Putus karena tahu ternyata hanya dijadikan barang taruhan, bagaimana perasaan kalian? Itulah yang dialami oleh Candra. Mau marah, tapi tidak bisa. Tertekan? Tentu saja, karena tidak bisa meluapkan semua emosinya. Penyebab dari semua ini adalah Arjuno, seorang cowok laknat yang hobinya taruhan.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkan luka di hati Candra. Berbagai macam cara dia lakukan demi terlepas dari bayang-bayang Juno. Hingga akhirnya memutuskan terbang ke Paris. Namun ternyata semuanya sia-sia.
Apa yang membuat semua perjuangan Candra sia-sia? Lalu bagaimana kisah Candra ini berlanjut? Akankah Candra menemukan seseorang yang benar-benar mampu menyembuhkannya?
"Jodoh nggak usah dicari, nanti juga datang sendiri." Quotes by Candra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Fujiwara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Begal
Candra terjatuh dari motornya, begitu juga dengan Mbul. Kotaknya berguling di aspal, sementara Candra mendapat luka di sikunya. Motornya di tendang oleh para pembegal itu. Candra berusaha berdiri dan menghampiri Mbul yang mengeong semakin kencang.
“Cup… cup… nggak apa- apa, Mbul,” ucap Candra berusaha menenangkan Mbul.
Candra beralih pada dua orang pembegal itu yang salah satunya sedang berusaha membawa kabur motor milik Candra.
BRAKK!
Candra menendang salah seorang dari mereka dengan sekuat tenaga. Orang itu berhasil tersungkur mencium aspal berkat tendangan Candra.
“Pergi nggak kalian? Gue telpon polisi nih!” Ancam Candra, dia mengeluarkan ponselnya mencoba untuk menghubungi polisi. Namun betapa terkejutnya wanita itu ketika teman si begal merebut ponselnya dan mengacungkan senjata tajam.
“Ampun, Bang! Ambil dah motor gue, tapi HPnya balikkin, ya?” Pinta Candra menangkupkan kedua tangannya memohon.
“Ayo, Bro!” ajak teman si begal untuk segera pergi dari sana.
“Heh! Balikkin dulu HP gue! Lagian HP sama motornya masih mahal si motor,” ucap Candra masih berusaha mempertahankan ponselnya.
Sial baginya, jalanan yang dilewatinya sangat sepi. Tidak ada seorang pun yang lewat, padahal malam belum terlalu larut. Kanan dan kiri jalan hanya ada gedung dan lahan kosong. Candra masih berusaha mencegat para begal itu agar tidak melarikan ponselnya. Ponselnya sangat penting bagi Candra, di dalam sana banyak data penting.
“Please, Bang! Balikkin, ya?” pinta Candra dengan wajah memelas.
Kedua begal itu saling melirik, berbicara lewat tatapan mata. Sementara Candra mengernyit, tiba- tiba saja firasat buruk menyergapnya. Benar saja, begal itu menyeret dirinya. Memaksa agar ikut dengan dua begal itu. Candra tentu saja panik, sekuat tenaga dia berontak.
“Aduh!” jerit Candra ketika tubuhnya terlempar di atas tanah lahan kosong. “Woah, Bang! Mau ngapain kalian?” tanya Candra panik, dia berjalan mundur menghindar.
Sementara dua begal itu terkekeh dengan sorot mata yang kelaparan. Melihat ekspresi mereka, membuat Candra merinding. Dia pernah mengalami kejadian serupa beberapa tahun yang lalu. Tubuh Candra mulai gemetar, dia jatuh terduduk. Sementara dua orang di depannya semakin mendekat.
‘Mending gue mati aja sekarang,’ batin Candra memejamkan matanya.
BRUGG!
Mata Candra terbuka untuk melihat apa yang terjadi. Dia mengintip, tapi matanya langsung terbuka sempurna melihat adegan didepannya. Candra tidak salah lihat, dua begal itu dihajar habis- habisan oleh seseorang. Mata Candra menyipit agar penglihatannya lebih jelas, penerangan di sini sangat minim membuatnya kesulitan melihat. Candra segera tersadar, dia berlari untuk menyelamatkan Mbul yang pasti saat ini sangat ketakutan.
“Nggak apa- apa, Mbul. Kakak di sini,” ucap Candra memeluk kotak berisi Mbul yang mengeong dengan suara keras. Candra sudah lupa akan luka- luka di tangannya, karena yang terpenting saat ini baginya adalah Mbul.
Hampir saja Candra menjerit ketika bahunya ditepuk oleh seseorang. Spontan Candra berbalik dan menggebukkan box milik Mbul pada orang itu.
“Astaga, maaf, Mbul!” ucap Candra begitu sadar Mbul di dalam box itu gliyengan.
