NovelToon NovelToon
Pelacur Milik Sang CEO

Pelacur Milik Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MRS. A

Sore itu, di gedung kantor pemerintah yang megah, suasana mulai lengang. Pertemuan penting — meeting antara para petinggi perusahaan yang diundang secara resmi — baru saja selesai digelar. Beberapa orang masih terlihat sibuk berbicara sambil berjalan ke luar, namun sebagian besar sudah mulai bergegas meninggalkan tempat.

Di antara kerumunan itu, Leo melangkah menuju lift dengan langkah santai namun tegas. Di sampingnya, Kenzo berjalan sambil asyik memainkan ponselnya, sesekali tersenyum kecil melihat sesuatu di layar.

Mereka menunggu sejenak hingga pintu lift terbuka. Begitu pintu itu terbuka, keduanya segera masuk. Namun, sebelum pintu tertutup, seseorang lain ternyata ikut bergabung ke dalam lift yang sama. Sosok itu adalah Vino.

Leo sedikit mengernyitkan dahi, tidak menyangka akan bertemu Vino di tempat ini. Ia benar-benar tidak tahu bahwa Vino juga menghadiri meeting yang sama atau mungkin meeting lain di gedung ini.

Saat masuk, Vino sempat tersenyum kecil ke arah Leo, seolah bermaksud menyapa dan menunjukkan sikap ramah. Tapi memiliki maksud tersendiri. Namun, Leo hanya melirik sekilas tanpa membalas, memilih mengabaikannya begitu saja. Ekspresi Leo tetap datar, bahkan sedikit dingin, seolah keberadaan Vino sama sekali tidak berarti baginya.

Lift pun mulai bergerak turun, membawa ketiganya dalam keheningan yang terasa sedikit canggung.

Saat pintu lift akhirnya terbuka dengan bunyi "ting" yang khas, ketiganya langsung keluar tanpa banyak berbicara. Vino melangkah lebih cepat, seolah ingin segera meninggalkan suasana canggung yang baru saja terjadi di dalam lift. Dia berjalan terburu-buru menuju pintu utama untuk keluar dari gedung. Seperti ada seseorang yang ingin segera dia temui.

Kenzo, yang sedari tadi memperhatikan dengan perasaan tidak nyaman, mendekat ke sisi Leo. Ia melirik sekilas ke arah Vino yang semakin menjauh, lalu mengerutkan keningnya.

"Kenapa kau tidak bilang kalau kita satu lift dengannya?" tanya Kenzo dengan nada sedikit kesal, merasa tidak nyaman setelah menyadari siapa yang barusan bersama mereka di ruang sempit itu.

Leo tidak langsung menjawab. Ia tetap diam, ekspresi wajahnya tetap datar dan fokus menatap lurus ke depan. Langkah kakinya tidak melambat, terus melangkah ke arah parkiran. Namun, untuk menuju parkiran, mereka harus terlebih dahulu melewati pintu utama gedung — tempat Vino baru saja keluar.

Saat mereka hampir mencapai pintu utama, langkah Leo tiba-tiba terhenti. Kenzo yang berjalan di sampingnya secara refleks juga ikut berhenti.

Pandangan Leo kosong, menatap nanar ke arah luar gedung. Di sana, tepat di depan pintu utama, ia melihat pemandangan yang menusuk hatinya: Vino sedang dijemput oleh seorang wanita — Viola.

Viola, tampak begitu ceria menyambut Vino. Tanpa ragu, mereka berpelukan erat di depan umum, seolah dunia hanya milik mereka berdua. Bahkan, dalam hitungan detik, Leo harus menyaksikan keduanya saling mencium dengan penuh kemesraan.

Pemandangan itu membuat dada Leo terasa sesak. Ia segera mengalihkan tatapannya, tidak sanggup lagi melihat lebih lama. Tangannya mengepal tanpa sadar, berusaha menahan gejolak emosinya.

Kenzo, yang menyaksikan semuanya, hanya bisa menghela napas pelan. Ia melirik ke arah Leo, memperhatikan betapa lelaki itu berusaha keras menahan diri agar tetap terlihat kuat, meski jelas terlihat bahwa hatinya tidak sedang baik-baik saja.

Leo belum benar-benar bisa melupakan Viola. Luka itu ternyata masih menganga, dan pertemuan tanpa sengaja ini kembali mengaduk semua rasa sakit yang berusaha ia kubur.

Tanpa berkata sepatah kata pun, Leo segera mempercepat langkahnya, menembus pintu keluar tanpa lagi menoleh. Kenzo mengikutinya dari belakang, memberi ruang pada Leo untuk mengatur emosinya.

Leo langsung menuju parkiran, matanya lurus ke depan, seolah tak peduli dengan dunia sekitar. Ia masuk ke mobilnya, menyalakan mesin dengan gerakan cepat, lalu melaju pergi, meninggalkan gedung itu.

