Setelah kesalahan yang dilakukan akibat jebakan orang lain, Humaira harus menanggung tahun-tahun penuh penderitaan. Hingga delapan tahun pun terlewati, dan ia kembali dipertemukan sosok pria yang dicintainya.
Pria itu, Farel Erganick. Menikahi sahabatnya sendiri karena berpikir itu adalah kesalahan diperbuat olehnya saat mabuk, namun bertemu wanita yang dicintainya membuat Farel tau kebenaran dibalik kesalahan satu malam delapan tahun lalu.
Indira, sang pelaku perkara mencoba berbagai cara untuk mendapat kembali miliknya. Dan rela melakukan apapun, termasuk berada di antara Farel dan Humaira.
Sebenarnya siapa penjahatnya?
Aku, Kamu, atau Dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Sengit
Mata Humaira membola merasakan sodoran pistol telat di dahinya.Secara perlahan Humaira membalikkan tubuhnya agar menghadap pria itu, ingin mundur tapi tubuhnya menubruk meja.
"Jangan pernah muncul di hadapan Farel dan Indira. Jangan ganggu mereka, kalau tidak aku akan benar-benar menembuskan peluru pistol ini melewati otakmu," ancam pria itu.
Tubuhnya kekah dengan tinggi lebih dari satu kepala Humaira, terlihat bugar namun kelihatan sudah kepala empat. Sebenarnya siapa pria ini?
Apa dia orang yang diperintahkan nenek peyot itu? Batin Humaira bertanya-tanya.
"Sa-saya...." Seluruh tubuh Humaira gemetaran dilandasi ketakutan.
"Oh, atau ancaman ini belum cukup menahanmu. Bagaimana kalau pistol ini aku arahkan pada kedua orangtuamu? Muharram dan Sakinah, benarkan itu nama orang tuamu?" papar pria itu tertawa kejam.
"Ti-tidak. Jangan sentuh orang tuaku." Pelan-pelan Humaira menegakkan badan. Berbeda dengan perkataan Oma Rena yang bisa dijadikan lelucon, kali ini lebih serius yaitu nyawa orang tuanya.
"Apa mau Anda?" hardik Humaira memberanikan diri hingga matanya menajam. Jika ini tentang orang tuanya, maka Humaira akan maju.
"Mauku sudah aku sebutkan di awal aku mendatangimu," balas pria itu.
"Baiklah. Aku tidak akan pernah muncul di hadapan Farel dan Indira secara sengaja, dan kehidupan mereka tidak akan lagi menjadi bagian dari hidupku," tegas Humaira.
"Bagaimana aku bisa memegang kata-katamu?" tanya pria itu.
"Anda boleh mengawasiku, aku tidak akan berkeliling disekitaran Farel dan Indira. Tapi aku punya satu syarat," tutur Humaira memegang pistol itu dan menutup lubangnya menggunakan jempol.
Tentu saja aksinya mengejutkan pria itu, tapi seperkian detik seringan muncul. "Posisimu sulit untuk mengajukan syarat. Aku yang bertindak sebagai atasan."
"Maka aku bawahan yang memerlukan gaji. Aku cuma mau Anda juga berusaha agar Farel dan Indira tidak menemuiku," pinta Humaira.
"Keadaanku sekarang adalah pekerja dari perempuan yang dicintai Edgar, sahabat dari Farel. Menurut Anda berapa persen kami tidak akan bertemu? Aku tidak ingin berusaha seorang diri, aku juga korban di sini."
"Heh, kamu pikir aku peduli? Pikirkan cara itu sendiri. Kalau tidak, orang tuamu dan adikmu juga yang bakal celaka." Pria itu menarik pistol dari pegangan Humaira, lalu menembakkannya di samping telinga wanita itu.
Prang!
Peluru itu mengenai rak kaca berisi jajaran kue.
Humaira syok sampai terduduk. Napas yang tadinya tertahan kini terengah dengan dada kampas-kempis, Humaira sampai lupa cara menelan ludah.
"Ingat itu." Pria itu membalikkan badan dan pergi dari toko, meninggalkan kawasan menggunakan mobil.
Dan Humaira yang ketakutan sendirian.
Maka dari itu selama bertahun-tahun Humaira menjaga jarak sekitar kantor, rumah dan tempat yang biasa dikunjungi orang kaya seperti Farel.
