CERITA INI MENGANDUNG 21++. DISARANKAN BIJAK MEMILIH BACAAN!
DISARANKAN JUGA UNTUK TIDAK AMBIL SERIUS CERITA INI. TUJUAN AUTHOR UNTUK MENGHIBUR NGANA SEMUANYA.
Miya Andara, seorang perempuan berkaca mata, berpenampilan sederhana yang bekerja di sebuah perusahaan property terbesar di Jakarta, tidak menyangka akan terjebak di dalam sebuah pernikahan dengan seorang lelaki yang ia temukan dalam kondisi mabuk pada suatu malam.
Bagas Gumilang, seorang CEO perusahaan property besar itu tidak bisa menolak permintaan ayah dan ibunya untuk menikahi Dara saat mereka kedapatan di dalam kamar yang sama.
Bagas yang sudah memiliki kekasih mau tidak mau harus menikahi Dara atas desakan kedua orangtuanya yang terlanjur salah paham.
Akankah keduanya bertahan dalam hubungan tanpa cinta yang akhirnya mengikat mereka dalam pernikahan dadakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perintah Menginap!
Masih berada di dalam kafe dengan kedua Tarzan, Bagas menerima sebuah telepon dari Dara. Ia segera mengangkat telepon pemilik Nyai ting ting itu dengan suara kesal.
"Ngapain lo telepon gue? Udah berasa bos lo ninggalin gue sendiri di apartement?" semprot Bagas membuat kedua Tarzan jadi geleng-geleng kepala. Padahal tadi Bagas sudah berjanji akan menjadi suami idaman, tapi melihat Bagas seperti itu kedua Tarzan jadi sanksi.
"Kan gue udah bilang, Don, lebih enak bilangin monyet daripada Bagas." bisik Kevin.
"Lebih enak ngajarin Jordi ngomong jorok daripada ngajarin Bagas jadi lelaki baik." timpal Doni, ia merasa sabdanya yang tadi panjang lebar jadi sia-sia.
"Gue balik ya, Nyokap gue tadi yang nelpon pake hpnya Dara. Mana udah gue semprot tadi." keluh Bagas yang jadi membuat kedua Tarzan tertawa lepas.
"Mampus lo!" ujar keduanya kompak.
"Sialan lo berdua!" Bagas menendang kursi lalu meninggalkan kedua Tarzan yang masih terkikik geli.
"Gue juga cabut deh." kata Doni sambil memainkan ponsel.
"Mau kemana Don? gue males balik kantor, temenin gue napa!" sergah Kevin.
"Gak bisa gue, mau menjelajahi hutan belantara. Si Dino udah gak tahan pengen nembak." balas Doni sambil menunjuk benda pamungkasnya.
"Sialan, gue sendirian dong ini!"
"Ya lo carilah monyet buat nemenin lo." sahut Doni yang segera dibalas lemparan buku menu oleh Kevin.
Tinggal lah Kevin sendirian di sana. Ia jadi menopang dagu. Ia baru saja putus dengan kekasihnya, nampaknya Kevin akan menjelajahi hutan belantara milik gadis club malam lagi malam ini.
"Cep, sabar ya, gue cariin lo goa beserta hutan belantaranya malam ini." Kevin menepuk-nepuk, menyabarkan pusakanya yang ia beri nama Cecep.
...****************...
Bagas tiba di rumah kedua orangtuanya setelah magrib. Ia melihat Dara sudah rapi dengan daster rumahan milik mama berwarna cerah. Rambutnya dicepol sembarangan, menunjukkan leher jenjang yang ingin sekali Bagas gigit saat itu juga.
"Kenapa baru pulang sih?" tanya Dara sewot.
"Lo juga kenapa pergi gak ngajak gue tadi?!" Bagas balik sewot.
Dara mendekat ke arah Bagas lalu mencubit pipi Bagas dengan kedua tangannya lalu menggerakkannya ke kiri dan ke kanan.
"Ini kan rumah kamu juga, ngapain mesti ajak-ajak. Kamu kan bisa ke sini kapan aja! ini mesti ditelepon dulu." ujar Dara gemas lalu melepas jarinya dari pipi Bagas. Bagas jadi salah tingkah diperlakukan begitu.
"Ra, kan gue udah bilang jangn sentuh gue." ujar Bagas lirih.
"Emangnya kenapa sih? dipegang gitu aja gak boleh, kecuali aku pegang yang lain boleh kamu marah." balas Dara sambil berkerut kening.
Bagas menatap Dara yang masih mengomel itu lalu menarik satu tangannya dan meletakkannya di atas Jeki yang telah berdiri tegak.
"Aaaaaaaah! sialan!" Dara memekik kesal lalu menarik paksa tangannya dari sana.
"Lo tau kan sekarang kenapa gue larang lo sentuh gue?" Bagas berlalu meninggalkan Dara yang sudah memerah karena malu. Nyai di bawah sudah berdenyut membuat Dara jadi tidak karuan lagi.
