Apa?"

"Bertemu semua orang setiap hari. Semua rahasiamu akan terbongkar dan dibeberkan dengan mudah."

Anak kecil itu sedikit menaikan nada bicaranya, pipi menggembung dan dahi mengkerut. Menandakan dirinya tidak merasa nyaman. Melihat raut wajah Basa, denga. jahil Warta menjitak pelan kepala belakang Basa.

"Dengar ya bocil, ngomongin orang itu nggak baik. Gibah itu nggak boleh."

Basa memegang kepala belakangnya dengaan kedua tangan, langkahnya terhenti menatap Warta tajam.

"Tapi itu yang mereka lakuin. Kalau di tegur jawabnya, 'bukan gibah kok, kan fakta."

"Ya... Bener juga sih." Warta ikut menghentikan langkahnnya.

"Kan! Kau juga." Dengan tidak sopannya, lagi-lagi telunjuk mungil itu menunjuk tepat ke arah wajah Warta.

"Tapi, kamu tau bedanya gibah sama fitnah?"

"Tau, lah!" Basa menyilangkan kedua tangan di atas perut dengan bahu terangkat tegap. "Fitnah mah nuduh yang bohong, kalau gibah itu ngomongin orang."

Warta tersenyum lebar, ia menjentikan jari kanannya dengan kencang. "Nah, itu. Yang dilarang kan ngomongin orangnya, bukan masalah bener atau nggak. Lagi pula, itu perbuatan yang dilarang penguasa subuh. Orang-orang di desaku pasti akan berpikir dua kali, kita hanya mau terlihat baik di depan penguasa subuh."

"Penguasa subuh itu siapa?"

Warta kembali memamerkan senyum lebar yang membuat wajahnya terlihat menjadi lebih ramah, ia menatap langit kemudian berkata, "Yang membuatku bisa tersenyum."

Basa menatap Warta penuh tanya, memilih abai. Anak laki-laki itu kembali lanjut berjalan mengajak Warta keliling desa.

Sedang asik mengitari desa dan sesekali menjahili Basa, Waran bertemu dengan gerombolan anak laki-laki yang sedang bermain bola. Banyak anak yang melompat sampau berputar di udara demi bisa menendang bola kecil berwarna cokelat.

"Wahhh, keren. Kalian bermain bola kaki seperti bola tangan!" Dengan mata berbinar penuh kagum, Waran berlari ke arah kerumunan anak-anak itu.

"Oi, tunggu!" Basa menggeleng kepala. Kenapa dirinya jadi seperti mengasuh anak kecil, pikirnya. Ia pun berlari menyusul Waran yang kini sudah menjadi pusat perhatian.

"Basa, siapa orang aneh ini?" tanya seorang anak yang gigi seri atasnya membentuk seperti gawang bola sepak.

"Oh, dia. Si anak hutan- Aw!"

Warta menarik kedua telinga Basa dengan kencang hingga membuat anak itu teriak.

"Anak nakal! Dengar, ya. Namaku Warta, apa aku perlu mengucapkannya sebanyak seratuh kali, hah?!"

"Aw, sakit! Sakit. Lepas dasar orang hutan!"

"Kakak orang hutan, mau maon dengan kami?" ajak seorang anak berambut mangkuk. Mata anak itu penuh binar penuh kagum menatap Warta.

Seketika Warta melepaskan Basa, membuat anak itu limbung hingga terjatuh. "Wah, boleh!"

Dan di sini lah, Warta berapa di pinggi lapangan tempat anak-anak Desa Rusa bermain. Di hadapannya, terdapat tiang setinggi 7 meter dengan tali menggantung 3 meter di atas permukaan tanah. Di ujung tali, terdapat bola coklat dari rotan yang tadi dijadikan alat bermain.

"I-ini, harus aku apakan?" bingung Warta.

Basa tersenyum remeh, "Gampang saja," anak itu mundur beberapa langkah, melakukan lompat-lompatan kecil sebelum akhirnya berlari dan melompat menuju bola rotan. Dengan mudah memutar badan hingga posisi kepala ada di bawah, kakinya ia buka lebar mencapai bola rotan dan menendangnya dengan kencang.

Semua orang bertepuk tangan dan bersorak dengan kencang memuji. Termasuk Warta yang terkagum melihat pemandangan tepat di depan matanya.

