NovelToon NovelToon
Di Waktu 24 Jam

Di Waktu 24 Jam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:656
Nilai: 5
Nama Author: ashputri

Kumpulan Cerita Pendek Horor

Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.

Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.

Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.

Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Teman Khayalan

"Akhirnya selesai," gumam Erna saat ia selesai menjemur pakaian yang menumpuk.

Ia baru saja selesai mencuci baju dari dua keluarga yang tinggal di rumah yang sama. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga, bersama dengan temannya yang saat ini izin untuk tidak datang.

Rumah tempat ia bekerja terdiri dari dua lantai. Lantai dua ditempati oleh satu keluarga dengan satu anak perempuannya. Sedangkan lantai satu ditempati oleh satu keluarga dengan satu anak laki-lakinya dan satu anak perempuannya yang masih sangat kecil.

Hari ini pekerjaannya cukup banyak karena temannya yang tidak datang. Biasanya ia akan bekerja untuk satu keluarga yang berada di lantai satu. Sedangkan temannya bekerja untuk satu keluarga yang berada di lantai dua.

Ia dan temannya selalu membagi tugas saat bekerja. Namun karena hari ini ia hanya bekerja seorang diri, mau tidak mau ia membersihkan satu rumah dengan usahanya sendiri.

"Erna."

Erna menoleh saat seseorang memanggil namanya dari arah lantai bawah. Ia menuruni anak tangga yang terlihat sempit dan kecil untuk menghampiri seorang wanita yang sedari tadi sibuk di dapur.

"Iya Mba?" tanya Erna seraya melangkah mendekati Raya.

Raya menoleh saat mendengar suara Erna yang mendekat ke arahnya, "tolong lanjutin masak ya, aku mau tidurin Farah dulu," ujarnya.

Erna menganggukkan kepalanya mengerti, "iya Mba, aku lanjutin."

"Nanti kalau ada Fikri pulang, suruh dia tidur ya. Dia lagi suka main layangan, biasanya main masuk rumah langsung ke atas. Nanti aku bisa dimarahin sama Kakak kalau di atas berantakan lagi karena ulah Fikri," ujar Raya mengingat jika anak pertamanya itu sangat susah untuk diberitahu.

"Iya Mba," balas Erna mengerti apa yang dikatakan Raya.

Raya mengangguk singkat dan melangkah keluar dari area dapur. Ia masuk ke dalam kamar untuk menidurkan anak perempuannya yang berada di dalam kamar.

Erna menghembuskan napasnya pelan saat hari ini rasanya benar-benar sangat melelahkan. Ia kembali melanjutkan kegiatan masaknya yang hampir selesai. Dengan lihai,ia memasukkan beberapa bumbu agar makanan yang telah dibuat semakin lezat.

Ia menghentikan kegiatannya saat dari lantai atas terdengar suara langkah kaki berlari. Ia mengerutkan keningnya dengan bingung karena di lantai dua tidak ada siapapun di sana. Sebelum ia turun dari atas, ia sangat yakin jika tidak ada seorang pun yang berada di lantai dua. Dari ia mencuci pakaian hingga selesai menjemur, ia hanya seorang diri di atas.

"Mba."

Erna tersentak kaget saat mendengar seseorang memanggilnya. Ia menoleh ke arah Riska, bocah perempuan yang tampak berantakan dengan beberapa pasir kering yang berada di tubuh dan bajunya.

Ia memejamkan matanya sebentar, mencoba bersabar karena pekerjaannya kembali bertambah, "kamu abis main di mana Riska?" tanyanya dengan lembut.

Riska menoleh ke arah pintu utama seraya menunjuk ke arah pintu tersebut, "di luar sana," balasnya.

"Kok kotor banget? Kamu main apaan di luar?" tanya Erna lagi.

"Bola."

Erna menghela napas pelan mendengar jawaban singkat yang Riska berikan, "ya udah kamu tunggu dulu di dalam kamar mandi, Mba mau matiin kompor."

"Ngapain Mba?" tanya Riska polos.

"Kamu mandi, Mba mau ambil kamu baju di atas," jawab Erna seraya membantu Riska membuka bajunya yang kotor.