"Leo!" teriak Kenzo penuh amarah saat dirinya ditinggalkan begitu saja. Mau tidak mau, Kenzo harus segera menelpon seseorang untuk menjemputnya. Dalam hatinya, ia bertekad, begitu sampai di rumah nanti, ia akan meluapkan seluruh kekesalannya kepada Leo yang seenaknya pergi tanpa memperdulikan dirinya.

Sementara itu, Leo merasa panas kembali, gejolak dalam dirinya seolah bangkit. Ingatannya melayang pada wanita malam itu, pada sentuhan yang terasa begitu nyata hingga membuatnya seakan candu. Leo membenci ketergantungan seperti ini, membenci caranya menyerah pada kelemahan, namun ia juga tidak bisa menyangkal bahwa ia menikmati semua itu.

Tanpa banyak berpikir, Leo menelpon Mamy Jenny, satu-satunya yang bisa mempertemukannya kembali dengan wanita itu. Setelah memastikan semuanya, Leo melangkah mantap menuju tempat yang sudah dia tuju. Mungkin malam ini, ia akan melakukannya lagi—terjebak dalam kenikmatan yang dibencinya, namun juga tak bisa ia hindari.

*----*

"Sepertinya kau sudah sangat ketagihan dengan wanita itu, ya?" tanya Mamy Jenny sambil menatap Leo yang tampak sudah setengah mabuk. Wajahnya memerah, matanya sedikit sayu akibat terlalu banyak minum. Mereka berdua duduk santai di lantai bawah restoran milik Jenny, tempat biasa mereka bertemu, sembari menunggu kedatangan seseorang yang telah ditunggu-tunggu sejak tadi.

Leo hanya mengangkat bahu dengan malas. "Entahlah, aku menikmatinya," ujarnya dengan suara serak. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya, tanpa beban, tanpa berpikir panjang. Entahlah, Leo sendiri tidak tahu apakah ia benar-benar sadar saat mengucapkannya, namun seperti kata orang, saat seseorang mabuk, justru saat itulah mereka lebih sering berbicara jujur, mengungkapkan isi hati yang sebenarnya.

Mamy Jenny hanya tersenyum tipis, kemudian menghembuskan asap rokoknya ke udara. Asap itu mengepul perlahan, berbaur dengan suasana restoran yang remang-remang, diterangi hanya oleh lampu-lampu berwarna lembut yang tergantung di langit-langit. Di sekeliling mereka, riuh suara pengunjung terdengar samar, berpadu dengan dentuman musik yang mengalun pelan, menambah kesan sendu dan berat di malam itu.

"Dia memang istimewa. Dia hanya melayani satu pria saja, yaitu kau," ujar Mamy Jenny dengan nada santai, sambil menatap Leo yang sudah setengah mabuk di hadapannya. Kata-katanya terdengar ringan, namun ada makna tersembunyi di baliknya.

Mendengar itu, Leo langsung menatapnya dengan antusias, seakan semangatnya kembali bangkit di tengah kepalanya yang terasa berat. Dengan gerakan yang gontai dan keseimbangan yang sedikit goyah akibat pengaruh alkohol, Leo justru tertawa terbahak-bahak, suara tawanya memenuhi sudut restoran yang remang-remang itu.

"Wanita malam seperti dia hanya melayani satu pria? Itu mustahil," ujar Leo sambil terkekeh, setengah sadar, setengah tidak. Nada bicaranya bercampur antara ketidakpercayaan dan rasa ingin tahu yang tulus. Baginya, dalam dunia seperti ini, kesetiaan semacam itu adalah sesuatu yang terlalu naif untuk dipercaya.

Mamy Jenny hanya mengangkat bahunya dengan sikap acuh tak acuh, seolah tidak peduli apakah Leo percaya atau tidak. Ia tahu, kebenaran tetaplah kebenaran, meskipun tidak semua orang mau mempercayainya. Ada hal-hal yang memang sengaja dibiarkan tetap menjadi misteri.

"Siapa namanya?" tanya Leo lagi, kali ini dengan suara yang lebih serius, sorot matanya sedikit lebih tajam walau kelopak matanya berat menahan kantuk dan mabuk.

Mamy Jenny hanya tersenyum samar, kemudian, dengan setengah terkekeh, ia menjawab, "Mrs. A." Ia tidak berniat membocorkan lebih banyak. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat sejak awal, identitas Ayla harus tetap dirahasiakan. Mrs. A adalah satu-satunya nama yang boleh Leo ketahui, dan itu pun cukup untuk membuat rasa penasarannya semakin dalam.

Leo menatap Jenny dengan bingung, seolah mencoba mengingat atau mencari petunjuk dari nama itu. Tapi malam yang berat dan mabuk yang menguasainya membuat pikirannya tetap berkabut.

1
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!