"Hebat cil! Aku kira kau hanya bisa menghina orang- eh?" Basa yang berada di udara mulai turun dengan cepat, tepat, ke arah Warta. "EH?!!"

"Awas bodoh!!" Teriak Basa yang juga panik karena Warta berdiri tepat di depannya. Tempat ia seharusnya mendarat.

Brug!

"Aw! bocah nakal." kesal Warta.

"Dasar orang hutan, kenapa tidak tau tempat berdiri!" Basa mengubah posisinya, ia duduk di atas Warta. Kedua tangannya menarik kerah baju Warta dengan kencang. Tidak mau kalah, Warta kembali menarik kedua telinga Basa.

Semua anak mengelilingi keduanya dan bersorak dengan riang. Ada yang mendukung, ada yang memasang uang menjadikan mereka bahan taruhan. Di tengah ricuhnya kejadian itu, kakek Ahal datang menenangkan suasana.

"Nak Warta, bisa ikut dengan saya. Ini tentang tas yang kamu bawa."

Warta segera berdiri membuat Basa yang sedang duduk di atas dirinya jatuh terguling.

"Ikut, kami mau ikut!" desak anak-anak. Anak kecil memang cenderung banyak ingin tau dan diselimuti rasa penasaran yang tinggi.

"Tunggu sini aja, Kakek mau ketemi sama putri Tilani," jawab Kakek Ahal. Ia menenangkan anak-anak itu dengan memberi tau bahwa pondok pusat sedang membuat es kelapa muda, membuat semua anak kecuali Basa segera berlari ke arah pondok utama.

Basa, ia masih duduk di tempatnya terjatuh. Memandang lurus ke arah Kakek Ahal yang tersenyum.

"Aku ikut." Ucapnya sedikit memaksa. Sedikit mengambil atensi Warta karena bocil nakal itu agak berbeda dari biasanya.

Kakek Ahal berjalan ke arah Basa dan berjongkok menyamakan posisi. Kedua tangan keriputnya menggenggam bahu Basa dengan lembut. "Anak kecil sebaiknya ikut bermain denga. yang lain. Es kelapa untuk semua anak, ada banyak pula." Setelah memberi dua tepukan ringan, Kakek Ahal mengajak Warta menuju tempat putri Tilani.

Warta berjalan di belakang Kakek Ahal. Sesekali menanggapi perkataan Kakek, walau langkahnya terasa berat. Entah mengapa, pandangannya tidak mau lepas dan terus kembali menoleh kebelang. Melihat Basa duduk di atas tanah dengan kepala tertunduk.

---

Sebuah ruangan mewah drngan wewangian khas pohon gaharu menyeruak penciuman Warta. Sebuah tirai bambu dengan motif dedaunan hijau menghiasi. Perlahan, tirai itu terbuka. Seorang wanita cantik dengan rambut hitam mengkilat yang tergerai anggun, kulit putih pucat dengan wajah penuh rona merah muda menambah kecantikannya. Tidak salah kalau ia adalah seorang Tuan Putri.

"Putri Tilani, ini adalah Warna. Anak yang pingsan karena tertabrak rusa kemarin." Ucap Kakek Ahal setelah tirai terbuka sempurna. Kakek dan Warta duduk bersimpuh di seberang hadapan Putri Tilani.

Kakek tersenyum lebar melihat putri Tilani. Sedangkan Warta, matanya membulat sempurna, celah bibir tebuka dan juga deru napas memberat disebabkan pompaan jantung yang bekerja lebih keras. Ia berusaha untuk menormalkan diri, bahkan menelan ludah demi membasahkan tenggorokan saja rasanya sangat berat.

"Putri Tilani..."

1
Anonymouse
/Left Bah!/
Harman Dansyah
semangat update nya kak
Harman Dansyah
apakah emang ada mangan lain dalam tulisan itu kak
Harman Dansyah
ada yang typo kak seperti ia menarik panas kak
Harman Dansyah
kalau novel ku ada maksudkan atau saran boleh di komentar kak
Harman Dansyah
juga terimakasih like nya kak
Harman Dansyah: kalau bisa kasih bintang 5 nya juga yah Kak kalau ada tambah di cerita ku komentar aja aku juga kalau ada typo atau apa cerita kak aku komentar juga kak
total 2 replies
Harman Dansyah
semangat updet nya kak aku like dulu soal mau istirahat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!