”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 - Flashback
Elden tertawa kecil. Tangannya dijentikkan, seseorang anak cupu di Liston membawa daster yang dibungkus paper bag. Elden mengambil daster tersebut, lalu melemparkannya kepada Devano. "Pakai itu."
Devano mengangkat bibir atasnya sedikit. "O-oke."
Meski gugup, Devano mengambil daster itu. Elden pun tersenyum mengejek. "Nanti gue tunggu."
Elden pun pergi meninggalkannya, langkah tegapnya menjauh dari Devano. Sementara Devano masih kesal, tapi mau bagaimana lagi? Dia tak punya kuasa apapun, dia sudah terlanjur berjanji kepada Elden soal Mirna.
Mengingat momen tadi malam bersama yang menurut Devano bersama Moza, membuatnya tersenyum simpul. "Elden, bisa hina gue. Tapi lihat aja, kalo Moza hamil, dan video itu tersebar. Habislah reputasi keluarga Pitch. Dia kira, papanya bisa hina gue terus menerus!" ucap Devano.
Flashback~
"Pah, aku mau baju kayak Elden! Aku mau, Pah!" desak Devano pada papanya, pria itu menundukkan wajahnya. "Maaf, Dev, papa bukan lagi keturunan Pitch. Papa gak bisa belikan kamu baju semahal itu. Sejak kejadian itu, nenek kamu dan kakek kamu benci papa."
Devano kecil menunduk, kalo saja papanya tidak terjerat kasus narkoboy mungkin dia tak akan dilepas oleh kakek neneknya.
Kembali ke sekarang.
Devano menahan air matanya yang nyaris jatuh. Alasan Devano kenapa dirinya mau selingkuh dengan Mirna juga karena demi membalaskan dendamnya pada Elden. Dia tidak suka hidup Elden lebih enak daripada dirinya, sang anak dari seorang pecinta narkoba dan pemain wanita sejati. Yah, jujur saja Devano adalah anak dari seorang wanita yang tidak tahu dimana ibunya, dia hanya terbukti putra Jovano Pitch karena test DNA.
Diketahui juga, Devano merupakan anak haram hasil hubungan Jovano dengan banyak wanita di kelab malam yang ia datangi hampir setiap hari dulunya. Karena itu juga, masalah keluarga Pitch dulu terus bertumpuk, dan Jovano membuat Alesandro Pitch muak, hingga akhirnya pria itu dikeluarkan dari keluarga besar itu.
Pria itu mengintip kehadiran pamannya sendiri di podium, dari lubang kecil di sebuah ruangan kosong di Liston.
Elden maju ke depan, dia berada di podium. Berdiri dengan gagahnya di acara ultah Liston yang ke 22 tahun.
Devano iri.
"Harusnya, gue sebagai anak keluarga Pitch berhak di sana juga. Tapi, gara gara kesombongan kakek, gue jadi gini! Hidup gue jauh sama Elden! Sialan! Bahkan gue harus jadi bulan-bulanan Elden." Kesal Devano, seraya memakai daster yang dipinta Elden.
Tapi, Devano ingat semalam dia bersama dengan Moza, semuanya sungguh indah. Sebentar lagi, Elden akan dibawa kendalinya. Dia tersenyum simpul, meski harus memakai daster pemberian Elden. Saat pria itu berjalan keluar dari persembunyiannya. Seseorang menghampirinya.
"Ayo saya rias dulu."
Devano terbelalak. "Gue?"
"Iya. Atas perintah Tuan Muda Elden."
Glegh.
Lagi-lagi, Devano tak bisa berkata-kata apapun. Dia hanya bisa menuruti perintah Elden, lagipula kalo dia tidak sekolah di Liston, bagaimana caranya dia bisa membalas dendam kepada sosok Elden yang paling dia benci?
—Di dalam hallroom.
Semua siswa-siswi menikmati pemotongan kue atas hari ulang tahun sekolah Liston, semua orang turut bersorak-sorai, saat itu Elden mengambil mic.
"Selanjutnya, hiburan meriah, dari seorang pria yang begitu cinta mati dengan mantan pacar gue yang udah gue empas. Kita sambut, Devana!" seru Elden seraya mengejek ke arah Devano yang di dorong oleh sosok perias Liston.
Devano berdiri di belakang tirai. Badannya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena malu setengah mati. Daster hitam motif bunga yang ia pakai terlalu longgar di dada dan terlalu pendek di paha—hingga membuat dia terlihat seperti tante-tante yang nongkrong di arisan sebuah sekte sesat.