Setelah menuntun Riska untuk masuk ke dalam kamar mandi, ia langsung mematikan kompornya yang masih menyala. Ia menaiki undakan anak tangga untuk mengambil baju ganti milik Riska.

Ia masuk ke dalam kamar berukuran besar yang berada di lantai dua. Kamar tersebut dijadikan satu kamar yang ditempati oleh kedua orang tua Riska dan juga bocah tersebut.

Ia membuka pintu lemari berwarna pink yang sudah dipastikan jika itu lemari milik Riska. Ia mengambil satu stel pakaian yang terlihat lebih santai untuk dipakai oleh bocah tersebut.

Setelah selesai mendapatkan baju ganti untuk Riska, ia melangkah menuruni anak tangga menuju lantai satu. Lengkap dengan membawa perlengkapan mandi milik Riska yang didominasi warna pink.

"Erna."

Erna menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya, "iya Mba?" tanyanya saat melihat Raya yang keluar dari dalam kamar.

"Tadi siapa yang pulang? Fikri?" tanya Raya memastikan.

Erna menggelengkan kepalanya dengan cepat, "bukan Mba, bukan Fikri. Tapi Riska."

Raya menganggukkan kepalanya mengerti mendengar jawaban Erna, "main kotor-kotoran lagi?"

Erna menganggukkan kepalanya mengiyakan, "iya Mba, kayanya masih main lumpur di deket kompleks Mba."

Raya menghela napas lelah mendengar perkataan Erna. Keponakannya itu memang suka sekali bermain kotor-kotoran di dekat kompleks, "ya udah, nanti abis main suruh makan sama tidur. Nanti suruh tidur di kamar sama Farah," ujarnya kembali masuk ke dalam kamar.

"Iya Mba." Erna menganggukkan kepalanya mengerti mendengar perkataan Raya. Ia kembali mempersiapkan perlengkapan yang akan dipakai oleh Riska.

"Mba," panggil Riska dari dalam kamar mandi.

"Iya, ada apa?" tanya Erna seraya melangkah masuk ke dalam kamar mandi.

"Sabunin." Riska memberikan sabun pada Erna yang diterima baik oleh mbanya itu.

Erna membantu membersihkan tubuh Riska dengan sabun. Ia terus mengusap tubuh bocah tersebut sampai lumpur yang menempel di tubuh Riska luruh.

"Kamu abis main di mana?" tanya Erna mencoba bertanya pada Riska.

"Kenapa Mba?" tanya Riska ingin tau.

"Kotor lagi, main lumpur lagi," ucap Erna seraya membilas tubuh Riska.

"Deket lapangan."

Erna menghela napas pelan mendengar jawaban Riska, "lapangan yang deket kompleks kan?"

Riska menganggukkan kepalanya dengan cepat, "iya, di sana."

"Fikri?" tanya Erna ingin tau.

Riska menggelengkan kepalanya dengan cepat, "aku gak tau, Fikri sama Fakhri gak tau kemana. Aku di tinggal," jawabnya.

Erna menganggukkan kepalanya mengerti mendengar jawaban yang Riska berikan, "kamu main di rumah aja ya sama Farah."

"Gak mau."

Erna mengerutkan keningnya dengan bingung, "kenapa?" tanyanya.

"Gak seru, seruan main di luar," jawab Riska dengan cepat.

"Daripada kotor, nanti dimarahin sama Papa," ucap Erna mencoba memberi pengertian pada Riska.

Riska menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak mau."

Erna menghela napas pelan seraya memakaikan baju ganti pada Riska, "ya udah, tapi abis ini makan dulu ya. Abis itu tidur siang," ucapnya mengalah.

"Kok tidur siang?" tanya Riska tanpa minat.

"Biar nanti malem bisa tidur, Riska harus tidur siang," balas Erna mencoba membujuk bocah tersebut.

Riska terdiam dengan perasaan kesal. Ia paling tidak suka jika waktu bermainnya berkurang karena harus tidur siang.

Erna yang sedang merapihkan baju Riska langsung menoleh ke arah tangga saat mendengar suara seseorang berlari. Ia mengerutkan keningnya dengan bingung karena suara tersebut masih ia dengar.