“Kok kamu mukul aku?” tanya sebuah suara yang sudah sangat tidak asing di telinga Candra.
Candra menoleh melihat dengan seksama seseorang yang berdiri dihadapannya itu. Wanita itu melotot ketika mengenali siapa sosok didepannya.
“Juno?”
“Kamu nggak apa- apa? Ini HP kamu sama kunci motor kamu,” tanya Juno, dia memberikan dua benda itu pada Candra.
“Thank’s. Lo kok bisa ada di sini?” tanya Candra dengan pandangan menyelidik pada pria itu.
“Kebetulan lewat,” jawab Juno berbohong.
Mata Candra menangkap dua tubuh yang teronggok tak berdaya di atas aspal. Wanita itu bergidik ngeri melihat dua orang itu berlumuran darah di wajahnya. Lagi- lagi Candra dibuat terkejut, kali ini Juno meraih tangannya yang terluka. Raut cemas kontras di wajah pria itu.
“Ayo, obatin luka kamu dulu!” ajak Juno. “Biar temen aku yang urus mereka,” tambah pria itu.
“Ngg… Heh! Turunin gue!” teriak Candra yang tiba- tiba saja digendong Juno, dia memukul punggung pria itu. Namun Juno tidak bergeming, dia tetap memaksa Candra masuk ke mobilnya.
Candra mendengus sebal ketika tahu pintu mobil itu di kunci, sementara Juno masih menghubungi seseorang yang sepertinya teman pria itu. Tidak lama Juno masuk ke dalam mobil.
“Mau pakai sendiri atau aku pakein?” tanya Juno menatap Candra.
“Ap… oh iya.” Candra segera memakai seatbelt- nya, sebelum Juno mencondongkan tubuhnya.
Tidak ada percakapan selama perjalanan, hanya suara Mbul yang memecah keheningan. Sepertinya Mbul masih merasa pusing setelah mendapat guncangan yang dahsyat tadi. Beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah rumah. Candra belum lupa rumah milik siapa itu, dia menatap Juno meminta penjelasan.
“Obatin dulu luka kamu, nanti aku antar kamu pulang,” jelas Juno hendak turun, tapi gerakannya terhenti saat Candra menahan lengannya.
“Kenapa ke rumah lo? Kita bisa ke apotek tadi. Lagian luka gue nggak banyak, cuma goresan,” kata Candra.
“Kita nggak lewat apotek daritadi, nggak ada apotek di sekitar sana.”
Candra merutuk dalam hati, mau tidak mau membenarkan ucapan Juno. Akhirnya dia turun dari mobil pria itu. Mata Candra memperhatikan sekitar, rumah ini masih sama sejak dia berkunjung kemari.
Perlahan Candra masuk mengekori Juno. Lampu di rumah ini sudah dipadamkan, sepertinya sang pemilik sudah pergi tidur. Maklum, karena saat ini jam menunjukkan pukul sebelas malam. Candra duduk di ruang tamu, sementara Juno masuk untuk mengambil kotak obat. Candra memperhatikan sekitaran ruang tamu, terdapat banyak perabot di sana.
Tidak lama Juno kembali dengan kotak obat dan sebaskom air. Pria itu duduk di samping Candra, kini keduanya duduk berhadapan. Kali ini Candra hanya diam, dia sudah lelah berdebat. Lagipula lukanya memang perlu diobati saat ini. Juno juga terlihat serius mengobati luka Candra, terkadang pria itu meniupnya. Harusnya Candra merasa berdebar, tapi ternyata tidak.
“Kenapa lo tiup, sih? Kumannya jadi nempel di luka gue, kan,” ucap Candra kesal.
“Hah?” tanya Juno dengan wajah bingung. Pria itu benar- benar tidak menduga reaksi yang ditunjukkan Candra padanya.
“Nggak perlu di tiup, nggak ada efek sama sekali. Yang ada malah luka gue makin parah kena ludah lo. Nih! Bersihin lagi!” perintah Candra.
Tidak ada yang bisa dilakukan selain menurut, Juno kembali membersihkan luka Candra yang tadi bahkan sudah diberi obat merah.
Selesai merawat lukanya, Candra menagih janji pada Juno untuk mengantarnya pulang. Diam- diam wanita itu menyunggingkan senyumnya melihat Juno yang malam ini menjadi penurut. Bahkan pria itu menurut ketika Candra memintanya untuk mampir ke AprilMaret guna membeli makanan untuk Mbul.
“Makasih,” ucap Candra keluar dari mobil Juno.
“Tunggu!”
Candra menghentikan langkahnya, dia berbalik dengan kernyitan di dahi dan menatap Juno seakan menanyakan. ‘Apa lagi?’
“Aku…”
“Ngapain lo ke sini?”
...👠👠👠...
Tertanda: Otor Kyut 😗😗😗