Hari ini adalah hari pernikahan Almira dan Galang. Semua tamu sudah berkumpul di ruangan akad.
" Dimana pengantin laki-laki nya? Akad harus segera di mulai." Tanya pak penghulu pada Almira.
Almira tersentak diam. Masalahnya sudah hampir setengah jam dia duduk di sana sendiri. Namun Galang belum juga terlihat.
Almira menoleh ke kiri. Dia menatap wanita yang akan menjadi ibu mertuanya yang duduk tidak jauh darinya. Zora, mamanya Galang tersenyum getir sambil mengangguk pada Almira. Meminta Almira menunggu sebentar lagi.
Sebab sebelumnya Galang sudah mengirimkan pesan, bahwa dia tidak akan datang untuk menikahi Almira.
Almira yang mengetahui hal itu tidak bisa berkata apa pun. Dia hanya dengan airmata yang terus menetes membasahi pipi nya.
Tapi dengan tegas Aksa, Abang dari Galang melangkah maju dan mengatakan siap untuk menggantikan posisi Galang untuk menikahi Almira.
Mampukah Almira menerima pernikahan ini? Menikah dengan laki - laki
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merindu
*****
Aksa dan Almira berdiri berhadapan di depan pintu gerbang keberangkatan. Matahari pagi menyinari wajah mereka yang tampak berbeda perasaan.
Almira tersenyum lebar, gelombang kegembiraan terpancar dari matanya yang berbinar.
" Terima kasih ya mas. Sudah mau mengantar kan Almira ke Bandara." Ucap Almira.
Aksa hanya mengangguk pelan.
" Almira pamit dulu ya, mas."
Almira menarik tangan kanan Aka dan mencium nya dengan takdzim.
" Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam." Jawab Aksa.
Aksa, di sisi lain, terpaku di tempatnya. Bibirnya terkatup rapat, tangannya tergantung lemas di samping tubuh.
" Almira." Panggil Aksa.
Almira berbalik dan tersenyum pada Aksa. Aksa membalas senyuman itu saat Almira melambaikan tangan nya.
Saat Almira melambaikan tangan, dia hanya bisa memandangi dengan tatapan yang kosong, seraya merasakan sesuatu yang tumbuh di dalam dada.
" Saya mulai mencintai kamu, Almira." Gumam Aksa saat dia membuka kaca mata hitam nya.
Cinta yang baru saja ia sadari keberadaannya, kini terasa seperti benih yang berkecambah di tanah yang subur, namun dia terlalu malu untuk mengungkapkannya.
Mata Aksa mengikuti setiap langkah Almira yang menjauh menuju pintu keberangkatan. Kerumunan orang mulai menghalangi pandangannya, namun dia masih bisa melihat siluet Almira yang semakin lama semakin tidak jelas.
Akhirnya, pintu keberangkatan tertutup dan Almira menghilang dari pandangan. Aksa masih berdiri di tempat yang sama, menatap ke arah pintu yang kini telah terkunci, berharap dia punya keberanian untuk mencegah kepergian itu.
Kehilangan yang terasa begitu nyata membuat hatinya seakan terkoyak. Aksa menarik nafas dalam, berusaha mengumpulkan serpihan hatinya yang berantakan.
*
*
*
Dari bandara Almira langsung menuju rumah sakit karena Hilda sudah di larikan ke rumah sakit karena kontraksi di rumah.
" Halo, Almira. Apa kabar?" Tanya Galang saat dia menjawab panggilan dari Almira.
" Kamu dimana, Lang? Aku sedang di rumah sakit sekarang. Kandungan Hilda mengalami masalah serius. Dokter bilang bayi nya harus di keluarkan. Hilda butuh kamu sekarang, Lang." Jawab Almira memberitahu keadaan Hilda pada Galang.
" Mir, aku nggak mau kamu sebut nama perempuan itu lagi. Sejak aku tahu jika anak yang di kandung nya bukan anak aku, aku sudah jijik mendengar nama itu. Sekarang ini aku hanya ingin dengar, kalau kamu akan kembali pada ku, Almira."
" Cukup, Lang. Aku sudah menjadi istri mas Aksa sekarang. Sekarang lebih baik kamu pulang. Temani Hilda di sini." Bujuk Almira lagi.
" Berhenti menyebut nama perempuan itu, Almira. Aku mengangkat telpon kamu karena aku rindu mendengar suara kamu. Aku masih menyayangi kami, Mir. Dan aku akan kembali hanya untuk kamu." Pekik Galang.
" Kalau memang kamu sayang sama aku. Aku mohon kembali untuk Hilda. Pulang lah, Lang. Aku tidak akan mengambil apa yang sudah di miliki Hilda. Kita memang tidak di takdir kan untuk bersama."
Almira pun mematikan ponsel nya dan menghembuskan nafas panjang.
Merasa frustasi saat Galang masih berharap bisa kembali pada nya. Tanpa Galang sadar luka besar yang masih menganga sampai saat ini di hati Almira.
*
*
*
" Hai, Hilda. Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Almira saat masuk ke dalam ruang perawatan.