Padahal ia sangat yakin jika tadi hanya ia seorang yang berada di lantai dua. Saat ia mengambil baju untuk Riska, tidak ada tanda-tanda seseorang berada di lantai dua selain dirinya.

"Temen aku itu Mba," ucap Riska memberitahu.

Erna mengalihkan tatapannya ke arah Riska dengan kening berkerut bingung, "temen?"

"Dia mau ajak Mba main, tapi aku bilang jangan. Pasti Mba cape," ujar Riska tanpa mempedulikan wajah takut Erna.

"Oke... Riska ke ruang tv dulu ya, Mba mau ngambil makan buat Riska," ujar Erna seraya melangkah ke dapur.

"Oke," balas Riska seraya berlari menuju ruang televisi.

Erna mengambil nasi dan juga lauk yang baru saja matang untuk Riska. Ia kembali menoleh ke arah tangga saat suara seseorang sedang berlari kembali terdengar.

Ia melangkah dengan cepat menuju ruang televisi saat mengingat perkataan Riska. Ia tau maksud teman yang Riska katakan. Maka dari itu ia tidak ingin terlalu memikirkan agar ketakutannya tidak bertambah.

"Mau Mba suapin?" tawar Erna seraya menaruh satu gelas air putih dan piring berisi nasi serta beberapa lauk pauk.

Riska menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak, aku udah gede."

Erna menghela napas mendengar jawaban Riska. Ia bisa membersihkan lantai dua saat Riska menghabiskan makanannya, "ya udah, nanti Mba ke sini lagi. Mba mau beresin lantai atas dulu."

"Mba suruh temen aku turun ya," ucap Riska yang tidak mempedulikan jika Erna sudah ketakutan.

Erna mencoba untuk tersenyum kecil mendengar perkataan Riska. Kadang dirinya masih memaklumi jika anak sekecil Riska memiliki teman khayalan.

Ia menaiki undakan anak tangga dengan pelan, entah kenapa jantungnya berpacu dengan cepat. Ia masuk ke dalam kamar Riska dan mulai membereskan mainan milik anak perempuan itu yang berserakan.

Suara orang berlari kembali terdengar, kali ini terdengar sangat dekat. Erna menatap sekitar kamar yang terlihat sepi. Tiba-tiba saja hawa kamar berubah setelah ia mendengar suara langkah kaki.

"Siapa di sana?!"

"Halo?!"

Suara orang berlari terdengar dari arah tangga, suara seperti seseorang sedang menuruni anak tangga dengan berlari. Tetapi beberapa menit kemudian suara tersebut kembali muncul. Suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang menaiki tangga dengan melangkah pelan.

Erna beranjak keluar dari dalam kamar untuk melihat siapa yang menaiki undakan anak tangga saat ini, takut jika Riska yang menaiki tangga. Ia juga ingin memastikan jika Fikri yang datang dan berlari menuju tempat jemuran untuk mengambil layangannya.

"Fikri?"

Ia menatap seorang anak laki-laki dengan pakaian serba hitam. Anak laki-laki itu melangkah pelan menuju tempat khusus untuk menjemur pakaian di bagian belakang lantai dua.

"Fikri," panggilnya.

Tidak ada sahutan apapun dari Fikri. Bocah tersebut sepertinya terlalu sibuk dengan layangannya yang berada di area jemuran baju.

Karena merasa bingung, ia melangkah untuk menghampiri Fikri yang berada di area belakang. Ia mengerutkan keningnya dengan bingung saat di area jemuran tidak ada siapapun di sana.

Padahal dengan jelas ia melihat Fikri melewatinya tadi. Apalagi bocah tersebut terus melangkah menuju tempat menjemur pakaian yang berada di belakang. Ia menelan salivanya susah payah saat mengetahui apa yang terjadi.

Dengan langkah cepat ia berbalik untuk segera pergi dari area lantai dua. Pikirannya sudah berkecamuk, memikirkan jika suara langkah kaki milik sosok yang menyerupai Fikri.

•••

1
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Tiap bab beda orang dn ceritaa..
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
Aneh ini cerita tip bab beda2 orang..
ashputri: halo kak, setiap bab beda cerita karena ini cerpen ya kak. Bukan novel, cerpen akan habis di satu bab aja. Jadi di sini setiap babnya beda-beda ceritanya 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!