"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan duren
Siang ini Axel dan Sofia berangkat ke RS bersama. Tadinya Sofia ingin duduk di kabin belakang, tetapi Axel tidak mengizinkan dan meminta Sofia duduk di sampingnya. Tentu saja hal itu membuat Sofia merasa sangat aneh dengannya.
Sepanjang perjalanan Sofia hanya diam tak bicara apapun. Ia memilih berselancar di layar ponsel demi menghilangkan rasa canggungnya.
"Sudah berapa bulan kandungan kamu?" tanya Axel membuat Sofia menoleh dan menatap tak percaya.
"Kamu tuh sekarang aneh banget ya. Ditanyain malah bengong, apakah aku ini sangat menakutkan?" tanya Axel demi melihat Sofia hanya bengong tanpa menjawab pertanyaannya.
"Ya, biasanya memang begitu. Bapak sangat menakutkan," jawab wanita itu jujur sekali.
"Ck, serba salah sama kamu. Di baikin salah, nggak di baikin lebih salah lagi," omel Axel sembari fokus mengemudi.
"Makanya, mulai sekarang bersikap baiklah padaku, agar aku tidak lagi takut padamu," timpal Sofia.
"Bisa sopan bicaranya nggak? Kamu kamu, aku ini lebih tua dari kamu!" protes lelaki itu tidak suka.
Sofia terdiam. Bingung mau panggil dia apa. Biasanya kalau marah padanya memang suka lantam sih, bilang kamu aku kamu.
"Kenapa diam? Susah kan mau mengubahnya? Makanya jangan lantam mulutnya. Perempuan itu harus lembut dan sopan."
"Apa sih ngomongnya begitu? Siapa suruh selalu buat aku kesal. Jangan mengatakan aku wanita tidak sopan, sedangkan bapak sendiri jadi lelaki tidak bertanggung jawab. Mana ada lelaki baik itu membiarkan wanita yang di hamilinya hidup seorang diri tanpa sebuah ikatan dan pengakuan!" balas Sofia membuat Axel tak bisa berkata lagi.
"Kenapa diam? Bapak lebih jahat dari aku 'kan?" imbuh Sofia.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya. Jangan membuat mood kita berdua rusak," jawab Axel mengalihkan pembicaraan.
"Mood aku sudah lama rusak bila berhubungan dengan bapak. Tetapi aku akan berusaha untuk tetap baik-baik saja. Semoga nanti hasil pemeriksaannya baik-baik saja, jadi setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi," ujar Sofia berusaha tenang, dan tak ingin menangis.
Axel tak lagi menjawab. Jika benar Sofia pergi, lalu bagaimana dengan dirinya yang ketergantungan dengannya?
Sofia yang hanya di diamkan, ia memilih menatap keluar jendela. Ia melihat ada pedagang duren di pinggir jalan. Mendadak ia pengen banget makan duren.
"Sebelumnya kamu tinggal dimana?" tanya Axel. Namun tak ada jawaban dari wanita hamil itu.
Axel menatap Sofia yang tengah memperhatikan sesuatu. Ia menilik dari kaca spion. Seketika ia menginjak pedal rem dan menepi hingga turun aspal.
"Kenapa berhenti?" tanya Sofia heran.
Axel tak lantas menjawab. Ia memundurkan mobilnya hingga berhenti tepat di lapak kang duren.
"Ayo turun!" titah lelaki itu.
"Hah,Turun?" tanya Sofia tidak paham.
"Iya lho... Bukannya kamu mau makan duren?"
Seketika senyum Sofia merekah. Axel hanya menggeleng kecil. Tetapi baru kali ini ia melihat Sofia tersenyum padanya. sesederhana itukah membuatnya senang?
"Bapak serius mau ajakin aku makan duren?" tanyanya masih tidak percaya dengan kesungguhan Axel.
"Iya, tapi aku telpon Seno bentar. Mau tanyain, orang hamil beleh makan duren atau tidak," jawabnya seraya menghubungi Seno.
"Tapi cuma dikit aja, nggak usah telpon dokter Seno. Aku takut nggak di izinkan," ujar Sofia menatap melas.
"Aku harus telpon, Sofia. Aku takut nanti aku yang di salahkan jika kandungan kamu kenapa-kenapa."
