Helen Hari merupakan seorang wanita yang masih berusia 19 tahun pada saat itu. Ia membantu keluarganya dengan bekerja hingga akhirnya dirinya dijual oleh pamannya sendiri. Helen sudah tidak memiliki orang tua karena keduanya telah meninggal dunia. Ia tinggal bersama paman dan bibinya, namun bibinya pun kemudian meninggal.
Ketika hendak dijual kepada seorang pria tua, Helen berhasil melawan dan melarikan diri. Namun tanpa sengaja, ia masuk ke sebuah ruangan yang salah — ruangan milik pria bernama Xavier Erlan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Xavier tidak pernah tahu kalau dirinya bisa menyakiti orang yang disayanginya—bodohnya dirinya sendiri. Ia merasa bersalah kepada Helen, tetapi tidak mau berbicara langsung.
Helen yang memahami itu hanya diam saja dan tidak bisa berkata apa-apa, karena mungkin pria ini berhati lembut sehingga bisa menyalahkan dirinya sendiri kalau sudah menyakiti hati orang lain.
"Udah, nggak apa-apa. Saya beneran nggak apa-apa kok, jadi Bapak nggak usah merasa bersalah sama saya."
Xavier tetap merasa bersalah dan tidak enak, sampai dirinya bingung harus bagaimana agar bisa dimaafkan oleh wanita kecil ini.
"Kamu beneran nggak marah sama saya?"
"Kenapa saya harus marah sama Bapak? Kurang kerjaan banget."
"Kan saya sudah melukai kamu, dan saya juga seharusnya nggak melakukan hal itu. Betapa bodohnya saya ya."
Helen tersenyum karena pria ini sudah mengakui bahwa dirinya salah. Namun, Helen merasa tidak apa-apa, karena memang itu tidak sengaja; namanya juga refleks.
"Ya, nggak apa-apa kan? Bapak nggak sengaja. Kecuali kalau Bapak sengaja, baru deh saya marahin."
Pak Bos yang menengah itu hanya tersenyum saja dan tidak bisa berkata apa-apa dengan wanita ini. Betapa baiknya hati wanita tersebut, sehingga dirinya juga tidak bisa menyalahkan orang lain.
"Hati kamu itu terbuat dari apa sih? Baik banget sampai saya bingung harus bagaimana dengan kamu."
"Ya, nggak usah apa-apa. Cukup perhatian dan sayang sama saya, itu udah cukup."
Xavier yang mendengar itu langsung mendekap Helen tanpa berkata apa-apa.
"Saya berharap kalau saya selalu bisa melindungi kamu, tetapi saya malah menyakiti kamu barusan."
Helen merasa bingung dengan pria ini. Mau sampai kapan hal itu dibahas? Apakah sampai selamanya atau seumur hidupnya diingat?
Xavier masih tidak mau berbicara apapun, padahal Helen sudah melupakan hal itu.
"Pak, Bapak masih ingat hal itu?"
Xavier mencoba menganggukkan kepalanya, maksudnya iya.
"Mau sampai kapan, emang Bapak nggak sedih kalau misalkan saya sedih?"
Helen yang berbicara seperti itu membuat Xavier menjadi sedih juga, tetapi Xavier tidak mau kalau Helen merasa sedih.
"Maafin saya ya, nggak mengerti kamu. Seharusnya saya nggak maksa atau menyiksa kamu seperti ini."
"Ya, daripada Bapak merasa bersalah, mendingan sekarang Bapak nganterin saya pulang, karena saya udah capek banget hari ini. Bagaimana, Pak?"
Pak Bos kembali tersenyum karena ucapan wanita tersebut, karena hanya wanita itulah yang bisa membuatnya tersenyum sampai dirinya tidak bisa berkata apa-apa.
Akhirnya, Pak Bos mengiyakan ucapan dari wanita kecil itu dan mengantarnya pulang dengan mobilnya.
Setelah mengantarkan wanita kecil itu, Pak Bos teringat bahwa mereka berdua belum makan.
Akhirnya, Pak Bos mencoba membeli makanan terdekat yang sehat, untuk wanitanya dan juga dirinya.
Setelah sampai di depan rumahnya, akhirnya Pak Bos hanya diam dan tidak berani membangunkan wanita kecil itu.
Karena Xavier adalah pria yang baik, akhirnya dirinya mencoba menggendong Helen untuk dibawa ke rumahnya.
Setelah sampai di depan pintu rumah, Xavier tidak tahu apa password rumahnya.
Sehingga Xavier meminjam telunjuk tangan Helen untuk membuka pintu rumah tersebut.
Setelah terbuka, akhirnya Xavier mengantar Helen ke dalam rumahnya.