"Jangan lupa, goyang. Tuan Elden bilang harus gemulai," kata perias itu sambil menepuk pundaknya.
"Gue… gue cowok, Anjir…" lirih Devano.
"Udah, keluar aja!"
Tirai pun ditarik.
Seluruh siswa di dalam hallroom langsung hening seketika.
Lalu—
“HAHAHAHAHAHA!!!”
Suara tawa pecah seperti petasan tahun baru terdengar gemuruh. Siswa-siswi Liston sampai ada yang merekam pakai dua HP sekaligus, karena satu saja takut tidak cukup untuk mengabadikan sejarah tergila seperti ini.
Devano hanya bisa berdiri kaku. Tapi musik tiba-tiba dinyalakan—lagu dangdut remix mengudara entah siapa yang memutar, hingga memaksa Devano harus berjoget layaknya banci banci di perempatan jalan.
Elden dari podium menyilangkan tangannya, wajahnya super santai. “Devano, joget. Jangan malu-malu. Lo kan jagoan semalam? Masak lupa?" sindir Elden yang membuat Devano kaget. apa Elden tau soal dia dan Moza? Tapi, kenapa Moza tidak diberikan sanksi, kenapa malah tetap asyik di samping Elden? Pikiran Devano semakin kacau.
Tak sengaja, bibirnya berbicara keras.
“ELDEN—!” Devano seketika hendak protes. Tapi perias sudah lebih dulu menyundul pinggangnya dari belakang.
Akhirnya… Devano mulai menggoyangkan tubuhnya, dia berjoget ala artis kondang.
Awalnya memangnya kaku.
Tapi semakin lama semakin gemulai.
Pinggulnya diputar seperti seorang tante penjual jamu. Tangannya melayang-layang manja. Rambut acaknya juga Devano. Dikibas-kibaskan seolah sedang menjadi iklan shampoo murahan.
Penonton yang merupakan siswa-siswi Liston semakin bersorak-sorai menjadi, Jonathan Pitch dan Anera juga tertawa melihat ulah Devano. Di lubuk hati kecil Devano yang terdalam, pria itu sungguh kesal, tapi mengingat Elden dan Jonathan hidup layak dimana dia bahkan tidak. Pria itu kembali terluka.
“ANJIR KAYAK TANTE-TANTE PASAR!!!”
“DEVANO NGEBEJAT BANGET! HAHAHA!”
Bahkan Moza menutup mulutnya saking karena shock tapi akhirnya gadis itu tertawa juga. Elden hanya melirik Moza dan tersenyum tipis.
“Nah, gitu dong,” bisik Elden merendah penuh kemenangan, “Lalat selalu mau membela mati-matian sampah dimana dia mengais makanan. Mirna hebat." Desis Elden, wajahnya suka dengan pertunjukan di depannya.
Sementara di panggung…
Devano justru semakin terpojok. Dia mungkin bergoyang, tapi air matanya mulai berlinang, antara malu dan ingin membunuh Elden sekarang juga, tapi begitu melihat Mirna di kejauhan, semua itu membuat Devano sadar, dia harus tanggung jawab atas semua kata-katanya.
Namun Elden mendekat ke mic dan berkata, santai tapi menusuk lebih dalam ke ulu hatinya.
“Terima kasih Devano… lo berhasil buktiin satu hal…”
Semua siswa hening seketika. Musik juga tiba-tiba berhenti. "Lo udah buktiin kalo lo bener bener layak dapatin barang bekas."
Huuuuu.
Tepuk tangan dan sorakan semakin merajalela, Devano menundukkan kepalanya. Wajahnya tidak tahu lagi seperti apa sekarang jadinya, tapi mengingat ucapan Elden barusan, dia bingung siapakah yang dikatakan Elden barang bekas?
Moza? Ataukah Mirna? Karena dua duanya menurut versi Devano adalah perempuan yang berhasil ia cicipi.
"Lo boleh turun. Tugas ART hari ini selesai, maaf gue ralat, sanksi seorang ART keluarga Pitch udah lo bayar." Titah Elden dingin. "Sekarang, gue mau kasih tau satu hal di acara ultah sekolah kita, terkait Moza, kalian harus dengar."
Semua orang terdiam, Devano dan Mirna beradu pandang, keduanya kini sangat yakin, Elden akan menjauhi Moza. Pasti.