" Nggak usah sok baik sama aku, Almira. Kamu senang kan lihat keadaan aku sekarang. Kamu pasti sedang menertawakan aku saat tahu bagaimana keadaan rumah tangga aku sekarang kan?" Ucap Hilda dengan kebencian nya.
" Kamu bicara apa? Justru aku sangat prihatin sekarang." Sahut Almira.
" Aku tidak akan percaya pada mu. Kamu pasti berharap bisa kembali pada Galang setelah Galang menceraikan aku kan, Almira? Tapi Galang itu suami aku. Dan akan tetap jadi suami aku. Aku tidak akan melepaskan dia untuk kamu."
" Sudah bicara nya? Atau masih ada yang ingin kamu sampai kan lagi. Keluarkan saja semua nya. Aku akan dengar kan."
" Berhenti bicara sok baik pada ku Almira."
" Aku bukan sok baik. Tapi yang kamu bilang tadi itu salah. Aku bahkan tidak kepikiran untuk kembali pada Galang. Di hati ku sekarang, hanya ada mas Aksa seorang. Tidak ada tempat untuk orang lain. Jadi yang kamu takut kan tadi hanya halusinasi kamu saja." Jawab Almira tersenyum.
" Aku nggak mau lihat wajah kamu. Labih baik kamu keluar dari sini." Usir Hilda menatap marah pada Almira.
" Aku tidak akan pergi."
" Tapi aku tidak mau kamu di sini."
Almira menarik kursi dan duduk di sebelah brankar Hilda.
" Mama yang meminta aku menemani kamu sampai kamu di selesai di operasi. Jadi aku tidak akan kemana - mana." Jawab Almira.
Hilda dengan wajah kekecewaan nya berbalik badan dan membelakangi Almira. Masih merasa marah untuk melihat wajah wanita yang di cintai suami nya.
*
*
*
Aksa menyesap sup hangat di meja makan yang terasa begitu sepi tanpa Almira. Dia menatap kursi kosong di depannya, seolah-olah masih bisa melihat senyum Almira.
Setelah makan, dia beranjak ke kamar Almira, membuka pintu pelan-pelan. Cahaya remang dari lampu meja hias menerangi ruangan itu. Aksa melangkah mendekati meja hias, tangannya menyentuh botol parfum yang biasa digunakan Almira. Dia membuka tutupnya dan aroma khas itu langsung memenuhi udara, membawa Aksa kembali ke saat-saat ketika Lian mencium aroma yang berbeda dari tubuh Aksa.
" Ternyata aku memang memakai parfum perempuan waktu itu."
" Kenapa sekarang aku jadi merindukan Almira? Padahal selama di sini, aku selalu mengabaikan nya." Gumam Aksa menyesal.
Aksa tersenyum sendiri. Dia berjalan ke arah kasur, melihat guling yang masih terbungkus rapi. Dengan perlahan, dia terbaring, memeluk guling tersebut, mencoba merasakan kehadiran Almira yang kini hanya bisa dia rasakan melalui ingatan dan aroma parfum yang tersisa di ruangan itu.
*
*
*
Almira dan Hilda saling diam. Hilda yang larut dalam kediaman nya. Sedangkan Almira yang membaca buku di sebelah Hilda.
" Kamu tahu, Almira. Galang selalu bilang dengan aku. Kalau dia masih sayang dengan kamu. Dia berharap bisa kembali dan menikah dengan kamu." Ucap Hilda yang sudah mulai melembut.
" Sudah lah Hilda. Kita nggak perlu bicara soal aku dan Galang lagi. Aku sudah menjadi istri nya mas Aksa sekarang. Kecuali aku bisa berpoligami. Tapi nggak bisa kan? Hilda... Kamu hanya perlu belajar jadi istri yang Sholehah untuk Galang. Jadi istri yang baik untuk nya. Kamu bisa cari tahu apa yang suka dan dia tidak suka. Kalau dia tidak suka, ya kamu jangan buat. Dan untuk makanan kesukaan nya, semua nya. Kamu bisa tanya mama. Mama pasti tahu. Yang terpenting kamu harus banyak berdoa. Semoga Allah membuka kaca pintu maaf Galang buat kamu. Insha Allah.
" Apa kamu masih mencintai Galang?" Tanya Hilda.
Almira tersenyum. Lalu bangkit dan duduk di tepi brankar Hilda.
" Kalau kamu percaya, perasaan ku untuk Galang sudah tidak ada. Sekarang hanya ada mas Aksa di hati aku. Aku akan mencurahkan semua rasa sayang aku untuk suami aku seorang. Kamu nggak perlu cemburu dengan hubungan aku dan Galang. Aku... Tidak akan mengambil yang bukan hak ku."
" Maaf kan aku, Almira. Sudah bersikap kasar dan berburuk sangka sama kamu."
" Saya sudah memaafkan kamu. Saya tahu, kamu bersikap begitu karena kamu mencintai Galang kan? Lebih baik kamu belajar mendekat kan hati pada Galang. Coba ambil kembali hati Galang." Jawab Almira menggenggam tangan Hilda dan tersenyum tersimpul.