Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18.Respon.
Malam itu, hujan baru saja reda. Langit tampak muram, dan jalanan depan rumah Clara masih basah memantulkan cahaya lampu jalan.
Mobil Ria berhenti tepat di depan pagar rumah besar bergaya klasik itu. Suasana hening yang tidak ada suara jangkrik, tidak ada cahaya dari ruang tamu, hanya sunyi yang menggantung seperti pertanda buruk.
Clara membuka pintu mobil dengan kasar. Ia bahkan tidak menunggu Ria memanggil. Langkahnya cepat, hampir berlari menuju rumah, tumit sepatunya beradu dengan lantai marmer, menggema di seluruh lorong.
Wajahnya menegang, matanya merah, bukan karena tangis tapi karena kemarahan yang menahan diri untuk tidak meledak di tempat.
“Clar!” panggil Ria, mencoba menyusulnya. Tapi Clara sudah membuka pintu ruang tengah.
Ria hanya bisa melihat Clara masuk kedalam rumahnya, dan mobil Ria pun pergi dari halaman rumah Clara.
Clara yang sudah masuk kedalam rumah, matanya seakan mencari sesuatu yaitu mamanya Luna.
“Mama harus tahu kebenaran ini. ”gumamnya yang terasa berbisik.
“Mama..”panggil Clara.
Di sana, Luna, ibunya, sedang duduk di sofa dengan segelas teh hangat di tangan. Rambutnya digelung sederhana, mata teduhnya menatap televisi yang menyala tanpa suara.
Ia menoleh pelan ketika Clara memanggilnya, basah dan gemetar karena emosi.
“Clara? Kamu habis dari mana?,jam segini baru pulang.”
“Jangan tanya aku dari mana, Ma,” potong Clara, suaranya bergetar tapi tegas.“Mama tahu, apa yang aku lihat saat sedang shoping dengan Ria dimall tadi?.”
Luna mengernyit, menatap anaknya dengan tenang. “Tidak,apa yang kalian lihat?.”
Clara menatapnya tajam, menahan amarah yang hampir pecah. “Kami melihat ayah bersama dengan tante Rosi dan desi.”
Tangan Luna yang tadi memegang gelas tehnya, mendadak berhenti dan menaruhnya di meja, raut wajah Luna mendadak berubah dingin.
“Me.. memangnya ada apa dengan mereka bertiga, mungkin saja ayahmu sedang istirahat dan bertemu dengan mereka disana. ”
Clara terdiam dengan menahan rasa kesal dengan sikap mamanya, memangnya mama itu malaikat, bisa menerima kebersamaan mereka begitu saja.
Suara Clara meninggi. “Tentang mereka bukan seperti mama pikirkan,si Desi ternyata putri ayah dengan tante Rosi. mereka berdua keterlaluan sudah menipu kita selama ini!.”
Tapi ekspresi wajah Luna tak berubah banyak,tidak terkejut, tidak marah. Hanya sepasang mata yang tiba-tiba tampak lebih tua dan lelah dari biasanya.
Clara menatap ibunya tak percaya. “Mama… kenapa? Kenapa Mama diam saja? Kenapa Mama reaksi mama seperti itu?”
Tangannya bergetar sedikit, tapi suaranya tetap lembut.
“Karena, Nak…” katanya pelan, “Mama memang sudah tahu.”
Clara tertegun. “Apa…?”
“Sudah lama.”
Luna menatap kosong ke arah jendela, di mana pantulan cahaya lampu kota membias samar di kaca.
“Sejak awal pernikahan kita, Mama sudah tahu ayahmu berselingkuh dengan Rosi. Awalnya Mama pura-pura tidak tahu, karena mama adalah orang yang merebut Lukman dari Rosi. kakek dan nenekmu memaksa ayahmu menikah dengan mama,mereka tidak setuju jika ayahmu menikah dengan Rosi janda muda”
Suara Luna tenang, tapi di balik ketenangan itu ada luka yang lama terkubur.
“Dan kami menikah hanya seperti pasangan yang saling menghormati tanpa cinta,sampai suatu hari kamu hadir perasaan mama dalam untuk ayahmu walaupun harus diselingkuhi.”
Clara memejamkan mata, air matanya akhirnya jatuh. “Lalu… Desi?”
Luna menarik napas panjang. “Desi lahir beda satu tahun dari mu, dulu Rosi mengaku kalau Desi putri mantan suaminya pada kami. tapi kebenaran tidak bisa disembunyikan terlalu lama,saat usiamu satu tahun kebenaran pun terbuka.”
Matanya menatap anaknya dengan sedih. “Desi… darah daging ayahmu.dia saudara tirimu”
Clara menatap ibunya tidak percaya. “Jadi selama ini Mama tahu ayah punya anak lain, dan Mama tetap pura-pura tidak tahu?”
“Bukan pura-pura,” sahut Luna pelan. “Mama hanya… ingin mempertahankan keluarga bahagia untuk mu. Karena Mama takut kamu akan terluka seperti Mama dulu.”