Sesudah masuk ke dalam rumah, Xavier mencoba menaruh Helen di tempat yang aman dan nyaman agar dia tidak jatuh.
Pria itu tidak menyangka kalau wanita kecil itu sangat berat, sehingga dirinya merasa panas dan menghela napas.
"Berat juga ya… kecil-kecil mikirnya ringan katanya, berat juga."
Tak lama kemudian, wanita itu pun bangun dan mendekap Xavier dengan kencang, sehingga Xavier merasa tidak bisa bernapas karena pelukan wanita tersebut.
Tetapi, melihat wanita itu menempel kepadanya membuatnya senang, dan ia tidak bisa berkata apa-apa, seolah ingin menghentikan waktu pada saat itu saja.
Tidak lama, wanita itu bangun karena mencium wanginya makanan.
Setelah bangun, akhirnya wanita itu tersenyum dan mengambil sumpit untuk langsung makan.
Tetapi sumpitnya malah dipukul oleh Xavier. Setelah itu, wanita itu melihat ke arah pria yang memukul sumpitnya.
Melihat itu, wanita itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa, sambil melotot dengan mata terbelalak.
"Kok ada Bapak sih di sini? Bukan Bapak sudah pulang?"
"Gimana saya bisa pulang meninggalkan orang yang lagi ngantuk? Kamu lelah banget ya, kayaknya."
"Sebenarnya nggak sih, cuma saya capek aja ngikutin Bapak dari tadi."
"Kenapa capek ikutin saya? Kan dari tadi pakai mobil, bukan pakai jalan kaki. Apa yang perlu dicapekin?"
Terkadang, pria ini sungguh tidak mengerti atau tidak peka, sampai-sampai tidak memahami apa yang wanita itu bicarakan.
Setiap wanita ini berbicara dengan pria ini, pasti pria ini tidak mengerti maksud dari wanita itu.
"Begini lho, Pak, maksud saya, Bapak dari tadi sibuk banget tuh sama saya, karena saya ke rumah sakit. Padahal cuma karena cengkraman doang, bukan apa-apa, tapi Bapak berlebihan banget."
"Menurut saya, tentang kamu nggak ada yang berlebihan. Jadi kamu jangan merasa kalau kamu itu berlebihan sama sekali. Itu tidak ada. Jadi kamu jangan terlalu memikirkan hal-hal yang menurut kamu sederhana, tetapi belum tentu begitu.”
Sebenarnya, wanita itu bahagia karena diperhatikan oleh pria itu.
Tetapi, karena terlalu diperhatikan, wanita itu menjadi bingung harus melakukan apa kepada pria ini. Dia takut nanti, setelah terbawa perasaan, ternyata pria ini hanya merasa kasihan padanya.
Kalau memang hanya kasihan, bagaimana jadinya? Wanita itu bisa saja berharap terlalu banyak, padahal pria itu cuma menganggapnya kasihan, atau karena wanita itu kekurangan ekonomi.
Kalau begitu, terkesannya wanita itu seperti mengejar-ngejar kasihan pria tersebut.
Wanita itu bingung bagaimana cara menolaknya, tetapi sebenarnya dia juga menyukai pria itu.
Pertanyaannya, apakah wanita ini mencoba memainkan peran yang sudah dijalankan oleh pria itu, atau justru mencoba untuk cuek, namun tetap memperhatikan pria yang ada di depannya?
Xavier mengetuk dahi Helen. Helen merasa sakit dan menatap sinis kepada Xavier.
"Kenapa sih, Bapak mukul-mukul? Sakit tahu!"
"Apaan sih, orang? Pelan-pelan doang. Saya nggak pakai tenaga kok. Mungkin kemarin saja yang sakit."
"Tetap saja sakit! Nanti saya tidak bisa, yang namanya diketuk atau dilakukan hal-hal jahat, Pak. Saya tuh orangnya rapuh."
Xavier yang mendengar itu bukan marah, tapi malah tertawa karena wanitanya sangat lucu, sehingga dia tidak bisa berkata apa-apa.
"Apaan sih kamu, udah sana makan, bawel!"
Helen tidak berharap kalau akan melakukan hal itu, tetapi pria itu hanya tersenyum saja, sampai-sampai dirinya tidak bisa berkata apa-apa melihat pria itu.
Tetapi melihat senyum pria itu sangat bagus, karena pria itu bisa tersenyum juga pada akhirnya. Walaupun pria itu biasanya dingin, Helen tidak menyangka kalau pria itu bisa tersenyum.
"Kamu melamunkan apa sih dari tadi? Nanti jatah makanan kamu saya ambil nih, mau nih, senjatanya diambil."
"Nggak ada, saya cuma bengong, kapan saya kaya?"
"Mau sekaya siapa, emang?"