Rania Zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang terpaksa nikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Akankah pernikahan mereka berlanjut atau harus berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00, tapi belum ada kabar sama sekali tentang keberadaan Rafa. Rania sudah mencoba menelpon dan mengirim pesan singkat. Rafa tidak merespon.
"Kemana, Bang Rafa?" gumam Rania yang menatap layar handphone bertuliskan nama Bang Rafa.
"Rania, Rafa gimana?" kalimat yang sudah berulang kali diucapkan sejak pukul 8 malam. Pak Rudi mengintip dari pintu kamar Rania.
"Belum ada kabar, Pak. Mungkin Bang Rafa sibuk. Nanti kalau Bang Rafa pulang pasti ngabarin Rania" Rania menyandarkan kepalanya pada dinding kamarnya.
"Oh, ya sudah. Bapak kunci rumahnya ya"
"Iya, Pak"
Rania akhirnya tertidur karena sampai tengah malam, Rafa tidak memberikan jawaban.
***
Bella sudah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah kondisinya mulai membaik dan Bella ditempatkan dikelas dengan fasilitas VVIP. Malam ini, Rafa dan Arlo yang menjaga Bella sedangkan orang tua mereka sudah kembali ke kediaman masing-masing. Rafa terpaksa ikut menjaga karena wanita itu masih saja mengancam akan bunuh diri jika Rafa tidak ada disampingnya.
Rafa membasuh wajahnya kasar ketika di kamar mandi. Rafa tahu jika Rania menelpon dan mengirim beberapa pesan, Rafa tidak ingin Rania tahu jika saat ini Rafa sedang bersama Bella. Padahal mereka hanya melakukan pernikahan kontrak tapi entah kenapa Rafa tidak ingin Rania mengetahui hal ini. Rafa juga melarang Dustin untuk memberitahu keberadaannya pada Rania.
"Maafkan Abang, Ran" Rafa menatap tajam kaca di depannya. Rasanya Rafa ingin memukul kaca tersebut.
Hari selanjutnya, berita tentang Bella yang masuk rumah sakit sudah tersebar. Excel juga mendengar berita itu. Tanpa berfikir panjang, Excel langsung pergi ke rumah sakit.
Tok.. Tok..
Pintu kamar inap ruang Bella terbuka. Di dalam hanya ada Bella dan Mama Kinan. Rafa pamit izin pulang untuk kerja karena hari ini masih ada rapat yang tidak bisa ditinggalkan. Arlo pun juga begitu, hari ini dia ada praktek.
"Excel" panggil Bella. Excel masuk melangkah dan mencium punggung Mama Kinan.
"Kok Lu tahu Gue disini? Lu ga kerja?" lanjut Bella.
"Lu gila, Bel. Cuma gara-gara diputusin Rafa, Lu sampai mau bunuh diri?" potong Excel yang kesal setelah tahu alasan Bella melakukan itu.
"Gue..."
"Excel, tenang" ucap Mama Kinan. Excel hanya bisa menarik nafas untuk mengurangi kekesalannya. Tidak mungkin, Excel bisa marah-marah di hadapan Mama Kinan.
Sama halnya dengan Rafa, Mama Kinan juga kenal baik dengan Excel. Tapi, untuk menjadi pasangan hidup Bella, Mama Kinan lebih setuju dengan Rafa. Rafa lebih bertanggung-jawab dan anaknya tidak suka membuat kerusuhan meskipun Rafa bagian dari geng motor, berbeda dengan Excel.
***
Dua hari setelah kejadian Bella melakukan percobaan bunuh diri, Rafa sama sekali tidak mengabari Rania. Rania yang mulai berfikir tidak-tidak meminta pada orang tuanya untuk pulang ke rumah Rafa. Pagi-pagi sekali dengan kondisi yang sudah membaik, Rania pergi.
"Assalamualaikum" salam Rania ketika sudah masuk ke dalam, terlihat Bi Rani sedang mengepel.
"Walaikumusalam, Mbak Rania sudah sembuh?"
"Sudah, Bi. Bang Rafa ada?" tanya Rania langsung sambil mengedar ke sekeliling.
"Mas Rafa sudah pergi dari tadi, Mbak. Kalau ga salah lima menit Bibi datang" Rania menghela nafas, rencananya pergi pagi untuk bisa bertemu Rafa ternyata masih saja gagal.
"Bang Rafa sehat aja kan, Bi?"
"Sehat kok, Mbak" jawab Bi Rani. Bi Rani hanya melihat sekilas karena Rafa langsung buru-buru pergi ke rumah sakit. Bella mengamuk karena ketika membuka mata Rafa tidak ada dikamarnya. Padahal Rafa baru bisa pulang ketika wanita itu sudah tertidur.
"Oh, syukurlah. Rania ke atas dulu ya, Bi" izin Rania dan langsung ke atas. "Bang Rafa kemana? Ini kan hari libur" sambung Rania.
Jam 10.00 pagi, handphone Rania berdering. Nama dokter Arlo tampil di layar handphonenya.