Ia memutuskan segera turun ke bawah, dimana mertuanya sedang menyiapkan makan malam bersama para pelayan.
"Ma, Dara bantu ya." Dara segera menghampiri mertuanya lalu membantu membawa berbagai jenis lauk pauk itu ke atas meja makan.
"Sweety, Bagas sudah mandi?" tanya mama mertua.
"Udah Ma, bentar lagi turun."
Mama mengangguk lalu tersenyum. Diam-diam, Dara mengagumi mertuanya yang masih nampak segar dan muda itu. Kulit dan tubuhnya sangat terawat, rambutnya sebahu berwarna hitam legam. Penampilannya selalu anggun dan tutur katanya sangat lembut. Berbeda sekali dengan Bagas yang bicara seenak perutnya.
"Nah, itu Papa sama Bagas." Mama tersenyum sumringah menyambut kedatangan suami juga anaknya yang telah tampan dalam setelan santai.
Bagas mengambil tempat di samping Dara. Ia tampak segar setelah mandi dengan rambut gondrong yang telah diikat rapi.
"Malam ini kalian menginap ya." ujar papa setelah suapan pertama masuk ke dalam mulutnya.
"Gak usah lah Pa, kita balik aja." tolak Bagas segera.
"Gak bisa, Nginap aja dulu Gas. Lagian kalian kan jarang-jarang bisa ke sini." sahut Papa lagi.
Karena malas berdebat akhirnya Bagas mengalah. Ia segera menghabiskan makanannya. Bagas hanya makan sedikit karena tadi di kafe ia juga sudah makan.
Malam harinya, Dara dan Bagas sudah berada di dalam kamar. Bagas sengaja menyembunyikan bantal guling tadi. Dara jadi kebingungan sendiri.
"Mas Bagas, mana gulingnya? diumpetin ini pasti?!" Dara berdecak.
"Udah, tidur aja sana. Ini tempat tidur kan gede, takut banget lo!" balas Bagas.
"Ck! awas kalo kamu macem-macem!"
Dara segera mengambil posisi berbaring membelakangi Bagas.
Semacem doang gue malem ini. Batin Bagas penuh kemenangan.
Ia menunggu Dara tertidur pulas dengan berpura-pura tidur juga. Bagas berbalik badan. Punggung putih mulus itu sedikit terlihat karena daster dengan belahan dada rendah itu.
"Ra.." panggil Bagas sambil menendang pelan kaki Dara. Tidak ada sahutan. Ia tersenyum senang.
Bagas segera mendekati Dara, lalu mulai memeluknya dari belakang. Awalnya tidak ada penolakan. Tapi setelah itu, terasa Dara menggeliat lalu tersentak hebat saat Bagas telah memeluknya erat dari belakang.
"Mas Bagas, ngapain sih? lepas gak!" ujar Dara sambil berusaha melepaskan pelukan Bagas yang semakin mengencang. "Mas, tadi aku udah bilang jangan macem-macem!" Dara berusaha melepaskan diri.
"Lo gak lihat gue semacem doang ini. Jangan gerak Ra, lo bisa bikin Jeki tambah bangun. Gue bisa lakuin lebih dari ini kalo lo bantah!" ancam Bagas akhirnya.
Dara menghela nafas kesal dan akhirnya hanya bisa membiarkan Bagas memeluknya sepanjang malam. Hanya pelukan saja, kemudian keduanya tertidur pulas hingga pagi menjelang.
Dara membuka mata, menatap tangan yang masih melingkar di perutnya. Ada rasa nyaman saat ia berada di pelukan suami gondrong itu.
Dara tersenyum kecil. Ia rasa tidak seharusnya ia menjaga jarak terlalu jauh dengan Bagas. Tapi setiap ingat Bagas yang playboy itu ia jadi keki lagi. Lagipula, siapa yang bisa menjamin Bagas akan setia dengan pernikahan yang awalnya sama-sama tidak mereka kehendaki itu?
"Lo udah bangun?" bisik Bagas tepat di belakang tengkuk Dara. Hangat nafasnya menggelitik Dara.
"Udah, aku mau mandi Mas. Kamu gak ingat kita harus ke Bandung hari ini?" tanya Dara pada Bagas yang belum mau melepas dirinya.
"Ah iya Bandung. Asyik! ini hari yang gue tunggu-tunggu." Bagas tersenyum sumringah lalu melepaskan pelukannya dan berlari ke kamar mandi.
"Jek! lo bakal ketemu Nyai!" Seru Bagas sambil bersiul-siul di bawah pancaran air shower.
"Kenapa sih dia?"
Dara masih saja kebingungan dengan kebegoan juga tingkat ketidakpekaan yang sudah sampai di puncak paling tinggi.
Mana yg aku inget cuman nama peran laki lakinya aja pokoknya namanya Bagas, trus istrinya sekretaris dia.
Yahh pokoknyaa senenggg bgtttt akhirnya ketemu sama novel ini, udah pengen baca ulang dari tahun kemarin tapi ga ketemu mulu.