Akhirnya Axel menghubungi sang adik untuk menanyakan. Tak ingin gegabah sehingga bisa berdampak buruk pada Sofia dan bayinya. Bagaimanapun juga ia tidak ingin terjadi sesuatu pada mereka.
"Ya bang, ada apa?" jawab Seno.
"Sen, Sofia boleh makan duren nggak?" tanya Axel.
"Ya boleh. Abang beli duren? Sejak kapan Abang suka duren?"
"Nemu kang duren di pinggir jalan. Sofia mendadak pengen makan duren. Jadi ini benaran nggak pa-pa kan?"
"Iya, tapi jangan banyak-banyak. Ingetin kalau Sofia kalap," pesan Seno pada abangnya.
"Eh, tumben Abang baik sama dia? Bukannya dari kemaren bawaannya marah Mulu?" imbuh Seno.
"Ck, kamu tuh sama aja ya. Aku baik salah, nggak baik di protes. Sudahlah, ini aku mau beliin duren dulu untuknya."
"Yaudah, buruan ke RS. Abang dan Sofia dapat nomor antrian dekat. Kalau telat, nanti di gantikan sama pasien yang lain, jadi harus nunggu dulu."
"Ya baiklah. Nanti makan durennya di jalan saja." Axel mengakhiri obrolannya dengan sang adik.
"Gimana Pak, aku boleh makan duren kan?" tanya Sofia penuh harap.
"Ya boleh. Tapi nggak boleh banyak-banyak," jawab Axel memang begitu pesan dari Seno.
"Yeeey.... Iya nggak akan banyak kok." Wanita hamil itu tampak senang sekali.
Axel segera menghampiri tumpukan duren untuk memilih kualitas yang bagus. Setelah menemukannya, Axel minta dibuka sekalian dan di wadahi oleh cup yang tersedia.
"Mau berapa buah, Mas?" tanya kang duren.
"Satu saja cukup. Soalnya untuk orang ngidam," sahut Axel jujur.
"Wah, selamat ya mas. Semoga istri dan calon bayinya sehat-sehat sampai lahiran." tukang duren itu mendoakan yang terbaik.
"Aamiin... Tapi saya bukan..."
"Terimakasih doa baiknya untuk istri saya," potong Axel sehingga membuat ucapan Sofia terhenti.
Sofia menatap Axel tidak paham. Jantungnya mendadak berdebar saat lelaki itu mengakui dirinya sebagai istri.
"Ah, ya Allah. jangan sampai aku baperan, aku tidak boleh berharap padanya. Aku tidak ingin di sakiti untuk kedua kalinya," batin Sofia.
Setelah mendapatkan keinginan Sofia, Axel kembali mengemudi kendaraanya untuk menuju RS.
"Kenapa di saja? Itu di makan durennya," titah Axel demi melihat Sofia bengong.
"Ah ya, sekali lagi terimakasih sudah beliin aku duren," ucap Sofia seraya membuka tutup cup yang berisi duren yang sudah di kupas itu.
Wanita hamil itu mengambil daging duren, lalu menikmatinya. Rasanya sangat enak dan pulen.
"Ingat, jangan banyak-banyak makannya," intrupsi Axel mengingatkan.
"Tapi baru makan satu biji. Masih boleh nambah kan?" tanya Sofia masih suka.
"Boleh, tapi kamu nggak ada niat mau kasih aku?"
"Ternyata bapak suka duren juga?"
"Sebenarnya aku nggak suka duren, tapi lihat kamu makan kayaknya enak. Aku jadi penasaran pengen cobain juga," jawabnya memang begitu adanya. Saat ini apapun yang di makan Sofia terlihat menggugah selera.
Sofia menatap axel heran ia sembari menikmati buah duren tersebut.
"Nih, masih banyak kok. Aku satu ini udahan," ucap Sofia sembari menyodorkan cup duren itu pada Axel.
"Aku nggak bisa makan, nanti tangan aku belepotan, ini kan lagi nyetir," jawab Axel.
"Yaudah, bapak minggir dulu mobilnya."
"Mau cepat, Sofia. Tadi Seno suruh kita buruan biar nomor antrian kita nggak ketimpa oleh pasien lainnya."
"Oh gitu..." Sofia mengangguk paham.
"Eh, malah angguk-angguk." Axel menghela nafas dalam.
"Ya, bapak maunya gimana?" tanya Sofia tidak paham.
"Kamu nggak ada inisiatif untuk nyuapin aku?"
Bersambung.....