"Halo, Assalamualaikum dok"
"Walaikumusam, Rania. Ini saya Arlo"
"Iya, dok. Ada apa?"
"Motor kamu sudah bagus dari beberapa hari yang lalu sekarang ada di rumah sakit. Maaf ya baru saya kasih tahu, kebetulan beberapa hari ini sibuk" kata Arlo meminta maaf, kejadian yang dialami Bella membuat Arlo harus extra menjaganya, takut Bella melakukan hal yang lebih gila lagi.
"Oh, iya dok. Ga papa. Saya bisa ambil kapan, dok?" tanya Rania.
"Mau saya antarkan saja?" tawar Arlo.
"Ga usah, dok. Saya hari ini lagi free, dah lama juga saya istirahat" Rania cepat-cepat menjawab, takut Arlo memaksa. Bisa ketahuan kalau Rania tinggal di penthouse Rafa.
"Oh, Baiklah. Saya ada di rumah sakit sampai jam 1 siang"
"Baik, dok. Saya siap-siap dulu setelah itu langsung kerumah sakit"
"Oke, saya tunggu"
Setelah berakhirnya telepon, terlihat Arlo menyunggingkan senyum sambil menatap layar handphonenya yang berubah menjadi hitam kembali. Dengan santainya, Arlo melewati para perawat yang sejak tadi mempehatikan Arlo.
"Itu dokter Arlo?" tanya salah satu perawat.
"Lihat ga kamu tadi dokter Arlo senyum?" Perawat yang lainnya mengangguk.
"Coba setiap hari dokter Arlo seperti itu, pasti makin banyak itu fans wanitanya" Ya, Arlo jarang sekali tersenyum jika sedang di rumah sakit berbeda sekali jika Arlo sedang bersama keluarganya atau teman yang sudah lama dikenalnya.
***
"Halo, Dok. Saya sudah di rumah sakit. Baik, Dok" ucap Rania yang sudah keluar dari taxi yang membawanya. Rania mengedar ke sekeliling dan mencari nama ruangan yang dikatakan oleh Arlo.
"Pagi, Mbak. Bisa ketemu dokter Arlo?" tanya Rania pada perawat yang sedang berjaga di depan ruangan prakter Arlo.
"Mbak Rania ya?" Rania mengangguk.
"Saya yang kemarin ngobatin luka, Mbak. Gimana Mbak sudah sembuh?" Perawat yang berpakaian biru muda sesuai seragam rumah sakit dan ada name tag di dadanya bertuliskan Heni.
"Alhamdulillah, sudah Mbak. Terima kasih ya, Mbak"
"Sama-sama, Mbak. Mari Mbak, sudah di tunggu dokter Arlo di dalam" sebelumnya Arlo sudah menyampaikan pada Heni jika nanti ada yang mencarinya segera diajak ke dalam.
Tok.. Tok.. Heni tetap mengikuti aturan.
"Siang, dok. Mbak Rania sudah datang"
"Suruh dia masuk" Heni mengangguk dan mempersilahkan Rania untuk masuk. Rania melangkahkan kakinya ke dalam ruangan Arlo. Ruangan yang didominasi warna putih.
"Silahkan duduk, Ran"
"Baik, dok. Oh iya, dok. Ini jas yang kemarin" Rania menyodorkan paperbag berwarna coklat ke hadapan Arlo. Arlo mengambil dan membuka paperbag tersebut. Ada kue coklat di dalamnya.
"Ini?"
"Buat dokter. Saya juga berterima kasih sudah ditolong sama dokter dan Maaf jika saya merepotkan dokter. Semoga suatu hari nanti saya bisa membalas jasa dokter" ucap Rania sungguh-sungguh. Kalimat yang diucapkan Rania membuat Arlo tersenyum.
"Ran, sudah jadi tugas saya sebagai dokter untuk menolong kamu. Kamu sama sekali tidak merepotkan saya. Jadi jangan berfikir yang tidak-tidak, Ok" Rania memandang Arlo, kata-kata yang disampaikan Arlo sangat bijak berbeda dengan Rafa.
"Kamu sudah makan? Temanin saya makan dulu yuk sebelum kamu pulang. Pas ini dengan jam makan siang" ajak Arlo sambil membuka jas putih yang sedang dia kenakan.
"Ga usah sungkan, ayo. Kita makan di restoran dekat sini" lanjut Arlo karena belum mendapatkan jawaban dari Rania. Arlo tahu Rania pasti merasa tidak sopan jika langsung mengiyakan ajakan Arlo untuk makan siang.
"Baiklah, dok" akhirnya Rania menyetujui ajakan Arlo. Rania berdiri dari duduknya dan mengikuti Arlo. Mereka mengobrol sambil jalan ke arah parkiran mobil. Namun, ditengah-tengah jalan mereka. Seseorang memanggil.
"Kak Arlo"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
beri dukungan di Novel terbaruku juga ya kak, jangan lupa kritik dan saran untuk membangun penulisanku