Clara tertawa pahit. “Sudah terlambat, Ma. Sekarang aku justru merasa bodoh. Ayah tersenyum, Rosi tertawa, Desi memanggil dia ayah, dan aku duduk di sana seperti orang bodoh. kalian orang dewasa benar-benar egois,dan aku kecewa dengan mama.”
Luna berdiri, mendekat, lalu memeluk Clara. Tapi gadis itu menegang, air matanya jatuh deras di bahu ibunya.
“Semua memang kesalahan mama, Clara,” bisik Luna lembut. “Mama memilih diam karena ingin kamu tetap melihat ayahmu sebagai sosok baik. Tapi ternyata… diam Mama justru membuat kamu lebih terluka.”
Clara terisak, genggamannya di pakaian ibunya menguat. “Aku cuma… nggak ngerti kenapa Mama masih bisa tenang begini. Setelah semua yang Papa lakukan…”
Luna mengusap rambut anaknya pelan. “Karena Mama sudah berhenti membenci, Nak. Kadang, rasa sakit yang terlalu lama… akhirnya mati dengan sendirinya. Tapi kamu belum sampai di sana, jadi biarlah Mama yang kuat kali ini.”
“Apa mama bahagia? ”
Luna pun terdiam. “Kebahagiaan mama adalah melihat kamu bahagia, tapi jika melihat mu seperti ini maka mama telah membuat kesalahan besar padamu. ”
Clara akhirnya terlepas dari pelukan ibunya, matanya merah namun tekadnya jelas.
“Jika ingin mama melihat ku bahagia, maka mama harus bercerai dengan ayah. buat apa rumah tangga tanpa cinta mama pertahankan, dan aku juga tidak mau membagi kasih sayang ayah dengan putrinya. Bisakah kita hidup berdua saja ma?tanpa ayah dan mereka berdua. ”
“Baik, mama akan menuruti permintaan mu. ”ucap Luna sambil tersenyum.
Hujan kembali turun gerimis ketika Ria sampai di rumahnya.
Rumah dua lantai dengan halaman kecil itu tampak hangat diterangi cahaya lampu ruang tamu.
Begitu membuka pintu, aroma kopi hitam langsung menyambutnya dengan aroma khas yang selalu muncul setiap kali ayahnya baru pulang.
“Pa…” panggil Ria pelan sambil meletakkan payung di rak dekat pintu.
Dari ruang tamu, seorang pria berusia akhir empat puluhan menoleh. Rambutnya sudah sedikit beruban di sisi, namun wajahnya masih tegas berwibawa khas seorang pengacara yang terbentuk dari tahun-tahun menghadapi ruang sidang dan tumpukan berkas kasus.
Tio menutup laptopnya perlahan. “Kamu baru pulang, Nak. Dari mana jam segini?”
Ria menggigit bibirnya, ragu. “Aku jalan-jalan dengan Clara,lalu aku antar Clara pulang.”
“Sudah lama Clara tidak mai disini?,sekarang bagaimana kabar Clara dan mamanya?.” Tio meneguk kopi, suaranya datar tapi penuh perhatian.
“Ciee, papa tanya tentang Clara atau tante Luna?.”goda Ria sambil tersenyum.
“Kamu ini pintar kalau suka goda papa. ”
Lalu Ria diam dengan wajah ditekuk, ia mencemaskan Clara tentang kejadian tadi di mall.
“Ada apa muka ditekuk kayak cucian?. ”
Ria duduk di sofa berseberangan, kedua tangannya saling menggenggam. “Bukan, Pa. Tapi… aku nggak tahu harus cerita dari mana,”“_aku cemas dengan Clara.. ”ucapan nya terhenti antara ragu menceritakan masalah temannya dengan ayahnya.
Tio mengangkat alis. “Cerita saja,siapa tahu papa bisa bantu?.”
Ria menarik napas panjang. “Tadi sore kami lihat sesuatu di mall. Clara lihat ayahnya—Pak Lukman—bersama tante Rosi dan… Desi.”
Tio terdiam sejenak, matanya menyipit seolah mencoba mengingat sesuatu. “Rosi?” gumamnya perlahan. “Rosi yang dulu satu sekolah dengan kami?”
Ria mengangguk cepat. “Iya, Pa. Dan yang lebih parah, Clara baru tahu kalau Desi itu anak ayahnya sendiri dari tante Rosi. Dan sekarang aku jadi cemas dengan tante Luna,apa lagi dia baru keluar dari rumah sakit.”
“Rumah sakit!, memangnya sakit apa Luna? ”
“Kata Clara dia kena serangan jantung, untung Clara pulang tepat waktu. jika tidak mungkin tante Luna sudah tidak bersama kita, dan Clara langsung punya ibu tiri. ”
Tio terdiam, ingin sekali menghubungi Luna karena ia sangat cemas dengan keadaan sahabatnya itu.
Ruangan itu hening. Hanya suara hujan di luar dan detak jam dinding yang terdengar jelas.
Tio bersandar ke kursinya, tatapannya kosong sejenak seperti seseorang yang sedang menatap masa lalu.
penasaran bangetttttttt🤭