Humaira bergegas turun ke lantai satu dan menuju ke pintu utama. Dua pintu itu ditarik Humaira dan netra langsung kaget saat melihat pemandangan di depannya.
Farel membuka gerbang dan langsung diterjang om Alex dengan pukulan hingga terjatuh.
"Farel!" Humaira berlari ke arah suaminya.
Farel bangkit dan membalas pukulan itu, namun om Alex menghindar dan melayangkan pukulan lainnya. Terjadilah perkelahian sengit diantara mereka.
Sampai di depan mereka, Humaira panik karena tidak tau cara membantu Farel.
Pandangannya menangkap keran yang di dekat tembok gerbang. Humaira berlari ke sana, memasang selang di keran dan menghidupkannya. Air keluar deras, dan Humaira menjepit ujung selang lalu mengarahkannya pada om Alex.
Om Alex terperanjat dan menjadi kurang bisa melihat, lantaran semprotannya berfokus pada kepalanya.
Farel mengambil kesempatan memukul dan menendang hingga om Alex terpental ke belakang.
Om Alex batuk dan tidak bisa bernapas dengan benar karena airnya.
Timbullah perasaan kemanusiaan dalam diri Humaira, alhasil ia mematikan keran tapi tidak beranjak tempat. Takut-takut pria tua bangka itu berulah.
"Kalian," geram tertahan om Alex saat mencoba bangkit. Om Alex meraba pinggangnya, naas tidak ditemukan yang dicarinya.
"Apa ini?" Farel menodongkan pistol kepada om Alex. Dirinya yang mengenal papanya Indira sadari kecil, sudah tau watak pria tua itu yang selalu membawa pistol kemana-mana.
Dorr!
Farel menembakkan satu peluru di bahu kanan om Alex.
Humaira tersentak sampai menutup mulut. "استعفر اللہ العظیم!"
Dan tembakan ke bahu satunya lagi.
Lalu tembakan selanjutnya di paha kiri hingga membuat om Alex bersimpuh. Tidak berlangsung lama Farel kembali menarik pelatuk mengenai paha satunya lagi.
Humaira memandang Farel. Ia dapat merasakan kemarahan dari setiap peluru yang ditembakkan dari suaminya.
"Dan terakhir...." Humaira mengarahkan pistol itu ke kepala om Alex.
Napas om Alex sudah tersengal-sengal. Darah pun mengalir deras dari lubang hasil tembakan.
"Farel, cukup!" Humaira berlari ke arah Farel dan menggunakan telapak tangannya untuk menutup lubang peluru yang ingin diluncurkan Farel.
"Istiqfar, Farel. Kamu bisa membunuhnya." Humaira melingkari punggung Farel, mendekapnya berniat meredakan amarah yang tercetak jelas di wajah Farel. "Aku nggak mau kamu masuk penjara."
Entah apa yang menyebabkan Farel semarah ini, apa karena Farel tau tentang ancaman untuk dirinya delapan tahun lalu?
Perlahan Humaira merasakan tangan Farel menjalar naik membalas pelukannya. Suaminya meletakkan dagu di bahunya.
"استعفر اللہ، استعفر اللہ العظیم،" ucap Farel menerbitkan senyum Humaira.
"Iya, begitu." Humaira melepas pistol yang ia yakini tidak akan meluncur lagi, dan memeluk suaminya dengan lebih erat menggunakan kedua lengan.
Meski sakit, om Alex berusaha berdiri.
"Anda beruntung karena istriku mencegahku, tapi jika kita bertemu lagi aku tidak menjamin akan melepaskan Anda," ucap Farel penuh penekanan.
"Heh, kalian berdua cocok, sama-sama nggak bisa dipegang kata-katanya. Yang pria berjanji akan menjaga putriku, sementara wanitanya bilang akan menjaga jarak dari putriku, tapi justru yang aku dapati dia menghancurkan putriku berkeping-keping," tutur om Alex penuh kemarahan.
Dengan jalan pincang, om Alex membalikkan badan dan berusaha menuju mobilnya. "Kalian berani menyentuh putriku. Tunggu saja, aku akan menghancurkan kalian sampai tidak tersisa. Membuat kalian merasakan sakit seribu kali lipat dari rasa sakit putriku."
Akhirnya om Alex berhasil ke mobil dan membawanya pergi dari mansionnya Farel dan Humaira. Membiarkan pasutri merasakan ketentraman setalah menit-menit kejadian mencekam.
... 🌾🌾🌾🌾...